Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyampaikan laporan hasil investigasi terhadap insiden meninggalnya 6 orang anggota Front Pembela Islam (FPI), di Tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020. Selama proses investigasi, Komnas HAM telah mencari berbagai bukti, menelusuri beragam informasi, meminta keterangan saksi-saksi yang terkait, serta melibatkan berbagai organisasi masyarakat sipil secara kontinyu, untuk mendapatkan pertimbangan yang holistik. Bahkan, Komnas HAM secara khusus mengikutsertakan masyarakat sipil sebagai observer independen dalam proses uji laboratoriom forensic (labfor) terhadap berbagai bukti yang terkait dalam proses investigasi.
Kami memandang proses investigasi Komnas HAM sudah sejalan dengan tugas dan kewenangan Komnas HAM, dalam pantauan kami, investigasi juga berjalan dengan terbuka dan informatif, sehingga hasil investigasi Komnas HAM atas peristiwa Jakarta-Cikampek dapat dipertanggungjawabkan independensinya dan memenuhi unsur tanggung gugat serta sesuai standar dalam kerangka UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Laporan Komnas HAM menjadi penting dalam upaya mengurai dan menemukan titik terang peristiwa yang terjadi di tengah berbagai kesimpangsiuran informasi yang berkembang di publik, serta mengungkap fakta-fakta seputar peristiwa secara lebih objektif, transparan dan akuntabel. Atas hasil investigasi Komnas HAM, Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil mendukung hasil investigasi Komnas HAM sepenuhnya. Hasil investigasi Komnas HAM, diharapkan dapat membuka tabir kebenaran materil dan formil atas insiden meninggalnya 6 anggota FPI yang menjadi tanda tanya besar di mata publik.
Dari laporan hasil investigasi yang dipaparkan Komnas HAM diketahui, bahwa keenam anggota FPI meninggal dunia dalam dua peristiwa yang berbeda, meski masih dalam satu rangkaian. Dua diantaranya meninggal tertembak ketika masih berada di dalam mobil Chevrolet Spin milik mereka, pada saat terjadi baku tembak antara anggota FPI dengan aparat kepolisian. Sedangkan empat lainnya meninggal tertembak di dalam mobil Daihatsu Xenia milik polisi, setelah Kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek. Selain itu, pada lokasi terjadinya rangkaian insiden tersebut, juga ditemukan sejumlah proyektil dan selongsong peluru, yang berdasarkan hasil uji balistik Komnas HAM, beberapa diantaranya ada yang identik dengan senjata api organik milik aparat Kepolisian, dan sebagian lain identik dengan senjata api rakitan yang diduga milik anggota FPI, yang telah disita Kepolisian.
Merespon hasil tersebut, proses pengungkapan dan akuntabilitas harus segera dilakukan, baik yang terkait dengan penembakan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap anggota FPI, dugaan kepemilikan senjata oleh anggota FPI, serta rangkaian peristiwa yang mengawalinya. Setiap tindakan yang diambil dan dilakukan oleh aparat kepolisian, meski dalam proses penegakan hukum sekalipun, harus sepenuhnya sesuai dengan standar hak asasi manusia. Hal itu berarti tindakanya musti sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, prosedur tetap internal kepolisian, serta harus terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, termasuk dalam penggunaan senjata api. Oleh karena itu, meninggalnya anggota FPI juga harus dapat dipertanggungjawabkan oleh Kepolisian. Sedangkan terkait dugaan kepemilikan dua senjata api oleh anggota FPI, sebagaimana ditemukan baik oleh kepolisian maupun hasil investigasi Komnas HAM, perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut, termasuk asal usul dan sumber senjata api tersebut. Dugaan kepemilikan senjata api oleh anggota laskar FPI merupakan salah satu masalah yang harus diungkap, selain juga rangkaian peristiwa yang melatarbelakangi dan mengawali terjadinya insiden tersebut. Temuan Komnas HAM, termasuk uji balistik yang telah dilakukan, dapat dijadikan petunjuk awal menemukan fakta-fakta lebih lanjut.
Lebih jauh, penting bagi semua pihak, baik pemerintah, kepolisian maupun masyarakat pada umumnya, untuk menghargai proses investigasi Komnas HAM, dan selanjutnya menjadikan hasil investigasi tersebut sebagai pijakan bersama, dalam proses akuntabilitas selanjutnya. Tegasnya, selain mendukung hasil investigasi tersebut, Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil juga meminta kepada pemerintah, khususnya Kepolisian untuk menindaklanjutinya secara transparan dan akuntabel setiap rekomendasi dari hasil investigasi Komnas HAM dimaksud. Tidak hanya proses hukum sebagaimana disinggung di atas, tetapi juga termasuk pembenahan prosedur tetap internal Kepolisian, untuk memastikan kerja-kerja Kepolisian yang sejalan dengan standar hak asasi manusia. Mekanisme pengawasan internal Kepolisian juga perlu diperkuat, terutama pengawasan dari dalam institusi Kepolisian, maupun pelibatan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), guna memastikan ketepatan prosedur dari semua kerja-kerja Kepolisian.
Jakarta, 8 Januari 2021
IMPARSIAL, PBHI, ELSAM, HRWG, ICJR, Setara Institute, PIL-Net Indonesia, LBH PERS, Institut Demokrasi dan Keamanan (IDeKa) dan KontraS