Dugaan adanya rekayasa kasus tidak boleh diabaikan karena tekanan public
RAI, adalah satu – satunya terdakwa anak dalam kasus kekerasan seksual yang menimpa EF, seorang buruh di Tangerang. Berdasarkan keterangan Kejaksaan Negeri Tangerang ada tiga orang yang akan diajukan ke Persidangan termasuk RAI yang masih berusia 15 tahun. Persidangan RAI dimulai sejak Selasa 7 Juni 2016 dan telang berlangsung secara marathon. Dalam persidangan ini, RAI diajukan dan didakwa telah melakukan kejahatan berdasarkan ketentuan Pasal 340 dan Pasal 339 KUHP.
Dalam proses persidangan, muncul pengakuan dari Terdakwa bahwa dirinya telah dipaksa dan disiksa untuk mengakui kejahatan – kejahatan yang tidak dilakukan dan dipaksa untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Terhadap pengakuan terdakwa bahwa telah terjadinya penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta agar Pengadilan Negeri Tangerang memeriksa secara cermat dan berhati – hati terhadap seluruh alat bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum ke persidangan. ICJR mendesak agar PN Tangerang tidak menutup kemungkinan terjadinya miscarriage of justice atau rekayasa kasus dalam perkara ini, karena itu pemeriksaan alat bukti termasuk keterangan saksi – saksi dan ahli harus dihadirkan dan diperiksa secara cermat.
ICJR mengingatkan pada sejak pada tahap pemeriksaan seorang anak dalam proses peradilan pidana, maka anak – anak yang tersangka memiliki hak – hak yang tak dapat dikurangi sejak saat ditangkap hingga diproses di Pengadilan yang dijamin dalam KUHAP, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dan hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, yaitu:
- Hak untuk dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya di persidangan
- Hak untuk segera diberitahukan dakwaan terhadapnya
- Hak untuk tetap diam/tidak menjawab pertanyaan
- Hak untuk didampingi orang tua/wali
- Hak untuk didampingi oleh Advokat yang kompeten
- Hak untuk mengajukan pertanyaan termasuk melakukan pemeriksaan silang terhadap seluruh saksi – saksi
- Hak untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa adanya rasa takut
- Hak untuk tidak disiksa dan diperlakukan secara sewenang – wenang; serta
- Hak untuk mendapatkan proses peradilan yang jujur dan adil
Pengabaian terhadap hak – hak tersebut, dapat berakibat serius dan membuka kemungkinan besar terhadap terjadinya peradilan sesat. Dan implikasinya terhadap anak sangat serius apabila dugaan adanya peradilan sesat ini tidak ditanggapi dengan serius oleh Pengadilan, karena kebebasan anak dapat mudah terenggut dan sekaligus menimbulkan stigma sosial di masa depan
Oleh karena itu ICJR berharap agar PN Tangerang dapat secara arif memeriksa dengan cermat dan hati – hati terhadap seluruh bukti yang dihadirkan di persidangan dan kalau perlu, sesuai dengan ketentuan KUHAP, Pengadilan berwenang untuk memanggil ahli independen yang keterangannya diperlukan oleh Pengadilan