Pasca Bom Sarinah pada Januari 2016, Pemerintah menyatakan Indonesia membutuhkan perubahan terhadap UU Terorisme, dengan alasan untuk melindungi warga negara Indonesia. Saat ini RUU Terorisme bahkan telah direncanakan dalam masa sidang IV Tahun 2016 DPR untuk segera diproses dalam pembahasan dengan Komisi III DPR.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), memberikan perhatian khusus kepada masalah korban terorisme yang tidak diberikan perhatian oleh pemerintah. RUU terorisme yang disusn oleh pemerintah tidak sedikitpun memberikan pengaturan yang memperkuat hak hak korban terorisme. Atas dasar itu maka ICJR meminta Pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa perspektif pemulihan korban tidak boleh terlupakan dalam pembahasan RUU Terorisme.
Berdasarkan monitoring ICJR, Penanganan Korban Terorisme selama ini tidak mendapatkan perhatian khusus, meskipun dalam berbagai Undang-undang hak korban terorisme telah tercantum. Salah satu persoalan mendasar adalah dikarenakan prosedur yang begitu memberatkan korban. Kondisi ini terjadi menyeluruh, dari mulai bantuan medis psikologis sampai yang paling susah untuk didapatkan yaitu Kompensasi.
Untuk Kompensasi misalnya, dari banyaknya pengadilan atas tindak pidana terorisme yang terjadi di Indonesia, hanya dalam kasus JW Marriot hakim mengamanatkan pemberian kompensasi bagi korban, sisanya kompensasi kepada korban di kasus terorisme lain, sama sekali tidak ada.
Perlu digaris bawahi seharusnya pemberian kompensasi bagi korban haruslah bersifat segera, tanpa harus terlebih menunggu putusan pengadilan, sebab kompensasi jelas merupakan tanggung jawab Negara lewat pemerintah. Namun aturan yang ada saat ini baik di UU LPSK maupun UU Terorisme tidak efektif, kedua aturan ini menyamakan prosedur kompensasi sama dengan restitusi yang bergantung dengan putusan pengadilan, yang mana jelas merugikan korban.
Kondisi yang sama juga terjadi pada bantuan medis dan psikologis, meskipun dalam praktik sudah lebih terlihat, namun dalam sistem yang saat ini dibangun tidak ada sinergitas yang menimbulkan skema yang lebih efektif dan mudah serta segera terkait bantuan bagi korban ini. Dari pengamatan ICJR, dalam banyak kasus, masing-masing institusi seakan memiliki kanal masing-masing untuk bantuan ini. Hal ini walaupun terlihat cukup baik, namun dalam skema bantuan jangka panjang, akan ditemukan kendala serius seperti persoalan siapa institusi yang paling bertanggungjawab untuk menyediakan bantuan ini, bagaimana mekanisme pembiayaan dan lain sebagainya.
ICJR memandang, dari dua isu utama itu saja, terlihat kekurangan berarti yang dimiliki oleh UU Terorisme saat ini dalam hal pemulihan korban. Atas dasar itu, ICJR mengingatkan Pemerintah dan DPR agar tidak melupakan aspek korban dalam perubahan UU Terorisme. ICJR memahami bahwa aspek pencegahan dan penegakan hukum tindak pidana terorisme adalah hal yang penting, namun ICJR mendorong agar Pemerintah dan DPR juga memperhatikan dengan serius hak korban yang merupakan orang-orang yang mendapatkan langsung dampak dari kejahatan terorisme.