“Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” Pasal 16, UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis
Lemahnya aparat penegak hukum dalam memproses kasus seperti ini akan membuka peluang kasus serupa di masa depan.
Arif Kusnandar menarik perhatian publik dengan postingan di status Facebook-nya yang bernada provokatif terhadap keturunan Tionghoa. Dalam akun Facebook miliknya, Arif Kusnandar mengajak masyarakat untuk mengulangi tragedi pelanggaran HAM 1998, memburu masyarakat keturunan Tionghoa sampai dengan menyembelih (memotong leher). Tidak hanya itu, dirinya juga menggunakan kata ganti untuk sebutan etnis Tionghoa dengan sangat kasar – (maaf) Babi Cina Keparat-.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sangat prihatin dengan masih munculnya Kasus Penyebar Rasa Kebencian Berbasis Ras seperti ini. Perbuatan Arif Kusnandar sesungguhnya telah dilarang di beberapa Undang-Undang, diantaranya adalah UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis (UU Anti Diskriminasi Rasial) dan Pasal 156 dan 157 KUHP. Bagi ICJR, penggunaan aturan larangan penyebaran rasa kebencian berbasis ras bukan hanya untuk melindungi etnis tertentu dari pebuatan jahat, namun juga sebagai bentuk rekayasa sosial agar pelanggaran hukum atas dasar Diskriminasi Rasial tidak lagi terjadi serta sebagai alat pencegahan kemungkinan munculnya genosida.
ICJR melihat lemahnya kinerja aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus serupa di masa lalu, dan ini akan membuka potensi lebih besar terjadi kasus di masa depan. Dalam monitoring ICJR terhadap Kasus-kasus Penggunaan Tindak Pidana Diskriminasi berdasarkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, Etnis dan Ras dan pasal Pasal 156 dan 157 KUHP, Hampir tidak ada satu kasus pun yang pernah diproses sampai di pengadilan.
Dalam kurun waktu 7 tahun pasca dilahirkannya UU Penghapusan diskriminasi rasiaI ICJR hanya menemukan 4 kasus yang masuk penyidikan namun tidak jelas penyelesaiannya, dari 4 kasus hanya kasus obor rakyat yang sampai pada rencana penuntutan walaupun berjalan sangat lambat. ICJR menduga ada kecenderungan bahwa aparat penegak hukum agak enggan untuk menyelesaikan kasus-kasus penyebar kebencian berbasis ras ini.
Lambannya upaya untuk memproses kasus tersebut. dan tidak adanya kasus yang sampai di meja pengadilan akan memberikan dampak meremehkan bagi pelaku kejahatan penyebar kebencian, dan akan memancing kasus di masa depan. Oleh karena itu ICJR mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan upaya serius segera menyidik kasus ini. membiarkan kasus ini tanpa upaya penegakan hukum akan menguburkan pasal-pasal tindak pidana diskriminasi rasial dan pembiaran ini justru akan membahayakan kehidupan demokrasi di Indonesia.
Tabel Kasus kasus berbasis Diskriminasi Ras
No | Kasus | Keterangan |
1 | Kasus Penghinaan Rasis Farhat Abbas
|
Pernyataan Farhat dalam akun Twitternya @farhatabbaslaw yakni: “Ahok sana sini protes plat pribadi B 2 DKI dijual polisi ke orang umum katanya! Dasar Ahok plat aja diributin! Apapun platnya tetap Cina!”.
Subdit Cyber Crime memeroses kasus kicauan Farhat Abbas di Twitter, yang dinilai rasis dan mengandung SARA. Farhat Abbas disangkakan melakukan tindak pidana pasal 4 huruf b angka 1 jo pasal 16 jo pasal 18 UU 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Juga, pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE. Farhat Abbas sudah menjalani pemeriksaan di penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Namun dalam perkembangannya kasus ini terhenti karena terjadi perdamaian pelapor Anton Medan, dengan Farhat Abbas, farhat menyatakan bahwa ucapannya melalui twitter tersebut, tidak bertujuan untuk menyerang Ahok dengan isu rasis dan menghina warga keturunan Cina |
2 | Kasus Ketua Kadin Batam Ahmad Ma’ruf | Ahmad Ma’ruf dituduh menyebut-nyebut etnis cina. Dan menuding pengusaha berdarah Tionghoa sebagai penyebab UMK naik tinggi
Ahmad Ma’ruf Maulana kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana penghapusan diskriminasi ras dan etnis oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, pada tanggal 12 Maret 2014. Berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan penyidikan tertanggal 12 Maret 2014 yang dikirimkan kepada Yakop Sutjipto, selaku pelapor, oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kepri yang diteken oleh Kasubdit II AKBP Edi Santoso, selaku penyidik. Dalam surat bernomor B/65/III2014/Ditreskrimum itu, penyidik menyatakan telah melakukan gelar perkara atas laporan tokoh pemuda Tinghoa Kota Batam, Yakop Sutjipto. Hasil gelar perkara akhirnya menetapkan Ma’ruf sebagai tersangka. Dia dianggap melanggar pasal 4 huruf b angka 2 jo pasal 16 UU No 40 tahun2008 dan pasal 156 KUHP Pidana atau pasal 310 KUHP pidana tentang dugaan tindak pidana penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi |
3 |
Kasus Ruhut
|
Pada salah satu segmen talkshow tersebut, Ruhut Sitompul terlihat emosional dan tidak bisa mengendalikan diri, yang mengaitkan peristiwa semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo dengan warna kulit Boni Hargens. “Aku mau tanya, lumpur Lapindo itu warnanya apa? Hitam, kan? Ya udah, itu Boni Hargens itu kulitnya hitam,”
Komnas HAM merekomendasikan kepada Polda Metro Jaya agar menerapkan Pasal 16 dan Pasal 4 huruf b angka 1, 2 dan 3 UU 40 Tahun 2008 dalam penyelidikan kasus itu. Namun Dalam perkembangnya, kasus ini tidak berjalan di kepolisian |
4 | Kasus Tabloid Obor rakyat | Terjadi Pada masa pemilihan presiden lalu menyebarkan berita fitnah terkait dengan salah satu calon, yaitu Joko Widodo. Penyidikan kasus ini pun sempat tersendat. Baru pada tanggal 12 Januari 2015 dimana terjadi penyerahan tersangka dan barang bukti (pelimpahan tahap kedua) dari penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. secara resmi (kasus) Obor Rakyat dilimpahkan kepada penuntut umum. Sampai sekarang belum ada informasi lanjutan mengenai proses pengadilannya. |