Proses peradilan pidana yang dijalani oleh MAS telah sampai pada tahap pembelaan (pledoi). Sebelumnya, MAS didakwa dengan pasal terkait pembunuhan berencana dan pasal percobaan pembunuhan dialternatifkan dengan pasal dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Usia MAS masih empat belas tahun saat peristiwa terjadi sehingga perkara ini betul-betul harus dicermati dengan baik untuk memberikan keputusan yang tepat memberikan intervensi dengan tepat terhadap anak berkonflik dengan hukum.
Sidang perkara MAS telah berlangsung sejak 17 Juni 2025, pada 23 Juni 2025 kemarin, Jaksa Penuntut Umum dalam surat tuntutannya menuntut agar Anak dijatuhi pidana Pembinaan dalam Lembaga selama dua tahun. ICJR mencermati proses persidangan termasuk dokumen hasil pemeriksaan kejiwaan Anak, dan memberikan alasan dalam amicus curiae kami, bahwa Anak harus diputus Lepas dan diberikan perawatan kesehatan berdasarkan hal berikut:
Pertama, merujuk Pasal 44 ayat (1) KUHP, Anak seharusnya dinyatakan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Dengan menelaah fakta persidangan, hasil Visum et Repertum Psychiatricum, serta keterangan ahli dan saksi, dapat disimpulkan bahwa Anak mengalami gangguan kejiwaan pada saat melakukan tindak pidana, termasuk adanya halusinasi pendengaran dan ketidakmampuan membedakan realitas yang mengakibatkan hilangnya kemampuan bertanggung jawab secara pidana. Hasil pemeriksaan psikiatri dan psikologis juga menunjukkan bahwa Anak berada dalam kondisi tekanan emosional berat yang diperparah oleh trauma, pola asuh yang tidak responsif, serta faktor biologis dan sosial lainnya yang memperburuk kondisi psikotik Anak.
Kedua, penjatuhan pidana pokok berupa sanksi pidana pembinaan dalam lembaga merupakan bentuk pembatasan kebebasan yang tidak memperhatikan kondisi kesehatan mental Anak dan bertentangan dengan prinsip kepentingan terbaik anak sebagaimana diatur dalam Komentar Umum No. 14 Konvensi Hak Anak.
ICJR meminta Hakim sebaiknya memutus lepas Anak dari segala tuntutan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP sebab penanganan terhadap Anak harus menggunakan pendekatan berbasis kesehatan jiwa dan dukungan sosial, melibatkan keluarga serta komunitas, sebagaimana ditekankan dalam Beijing Rules dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
Selain itu, kepentingan penghukuman tidaklah lagi relevan dikarenakan pihak korban yang merupakan Ibu Anak sendiri sudah memaafkan Anak dan siap mendampingi Anak, pemulihan perlu dilakukan sejalan dengan prinsip keadilan restoratif. Oleh karena itu, langkah rehabilitatif dan penguatan sistem dukungan psikososial harus didahulukan daripada intervensi yang bersifat pengekangan.
Hal ini dapat dilakukan Hakim dengan memutus Lepas Anak dan memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk menempatkan Anak di Rumah Sakit Jiwa guna memperoleh perawatan kejiwaan yang dibutuhkannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) KUHP.
Melalui amicus curiae ini, kami berharap Hakim dapat mempertimbangkan secara arif terkait kondisi kejiwaan Anak serta intervensi yang tepat dengan berpedoman pada prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
Jakarta 27 Juni 2025
Hormat Kami,
ICJR
Unduh amicus curiae di sini