RKUHP dan Masa Depan Tindak Pidana Narkotika & Psikotropika
Penanganan peredaran gelap narkotika merupakan salah satu persoalan yang memerlukan pendekatan multi dimensi yang dilaksanakan secara terpadu. Pengalaman membuktikan, jika pendekatan penegakkan hukum saja yang dikedepankan pada dasarnya tidak akan memperoleh hasil yang maksimal. Yang terjadi malah membuka kemungkinan munculnya daftar panjang rekayasa kasus yang dilakukan oleh para penegak hukum. Rekayasa kasus pada dasarnya dapat muncul apabila memiliki dua kondisi yang terjadi secara bersamaan; pertama rumusan deliknya terlampau luas sehingga bisa ditafsirkan secara berbeda – beda, dan kedua sistem peradilan pidana yang minim fungsi pengawasan.
Upaya para perumus Rancangan KUHP untuk melakukan kodifikasi total hukum pidana mestinya dibarengi dengan melihat praktik – praktik penegakkan hukum yang selama ini terjadi. Khusus untuk penanganan peredaran gelap narkotika, para perumus R KUHP seharusnya mampu melihat dan membedah rumusan unsure deliknya secara kritis dan tajam utamanya dalam melihat secara kritis dampak penggunaa unsure delik yang tidak jelas sasarannya. Selain itu para perumus R KUHP juga harus mampu membedakan dengan baik antara penyalah guna, pelaku perdagangan gelap, dan pihak – pihak lain yang terlibat dalam peredaran narkotika secara gelap ataupun terang dan berijin.
Unsur – unsur delik pada tindak pidana narkotika dan psikotropika dalam RKUHP seperti unsur memiliki, menyimpan, menguasai, membeli, menerima, membawa atau mengangkut narkotika atau psikotropika tanpa hak atau melawan hukum dapat dilakukan oleh penyalahguna narkotika ataupun pelaku perdagangan gelap narkotika. Karena itu politik hukum dan perumusan delik narkotika dalam R KUHP perlu diberikan perhatian secara khusus agar tidak menimbulkan “korban” yang tidak perlu di masa depan
Unduh Disini
Artikel Terkait
- 17/01/2019 Tindak Pidana Narkotika dalam Rancangan KUHP: Jerat Penjara untuk Korban Narkotika
- 01/08/2016 Indonesia Lakukan Eksekusi Mati Ilegal
- 28/07/2016 Pemerintah Indonesia kembali mengulang kesalahan: 14 Terpidana Mati Di Kabarkan Masuk List Ekskusi Tahap III
- 30/10/2015 Fasilitas Baru Narapidana: “Perubahan atau Penyesuaian Sanksi Pidana” dalam Pasal 58 R KUHP
- 27/10/2015 Prinsip “lex superior derogat legi inferiori” harus digunakan, Seluruh Peraturan Daerah (Perda) Harus tunduk pada KUHP
Related Articles
ICJR Usulkan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan MA tentang Hukum Acara Praperadilan
Salah satu alasan yang mendesak untuk segera diadakan pembaharuan adalah persoalan mekanisme pengawasan dan kontrol terhadap upaya paksa yang dilakukan
Kebijakan Kemsetneg yang Menutup Akses Kepres Grasi Terpidana Mati Digugat di Komisi Informasi
Kepres Grasi terkait hukuman mati harusnya menjadi informasi publik yang terbuka, ICJR kecewa atas kebijakan Kementerian Sekretariat Negara Institute for
Menuju Penguatan Hak Korban dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Berupaya untuk menghadirkan perlindungan komprehensif bagi perempuan korban kekerasan dan korban kekerasan seksual, maka Komnas Perempuan berinisiasi menyusun draft RUU