Penempatan Tersangka Berekspresi Gender Perempuan di Sel Laki-laki: Beresiko Tinggi dan Tidak Manusiawi!
Dalam informasi yang dihimpun ICJR, pada 21 November 2020, pihak kepolisian melakukan penangkapan kepada M seorang publik figur yang memiliki ekpresi gender perempuan atas dugaan kasus tindak pidana narkotika. Kemudian, pada Senin, 23 November 2020, M dinyatakan ditahan di sel laki-laki di Polres Pelabuhan Tanjung Priok karena alasan sesuai keterangan di KTP.
ICJR mengkritik keras aparat penegak hukum yang tidak memperhatikan kebutuhan khusus dan resiko keamanan yang dimiliki M yang memiliki ekpresi gender perempuan, seharusnya M diperlakukan sebagai perempuan, dan kebutuhan ini harusnya dipahami aparat yang melakukan seluruh tindakan berdasar instrumen hukum dan Hak Asasi Manusia. Menahan M di tempat laki-laki jelas memberikan resiko keamanan pada M, resiko terjadinya stigma, pelecehan hingga kekerasan, potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia yang tidak terhindarkan.
Lebih lanjut ICJR juga sangat menentang perlakuan Aparat Penegak Hukum dalam kasus ini. Kasus ini adalah kepemilikan narkotika untuk konsumsi pribadi, tidak memerlukan intervensi penahanan ataupun pemenjaraan. Dalam kerangka hukum pun M seharusnya tidak serta merta ditahan karena adanya resiko penularan covid-19. Penahanan harus dilakukan limitatif, kasus penggunaan narkotika untuk konsumsi pribadi harus selalu dijauhkan dari penahanan dan pemenjaraan.
Artikel Terkait
- 22/06/2020 Satu Lagi, Reyndhart Rossy N. Siahaan Korban Kampanye Buta Anti Narkotika Pemerintah Indonesia
- 15/06/2020 ICJR, IJRS, LBH Masyarakat dan LeIP Kirimkan Amicus Curiae ke Pengadilan Negeri Kupang untuk Perkara Reyndhart Rossy N. Siahaan dengan judul “Ganja Untuk Kesehatan Bukan Kejahatan”
- 02/11/2018 Menentukan Arah Kebijakan Narkotika: ICJR Dorong Pemerintah untuk Menggunakan Pendekatan Berbasis Bukti dalam Perubahan UU Narkotika
- 28/11/2017 Memperkuat Revisi Undang-Undang Narkotika Indonesia
- 01/08/2017 Kasus Fidelis: ICJR Sampaikan Pendapat Hukum kepada PN Sanggau
Related Articles
Fasilitas Baru Narapidana: “Perubahan atau Penyesuaian Sanksi Pidana” dalam Pasal 58 R KUHP
UU Pemasyarakatan No. 12 Tahun 1995 telah memberikan landasan hukum ke arah politik kriminal modern dengan mengubah paradigma dari pembalasan
ICJR Minta DPR dan Pemerintah untuk Menghapus Pasal Penghinaan Presiden dalam RUU Hukum Pidana
Upaya Menghidupkan Pasal Penghinaan Presiden adalah upaya mengembalikan watak kolonial dan menumbuhkan kanker demokrasi. Pada Rabu 30 Mei 2018, Pemerintah
ICJR Minta DPR Panggil Mahkamah Agung Terkait Masalah Peninjauan Kembali dan Administratsi Peradilan Terpidana Mati
Pada Mei 2015, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali melontarkan kritik keras terhadap sistem administrasi di pengadilan tingkat pertama, hal