Terkait dengan UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), pemerintah masih memiliki kewajiban untuk membentuk 6 PP dan 2 Perpres. Pemerintahan Presiden SBY dianggap gagal untuk melakukan pembahasan dengan baik sehingga belum satupun peraturan pelaksana yang disahkan oleh Presiden SBY. Saat ini, pemerintahan Presiden Jokowi ditantang untuk dapat menelurkan peraturan pelaksana dari UU SPPA, dengan terbuka dan partisipatif, sesuatu yang tidak dicapai dalam pemerintahan sebelumnya.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), menilai ada masalah serius terkait peraturan pelaksanaan dari UU SPPA, dari pemantauan yang dilakukan oleh ICJR, pembahasan-pembahasan yang melibatkan masyarakat sangat minim dan cenderung tertutup. Erasmus, Peneliti ICJR, menyebutkan bahwa problem terbesar dari pemerintah saat ini adalah kecenderungan dari pembahasan yang sangat tertutup, “Bahkan draft RPP SPPA tidak dapat diakses secara terbuka, tidak satupun dari situs pemerintah yang memuat draft tersebut” sebut Erasmus.
“Ketika draftnya saja susah untuk diakses, bagaimana masyarakat bisa turut ambil bagian” Erasmus menambahkan. Selain dari akses terhadap RPP SPPA yang sangat terbatas, masalah lain adalah pemerintah tidak melakukan update, sudah sejauh mana pembahasan telah dilakukan. “Isunya menjadi simpang siur, ada informasi yang menyatakan draft RPP sudah rampung namun belum disahkan Presiden, ada juga info lain yang menyatakan bahkan draft belum rampung dibahas”, Erasmus juga menyatakan “Ketidakpastian informasi menunjukkan seakan-akan pemerintah tidak serius”ujarnya.
Ketidakjelasan keberadaan RPP SPPA mengakibatkan ada keraguan terkait kualitas dari RPP SPPA, sebab pemerintah memiliki kewajiban untuk menyelesaikan seluruh peraturan pelaksana tersebut selambat-lambatnya 1 tahun setelah UU SPPA efektif diberlakukan, yaitu 31 Juli 2015. “Pemerintah mempertaruhkan kepentingan anak dengan kualitas RPP yang bisa jadi buruk karena pembahasannya juga tidak jelas” ucap Erasmus.
Erasmus menekankan bahwa jangan sampai Pemerintah mengambil resiko dengan mengesahkan RPP SPPA yang tidak jelas kualitas pembahasannya, Erasmus beralasan bahwa selama pembahasan tidak dilakukan secara terbuka dengan partisipasi luas, maka tidak ada jaminan pengaturan dalam RPP SPPA akan baik dan mengutamakan kepentingan anak.
Untuk itu, menurut Erasmus, ICJR menyerukan agar pemerintah segera membuka informasi terkait pembahasan RPP SPPA. ICJR menilai pemerintah bisa memulai dengan mengeluarkan informasi resmi terkait keberadaan RPP SPPA dan secara terbuka membuka kembali pembahasan RPP SPPA tersebut, untuk memastikan kualitasnya.