Baru – baru ini Menteri Komunikasi dan Informatika mengumumkan telah menyiapkan RUU Perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. RUU Perubahan UU ITE ini juga telah dilakukan harmonisasi dengankementerian dan lembaga terkait. Berdasarkan naskah resmi RUU Perubahan UU ITE ada beberapa perubahan yang dilakukan yang terkait juga dengan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi
Insitute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyambut gembira langkah Menteri Kominfo tersebut, mengingat janji revisi UU ITE sudah dilontarkan sejak 2009 dan baru 6 tahun kemudian janji tersebut mulai terlihat hasilnya.
Namun pada saat yang sama ICJR juga menyatakan kekecewaan dan keprihatinan yang mendalam terkait RUU Perubahan UU ITE tersebut. ICJR memandang RUU Perubahan UU ITE tidak memuat kemajuan yang berarti dan bahkan boleh dibilang RUU Perubahan UU ITE justru merupakan langkah mundur dari pemerintah terutama terkait dengan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi dan politik hukum pidana yang dianut oleh Pemerintahan Joko Widodo.
Ada beberapa alasan kenapa ICJR memandang bahwa RUU Perubahan UU ITE yang digagas oleh Menteri Kominfo merupakan kemunduran politik hukum pidana nasional Indonesia
Pertama, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menyampaikan secara resmi Rancangan KUHP (RKUHP) kepada DPR. Dalam rancangan tersebut, tergambar niat pemerintah secara kuat untuk melakukan kodifikasi total terhadap seluruh tindak pidana yang berada di luar KUHP. Dengan mencantumkan kembali tindak pidana – tindak pidana seperti penghinaan , kesusilaan, perjudian, kabar bohong dalam RUU Perubahan UU ITE tersebut, maka politik kodifikasi total dalam R KUHP yang diinginkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo justru semakin kabur dan tidak jelas
Kedua, UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pengaturan mengenai penahanan yang saat ini diwajibkan melalui ijin dari Pengadilan justru dihilangkan dalam RUU Perubahan UU ITE ini. Penghilangan ini juga tidak sejalan dengan semangat politik pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memperketat pengawasan terhadap upaya paksa dalam Rancangan KUHAP (RKUHAP). Penghilangan ini justru akan melanggengkan praktik – praktik penahanan yang sewenang – wenang yang saat ini kerap terjadi.
Ketiga, ketentuan Penyadapan dalam RUU Perubahan UU ITE justru membingungkan. Alih – alih berupaya mentaati putusan MK tentang Penyadapan yang terjadi justru RUU Perubahan UU ITE tidak menegaskan komitmen pemerintah untuk mengatur Penyadapan dalam Undang – Undang khusus sebagaimana diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi
Keempat, perumusan ancaman – ancaman pidana dalam RUU Perubahan UU ITE tidak memiliki basis yang jelas dan argumentasi yang solid. Sebagai contoh ketentuan tentang judi yang diatur dalam KUHP (303 dan 303 bis) diancam dengan pidana penjara 10 tahun sementara dalam UU ITE dan RUU Perubahan UU ITE ancamannya justru lebih rendah yaitu 6 tahun penjara.
Karena itu, ICJR mendesak agar Menteri Kominfo untuk menarik kembali naskah RUU Perubahan UU ITE dan ICJR juga meminta kepada Menkominfo untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam rencana perubahan UU ITE tersebut