Rumitnya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuat sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati hukum meminta pembahasannya dilakukan secara khusus.
Dalam keterangan tertulisnya, Aliansi Nasional Reformasi KUHP, merekomendasikan revisi aturan tersebut dilakukan bersama kelompok kerja khusus rancangan undang-undang KUHP di DPR yang tidak menangani pembahasan rancangan UU lainnya.
Dengan begitu, penyelesaian revisi beleid itu dapat dilakukan dengan lebih efektif, fokus, dan terencana.
“Prioritas kerja anggota DPR yang terpecah dengan pembahasan RUU lainnya menjadi tantangan tersendiri bagi penyelesaian revisi KUHP. Apalagi, periode kerja pembahasan 2015 hanya tersisa lima bulan lagi,” kata Supriyadi Widodo Eddyono, Direktur Eksekutif ICJR, Senin (23/3).
Supriyadi menuturkan KUHP memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan UU lainnya. RUU KUHP nantinya direncanakan akan menghasilkan kitab kodefikasi dengan 800 pasal yang berisi isu krusial.
Sementara itu, Zainal Abidin, Deputi II Elsam, mengatakan pembahasan revisi KUHP oleh pemerintah dan DPR harus memberikan akses yang seluas-luasnya kepada publik.
Cara itu dapat menghilangkan kecurigaan publik terhadap upaya memasukkan kepentingan kelompok tertentu dalam pembahasannya.
“Muatan substansi KUHP yang cukup berat dan memiliki banyak pasal, mengharuskan pembahasannya dilakukan secara terbuka, agar publik bisa mengawasi,” ujarnya.
Zainal juga menyebutkan pembahasan revisi KUHP harus difokuskan di Gedung DPR, sehingga masyarakat dapat mengikuti seluruh pembahasannya.
Selama ini, substansi RUU kerap juga dibahas di hotel berbintang yang tidak memberikan akses kepada pengawasan publik.
Sumber: Kabar24.com