Terjadi Pelanggaran Hukum Acara Yang Serius dalam kasus di PN Muara Bulian

Pada 19 Juli 2018 lalu, hakim pada Pengadilan Negeri Muara Bulian memutus perkara tindak pidana yang melibatkan anak. Seorang anak 15 tahun korban perkosaan harus divonis 6 bulan penjara karena melakukan aborsi kehamilan hasil perkosaan tersebut. Pelaku perkosaan yang merupakan kakak kandung korban yang juga masih berusia anak dipidana 2 tahun penjara. Dengan nomor perkara 5/Pid.Sus-Anak/2018/PN Mbn dan 4/Pid.Sus-Anak/2018/PN Mbn

Berdasarkan hasil penelurusan dalam Sistem Informasi Penelurusan Perkara PN Muara Bulian (SIPP) dan informasi yang dikumpulkan, ICJR mencermati terdapat banyak indikasi pelanggaran hukum acara yang serius dalam proses kedua kasus tersebut:

Pelanggaran Hak atas Bantuan Hukum yang Efektif dan Kredibel

Berdasarkan Pasal 56 KUHAP dan berdasarkan Pasal 23 UU SPPA bantuan hukum untuk anak harus tersedia setiap dan bersifat wajib. Menurut informasi yang berhasil dihimpun oleh ICJR, Penasihat Hukum bagi anak dalam kedua perkara tersebut sama. Padahal kepentingan keadilan atau interest of justice untuk kedua terdakwa jelas berbeda. Dengan demikian pembelaan yang efektif bagi masing-masing terdakwa dengan penasihat hukum yang berbeda tidak mungkin terjadi.

Penahanan terhadap anak korban perkosaan.

Kedua terdakwa yang masih anak, termasuk anak korban perkosaan selama proses persidangan ditahan, korban perkosaan jelas membutuhkan perlindungan dari trauma perkosaan yang dialaminya. Perlindungan untuk korban perkosaan jelas tidak akan terpenuhi jika korban ditahan.

Masa Pemeriksaan Yang Singkat

Masa persidangan sangat singkat, tidak ada agenda sidang yang menjamin hak terpidana terlindungi. Agenda sidang hanya terdiri: 1). Dakwaan, Pemeriksaan Saksi 2). Pemeriksaan Saksi dan Anak 3). Tuntutan Penuntut Umum 4). Pembacaan Putusan. Tidak ada agenda sidang pembelaan terdakwa. Padahal secara jelas dalam berdasarkan Konvenan Hak Sipil dan Politik, dan Hukum Acara Pidana yang diatur dalam KUHAP setiap terdakwa berhak atas proses pemeriksaan yang adil, berhak diberi waktu yang memadai untuk mempersiapkan pembelaan, berhak untuk membela dirinya sendiri, berhak untuk mendapatkan bantuan hukum yang efektif , berhak untuk mengajukan saksi yang meringankan. Dengan demikian, prinsip fair trial telah dilanggar dalam kasus ini.

Pelanggaran terhadap Perma No 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan dengan Hukum

Hakim dalam kedua perkara tersebut tidak memeriksa kasus secara hati-hati dengan tidak melihat secara holistik bahwa terpidana untuk nomor perkara 5/Pid.Sus-Anak/2018/PN Mbn adalah korban perkosaan. Padahal berdasarkan Perma No 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan dengan Hukum, hakim dalam mengadili harus menggali rasa keadilan untuk menjamin kesetaraan gender, perlindungan yang setara dan non diskriminasi. Korban harusnya mendapatkan perlindungan.

Walaupun diputus dengan nomer perkara berbeda, proses persidangan untuk kedua kasus ini dilaksanakan di hari, waktu dan tempat yang sama, padahal materi perkara jelas berbeda, dengan dakwaan berbeda, terkonfirmasi di tautan berikut (http://sipp.pn-muarabulian.go.id/index.php/detil_perkara#) dan (http://sipp.pn-muarabulian.go.id/index.php/detil_perkara#). Secara jelas, pemeriksaan tidak dilakukan dengan hati-hati dan serius.

Dari informasi yan berhasil dihimpun, ICJR mengindikasikan telah terjadi pelanggaran hukum acara yang serius, oleh karena itu ICJR meminta agar MA, Badan Pengawasan MA, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Yudisial untuk segera melakukan pemeriksaan.

Kami memahami, tidak semua orang orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda – bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal – usul, dan kebangsaan.

Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel

Klik taut bit.ly/15untukkeadilan 



Related Articles

ICJR: KOMNAS HAM dan Jaksa Agung Harus Segera Memanggil Agum Gumelar

Berdasarkan pantauan pemberitaan media, melalui video yang beredar, Agum Gumelar, salah satu anggota dewan pertimbangan presiden (Wantimpres) periode 2015-2019, menyatakan

Laporan Masyarakat Sipil untuk UPR Indonesia 2022 tentang Hukuman Mati

Pada hari Selasa, 29 Maret 2022 Koalisi untuk Hapus Hukuman Mati (Koalisi HATI) mengirimkan laporan gabungan untuk Universal Periodic Review