Komhukum (Jakarta) – Terbayang masa Soeharto berkuasa ketika pelanggaran HAM menjadi tontonan masyarakat. Pada saat itu pula kinerja intelijen dimaksimalkan. Semua hal yang berbau ancaman terhadap negara mesti diberantas.
Hakikatnya, hampir semua negara maju dan berkembang telah memiliki peraturan dan kewenangan atas kinerja intelijen. Hal ini dilakukan agar kinerja intelijen lepas dari pelanggaran yang HAM.Seperti yang dikatakan Anggara Swahju, peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), negara sekaliber Amerika pun memiliki aturan yang baku terhadap kinerja intelijen.
Bayangkan, negara adi daya itu memiliki kewajiban mengembalikan pencitraan pelaku yang menjadi korban salah sadap dari intelijen. “Hal ini juga yang harus menjadi bahan pertimbangan Komisi III DPR,” tambahnya usai diskusi di Galery Cafe TIM hari ini (25/3).
Terkait penyadapan menurut peneliti ICJR tu, harus ada undang-undang khusus yang mengatur tata cara penyadapan. “Penyadapan tidak boeh masuk RUU Intelijen,” tandasnya. Badan intelijen boleh melalukan penyadapan asal tunduk pada aturan hukum.
“Silahkan saja menyadap, tapi lembaga-lembaga intelijen itu harus tunduk pada undang-undang, dan tidak menggunakan aturan internal,” katanya.
Seperti diketahui jika Mahkamah Konstitusi juga telah mengeluarkan tiga putusan terkait penyadapan. Salah satunya putusan No. 006/PUU-1/2003 tanggal 30 Maret 2004 yang menegaskan bahwa hak privasi tidak dapat dikurangi dalam segala keadaan.
Selebihnya, putusan diatas juga menjelaskan jika proses penyadapan dan perekaman dapat dikeluarkan setelah diperoleh bukti-bukti otentik yang cukup. Sehingga MK menilai hingga saat ini belum ada pengaturan secara komprehensif mengenai penyadapan.
“Saya rasa kita wajib mengingatkan apa yang menjadi putusan MK diatas,” ujar Wahyudi Jafar, peneliti Elsam. (K-2/Hendro)
Arikel ini dimuat di