Pada 27 April 2022, ICJR menyelenggarakan webinar series “Penguatan Prinsip Fair Trial dalam Kasus Hukuman Mati” dalam rangka meluncurkan dua penelitian sebagai rekomendasi pengaturan jaminan hak-hak fair trial pada kasus pidana mati ke depan. Dalam webinar series ini, ICJR meluncurkan penelitian pada seri 1 webinar yang secara spesifik mendiskusikan “Pertimbangan Penting Hakim dalam Kasus Hukuman Mati”, dan seri 2 membahas soal rekomendasi untuk Mendorong Pengaturan Khusus Hak-Hak Fair Trial Terpidana Mati dalam RKUHAP.
Sebagaimana diketahui, saat ini jaminan terhadap perlindungan berbagai hak-hak tersangka/terdakwa yang terancam pidana mati dalam KUHAP belum mengakomodir standar jaminan hak-hak fair trial sebagaimana yang diatur dalam standar perlindungan HAM internasional. Tidak ada pengaturan yang lebih ketat dalam hukum acara pidana untuk orang yang diancam dengan pidana mati. Upaya pembaruan hukum acara pidana melalui RKUHAP juga masih belum menerapkan standar perlindungan HAM yang lebih tinggi dalam mengadili kasus pidana mati. Berkaca pada hal tersebut, ICJR berupaya untuk mendorong perlindungan hak-hak fair trial yang lebih ketat dalam kasus hukuman mati dengan menyusun penelitian tentang pertimbangan-pertimbangan penting Majelis Hakim dalam kasus hukuman mati dan penelitian tentang rekomendasi pengaturan hak-hak khusus bagi orang yang terancam pidana mati untuk perubahan KUHAP.
Dalam diskusi seri 1 yang membahas pertimbangan-pertimbangan penting hakim dalam kasus hukuman mati, ICJR mengundang Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pemalang, Guntoro Eka Sekti dan tim perumus RKUHP dan akademisi FH UI yaitu Prof. Harkristuti Harkrisnowo untuk memberikan pandangan dan tanggapan terhadap riset ICJR untuk memperketat perlindungan hak-hak fair trial dalam kasus pidana mati. ICJR juga mengundang Alex Argo Hernowo yang berpengalaman mendampingi kasus pidana mati untuk memberikan pengalamannya dalam memberikan pendampingan hukum bagi terdakwa yang berhadapaan dengan pidana mati selama proses peradilan. Diskusi pada sesi ini dipandu oleh Astriyani, Koordinator Tim Asistensi Pembaruan Peradilan MA RI.
Pada diskusi seri 2, isu yang spesifik dibahas yakni aspek-aspek pengaturan yang perlu diakomodir dalam RKUHAP, yakni sebanyak 12 aspek dengan standar perlindungan hak-hak fair trial yang lebih tinggi dalam mengadili orang-orang yang terancam pidana mati. Dalam diskusi ini, ICJR secara khusus mengundang Wakil Ketua MPR dan Anggota DPR RI Komisi 3 Arsul Sani yang juga merupakan koordinator rancangan KUHAP dari pihak DPR. Selain itu, diskusi ini juga mengundang Asmin Fransiska, Ahli HAM Internasional dan Akademisi Universitas Atmajaya Jakarta untuk memberikan tanggapan mengenai standar perlindungan HAM internasional dalam kasus hukuman mati, serta mengundang praktisi advokat dan pengajar STH Indonesia Jentera, Ichsan Zikry yang membahas soal aspek-aspek hukum acara pidana Indonesia dan pengalamannya dalam melakukan pendampingan hukum.
ICJR juga berkomitmen untuk menyediakan informasi secara sistematis terkait kasus-kasus hukuman mati melalui sebuah Database Hukuman Mati yang berisi data/informasi terkait perkara, kasus, dokumen putusan dan grasi, publikasi penelitian, dan artikel-artikel perkembangan diskursus pidana mati. Harapannya, database ini dapat mendorong lebih banyak penelitian ilmiah dan advokasi kebijakan terkait pidana mati di Indonesia, maupun sebagai sumber untuk penelusuran kasus (case tracking) yang pernah dijatuhi hukuman mati di Indonesia. Database tersebut telah resmi diluncurkan dan dapat diakses oleh publik melalui link: hukumanmati.id.
Secara garis besar, dari kegiatan webinar dan penelitian-penelitian ini, kami merekomendasikan kepada para pembuat kebijakan yakni Pemerintah dan DPR untuk:
1. Dalam RKUHAP harus diadopsi 12 aspek pengaturan hak-hak fair trial khusus dalam mengadili kasus pidana mati sejak tahap awal proses peradilan (penyidikan) dengan standar jaminan perlindungan HAM yang lebih tinggi termasuk hak-hak terpidana mati selama masa tunggu hingga menjelang eksekusi untuk mencegah terjadinya pelaksanaan eksekusi secara sewenang-wenang;
2. Dalam RKUHP, memastikan mekanisme pemberian komutasi/perubahan hukuman bagi terpidana mati dilakukan secara otomatis tidak perlu dicantumkan dalam putusan pengadilan, bagi semua terpidana mati yang memenuhi kriteria penilaian oleh lapas dan tidak dieksekusi selama kurun waktu yang ditentukan (10 atau 5 tahun), dan memastikan ketentuan tersebut berlaku juga bagi yang saat ini berada dalam masa tunggu;
3. Menyusun pedoman pemidanaan secara khusus untuk membatasi penjatuhan pidana mati yang lebih konsisten dengan merujuk pada aspek-aspek yang selama ini menjadi pertimbangan hakim ketika mengadili kasus pidana mati, termasuk melakukan upaya untuk penguatan dari segi pengaturan pelaksana ketika RKUHP nanti disahkan.
Untuk membaca lebih lanjut penelitian Buku Saku “Menimbang Nyawa: Pertimbangan Penting Hakim dalam Kasus Hukuman Mati”, silakan mengakses link berikut:
https://icjr.or.id/wp-content/uploads/2022/04/Menimbang-Nyawa-Buku-Saku-Pertimbangan-Pertimbangan-Penting-Pengadilan-dalam-Kasus-Hukuman-Mati.pdf
Untuk membaca lebih lanjut penelitian “Mendorong Pengaturan Hak-Hak Fair Trial Khusus Bagi Orang yang Berhadapan dengan Pidana Mati dalam RKUHAP”, silakan mengakses link berikut:
https://icjr.or.id/wp-content/uploads/2022/04/Mendorong-Pengaturan-Hak-Hak-Fair-Trial-Khusus-Bagi-Orang-yang-Berhadapan-dengan-Pidana-Mati-dalam-RKUHAP.pdf
Untuk membaca lebih lanjut Metodologi Pengumpulan Database Hukuman Mati Indonesia, silakan mengakses link berikut:
https://icjr.or.id/wp-content/uploads/2022/04/Database-Hukuman-Mati-Indonesia.pdf
Jakarta, 27 April 2022
Hormat Kami,
Erasmus A. T. Napitupulu
Direktur Eksekutif ICJR