Kementerian Hukum dan HAM(Kemenkumham) pada 12 Juli 2013menerbitkan Surat Edaran bagi Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum HAM tentang pemberian remisi bagi narapidana. Surat itu merupakan penjelasan atas PP Nomor 99 tahun 2012berisi Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Surat itu dikeluarkan oleh Menkum HAM di tengah polemik PP nomor 99 tahun 2012 yang mengatur pengetatan remisi bagi narapidana. Surat itu dibuat 4 hari setelah rusuh di LP Tanjung Gusta, Medan, yang menewaskan 5 orang.
Ketetuan surat edaran tersebut menyatakan “….Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 diberlakukan bagi narapidana yang putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah tanggal 12 November 2012” maka akibatnya seluruh narapidana yang remisinya harus diatur dalam ketentuan PP 99 tahun 2012 yang putusan tetapnya sebelum tanggal 12 November 2012 tidak di berlakukan. Hal Ini akan menimbulkan konsekuensi serius atas pelaksanaan remisi karena akan terjadi dualisme pelaksanaan Remisi.
Akibatnya kebijakan pengetatan remisi terhadap koruptor berdasarkan pasal 34A PP 99 tahun 2012, oleh surat edaran ini dipotong sehingga pengetatan remisinya menjadi terbatas hanya bagi narapidana putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah tanggal 12 November 2012.
Sedangkan bagi narapidana sebelum tanggal 12 November 2012 berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata CaraPelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
ICJR dan ICW menolak kebijkan ini dan kemudian mengajukan Judicial Review atas regulasi tersebut di Mahkamah Agung RI.
Unduh Disini