Catatan dan Rekomendasi ICJR Terhadap RUU Perubahan UU Terorisme

Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme, perdebatan tajam selalu terjadi antara upaya perlindungan hak asasi manusia dan upaya perlindungan keamanan nasional. Perdebatan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di masyarakat internasional
Terorisme memiliki dampak yang besar, yang mampu tidak hanya menciptakan ketakutan namun juga mendestabilisasi pemerintahan. Harus diakui pula jika terorisme juga berevolusi, ia mengadopsi berbagai cara baru untuk menyebarkan ketakutan kepada masyarakat. Dan Negara memiliki peran penting untuk memastikan perlindungan terhadap rasa aman bagi penduduk Negara tersebut. Karena itu Negara juga secara evolutif mengadopsi berbagai cara untuk menangani tindakan terorisme.
Beberapa tahun terakhir, upaya penanganan terhadap terorisme ternyata menjadi tantangan serius bagi perlindungan hak asasi manusia dan prinsip supremasi hukum. Beberapa Negara secara aktif membiarkan terjadinya penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang lainnya untuk melawan terorisme. Dan berbagai kerangka dan praktik yang tersedia untuk pencegahan penyiksaan pada saat yang sama juga diabaikan.
ICJR memandang, bahwa pemisahan secara diametral antara upaya perlindungan keamanan nasional dan perlindungan hak asasi manusia merupakan langkah yang tidak produktif. Upaya untuk menangani terorisme secara efektif dan secara bersamaan melindungi hak asasi manusia seharusnya merupakan tujuan yang saling melengkapi dan saling memperkuat sebagai bagian dari tujuan bersama dalam konteks pembangunan supremasi hukum di Indonesia
Karena itu ICJR juga memahami bahwa menyeimbangkan keamanan nasional dan perlindungan hak asasi manusia diperlukan sebagai respon terhadap kedaruratan umum. Namun, upaya ini tidak dapat membenarkan pembatasan hak – hak yang termasuk dalam kategori hak yang tidak dapat dibatasi (non derogable rights). Namun demikian, penting juga untuk dicatat dan dipahami bahwa hak atas peradilan yang bebas dan tidak memihak tidak boleh dibatalkan dalam keadaan apapun.
Upaya pembentukan hukum nasional dalam rangka pemberantasan terorisme juga harus menjadi perhatian dari masyarakat. Pemberantasan terorisme harus tetap diletakkan dalam rangka penegakkan hukum dalam konteks sistem peradilan pidana. Selain itu, penanganan korban kejahatan terorisme juga wajib menjadi pusat perhatian yang tidak boleh dilupakan.
Sejak 2016, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) telah secara aktif melakukan pemantauan terhadap proses pembahasan pembentukan RUU Perubahan UU No 15 Tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. ICJR juga mencatat dan memberikan berbagai rekomendasi terhadap para pemangku kepentingan untuk tetap memastikan berjalannya penegakkan hukum dalam kerangka sistem peradilan pidana.
Unduh Disini
Kami memahami, tidak semua orang orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda – bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal – usul, dan kebangsaan.
Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel
Klik taut berikut ini
Artikel Terkait
- 02/06/2016 ICJR Sampaikan Masukan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU Terorisme
- 12/02/2020 ICJR: Sebagai Negara Hukum, Pemerintah Harus Punya Opsi Lain Soal WNI Simpatisan ISIS
- 20/01/2019 ICJR: Presiden Harus Lakukan 3 Langkah Penting Lainnya terkait dengan Rencana Pembebasan Abu Bakar Basyir
- 30/10/2018 Catatan dan Rekomendasi ICJR atas 9 RUU Terkait Kebijakan Pidana dalam Program Legislasi Nasional 2019
- 13/05/2018 ICJR : Korban Harus Diutamakan dalam Teror Bom di Surabaya
Related Articles
Pertanggungjawaban Korporasi dalam Rancangan KUHP
Di Indonesia kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana saat ini secara khusus baru diakui dalam Undang-Undang yang mengatur tindak pidana
Parliamentary Brief #1: Tindak Pidana Penghinaan dalam Rancangan KUHP
Saat ini pemerintah telah menyelesaikan Rancangan KUHP yang telah dibahas di tim pemerintahselama 49 tahun. Rancangan KUHP yang dihasilkan oleh
Delik Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan Ditinjau dari Hak Asasi Manusia
Oleh: Ifdhal Kasim Pengantar Kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat strategis dalam menompang jalan dan bekerjanya