Matraman, Wartakota -Institute for Criminal Justice Reform (ICR) yang baru saja mengadakan kajian khusus tentang Kondisi Anak Pelaku Tindak Pidana di Jakarta dengan berbasis pada Putusan Pengadilan Negeri se-Jakarta tahun 2012 memperoleh sejumlah temuan yang menunjukkan bahwa dunia peradilan di Indonesia sangat tidak ramah anak.
Oleh karena itu dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, ICJR selain memberikan refleksi atau catatan tentang dunia peradilan anak di Indonesia juga menyampaikan sejumlah rekomendasi.
Pertama, Sistem peradilan pidana anak merupakan bagian dari akar persoalan berbagai kondisi miris yang kerap muncul di masyarakat selama ini.
ICJR, yang mendasarkan kajian itu 115 putusan PN se-Jakarta yang melibatkan 146 anak sepanjang tahun 2012 itu mencatat, tidak mendukungnya sistem untuk memperlakukan anak sebaik mungkin, termasuk saat mereka berada di depan hukum. Hal ini dipastikan akan diikuti dengan problem lain yang mengekor di belakangnya.
Oleh karena itu, tegas ICJR, dalam situasi transisi seperti saat ini atau setahun sebelum berlakunya UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA, segenap pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana anak harus didorong sejak saat ini untuk lebih sensitif terhadap kondisi anak.
“Langkah ini merupakan bagian dari penyiapan efektivitas agar persoalan yang selama ini terjadi dapat dibenahi dengan baik di masa mendatang,” kata Sufriadi, Peneliti sekaligus Manager Program ICJR dalam Catatan ICJR terkait hasil kajian khusus mereka.
ICJR juga menyebutkan kondisi yang sedang berlangsung hingga saat ini sebagai gambaran terburuk dalam komitmen negara-bangsa ini dalam melindungi anak. Problem ini tersebar di seluruh pihak yang ikut dalam proses peradilan pidana anak.
“Dari sisi pendampingan, penguatan peran, fungsi dan kepekaan pendampingan anak oleh pihak-pihak terkait harus dilakukan secara terus menerus, terutama oleh keluarga, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan sebagai bagian upaya perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum,” demikian bunyi butir kedua rekomendasi ICJR.
Lebih detail, lanjut ICJR, saat ini kondisi buruk yang dihadapi anak-anak saat berhadapan dengan hukum dalam posisi sebagai tersangka/terdakwa merupakan akibat aparatur penegak hukum masih berkutat pada prioritas untuk membatasi dan merampas kemerdekaan anak melalui tindakan penahanan dan pemenjaraan.
“Ini tidak berbeda dengan paradigma aparatur penegak hukum dalam menangani perkara pidana orang dewasa. Terhadap hal ini, kami sangat mendorong agar setiap institusi penegak hukum untuk melakukan evaluasi terkait penahanan, penuntutan, penjatuhan hukuman dan segala bentuk perlakuan hukum terhadap anak yang harus berorientasi pada kepentingan dan perlindungan hak asasi anak,” kata Sufriadi.
Untuk mengefektifkan hal ini dan dalam rangka mengefektifkan ketentuan-ketentuan sebagaimana sudah direvisi oleh UU SPPA, ICJR meminta bahwa kini sudah saatnya para penegak hukum dan pihak lain yang terlibat dalam proses peradilan anak menempuh beberapa alternatif dalam menangani perkara pidana anak. Termasuk di dalamnya adalah penyelesaian di luar jalur formal (diversi) dan memperketat kebijakan untuk menghindari hal-hal yang merugikan masa depan anak.
“Bahwa meskipun studi ini terbatas pada putusan PN di Jakarta, namun dapat dijadikan sebagai gambaran umum kondisi anak pelaku tindak pidana di Indonesia,” ujar Sufriadi mengakhiri catatan ICJR.
Sumber: wartakota