Pasal 27 ayat (3) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali memakan korban. Kali ini, Benny Handoko, Terdakwa kasus penghinaan akhirnya divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun. Vonis majelis hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu melakukan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik seperti yang diatur dalam pasal 27 ayat 3 Jo pasal 45 ayat 1 UU ITE dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan selama 2 tahun.
ICJR merasa bahwa kasus Benny Handoko atau yang lebih dikenal dengan nama Benhan, merupakan peringatan atas ancaman kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia.
Anggara, Ketua Badan Pengurus ICJR, menyesalkan diprosesnya laporan pidana atas Benny Handoko yang diduga melanggar Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Karena untuk kasus – kasus penghinaan pada dasarnya dapat digunakan mekanisme perdata ketimbang mekanisme pidana. Mekanisme pidana mestinya menjadi ultimum remidium yang digunakan untuk memproses sebuah kasus penghinaan.
Anggara menyatakan bahwa penggunaan jalur pidana yang nantinya akan bermuara pada penjatuhan pidana hanya akan menimbulkan iklim ketakutan dalam masyarakat, dan secara masif berpotensi membatasi hak asasi manusia khususnya kebebasan berekspresi yang telah dijamin dalam konstitusi negara.
Anggara lebih lanjut menegaskan bahwa sebagai salah satu Negara pihak dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Indonesia seyogianya mengikuti Komentar Umum No 34 dari Pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang telah menegaskan bahwa penjatuhan pidana penjara dalam perkara penghinaan adalah bentuk sanksi yang tidak sesuai dengan ketentuan HAM Internasional, maka secara relevan penggunaan jalur pidana juga menunjukkan inkonsistensi Indonesia dalam memenuhi komitmen-komitmen Internasionalnya.
ICJR juga menagih janji pemerintah untuk merevisi UU ITE terutama untuk menghilangkan ketentuan – ketentuan yang menduplikasi ketentuan – ketentuan pidana yang sudah diatur dalam KUHP. Selain itu, ICJR juga menyerukan kepada Mahkamah Agung untuk segera mengeluarkan edaran untuk menghentikan penggunaan pidana penjara oleh Pengadilan dalam kasus – kasus penghinaan. ICJR juga mendesak kepada Pemerintah dan DPR agar ketentuan – ketentuan penghinaan dalam Rancangan KUHP ditiadakan