[RILIS KOALISI] Komitmen Pembahasan RUU Perampasan Aset: Sebuah Janji yang Berulang

Gelombang aksi yang dilakukan pada 25-31 Agustus 2025 menghasilkan tuntutan yang beragam dari masyarakat. Mulai dari penyesuaian tunjangan DPR yang terlalu jomplang, tuntutan reformasi hukum, sampai tuntutan pemecatan beberapa pejabat yang telah mencederai hati masyarakat. Tuntutan ini disampaikan pada 1 September 2025 yang bernama 17+8 Tuntutan Rakyat. Salah satu tuntutan yang disampaikan adalah untuk segera mengesahkan dan menegakkan UU Perampasan Aset Koruptor.

Presiden Prabowo dan DPR RI beberapa kali menyinggung komitmennya untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset. Setidaknya komitmen ini disebutkan sejak masa kampanye, yang kemudian diucapkan kembali pada Hari Buruh 1 Mei 2025. Setelah itu, pada 25 Mei 2025 lalu, Ketua DPR RI menyampaikan bahwa RUU Perampasan Aset akan dibahas setelah merampungkan pembahasan RKUHAP. Padahal, RKUHAP dan RUU Perampasan Aset sangat mungkin dibahas beriringan, sebab RKUHAP dan RUU Perampasan Aset sangat berkaitan satu dengan yang lain.

Di 2023 sendiri, RUU Perampasan Aset pun masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023. Namun hingga diselenggarakannya Pemilu 2024, RUU Perampasan Aset nihil pembahasan. Setelah pergantian Presiden hingga anggota DPR, RUU ini hanya masuk di Prolegnas Jangka Menengah. Pasca rapat evaluasi Prolegnas bersama Badan Legislasi DPR dan Panitia Perancang Undang-Undang DPR akhirnya disepakati bahwa RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. Sehingga, RUU Perampasan Aset yang semula masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah, kini disepakati masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.

Berdasarkan hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

DPR wajib untuk segera membahas RUU Perampasan Aset dengan tetap mempertimbangkan partisipasi bermakna. DPR tidak boleh melakukan pembahasan RUU Perampasan Aset dengan terburu-buru, tanpa melibatkan seluruh elemen masyarakat sipil. Pembahasannya pun tidak boleh serampangan. Selain itu, DPR juga harus transparan dan membuka seluas-luasnya informasi mengenai perkembangan pembahasan RUU Perampasan Aset. Terlebih, sejak disepakatinya RUU Perampasan Aset menjadi Prolegnas Prioritas 2025, tersisa kurang lebih hanya 4 (empat) bulan sebelum 2026. Jika lewat dari tenggat waktu, maka terdapat potensi RUU Perampasan Aset kembali mengawang tidak terbahas. Sehingga, naskah akademik dan draf RUU yang semula sudah disusun di periode sebelumnya tidak perlu dirombak secara keseluruhan maupun diulang dari awal. Selain untuk menghindari proses yang terlalu lama, terdapat kekhawatiran bahwa RUU Perampasan Aset malah disusun hanya untuk kepentingan elit dan menghilangkan esensi dari upaya perampasan aset itu sendiri.

Pembahasan RUU Perampasan Aset harus dibahas bersamaan dengan RKUHAP. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih aturan yang menyebabkan ketidakpastian hukum. Sebab, setidaknya terdapat beberapa hal antara RUU Perampasan Aset dengan RKUHAP yang bersinggungan. Di antaranya kewenangan penegak hukum, status aset hasil tindak pidana, dan lain sebagainya. RKUHAP saat ini pun masih memiliki banyak catatan, sehingga jika tidak memungkinkan untuk disahkan pada tahun 2025 setidaknya pembahasan harus terus bergulir dengan tetap mementingkan partisipasi yang bermakna.

Terdapat beberapa isu yang wajib untuk dibahas oleh DPR, termasuk namun tidak terbatas pada:

  1. Kualifikasi APH dan lembaga pengelola aset

Kewenangan Kejaksaan RI sebagai lembaga pengelola aset masih menjadi perdebatan. Sebab, Kejaksaan RI memiliki kewenangan yang terlalu luas dalam hal pengelolaan aset, termasuk dalam penyimpanan, pengamanan, hingga pemanfaatan dan pengembalian. Perlu ada jaminan pengawasan pengelolaan aset yang dilakukan oleh Kejaksaan RI agar nilai aset tidak berubah terlalu drastis.

  1. Aturan mengenai unexplained wealth order

Unexplained wealth atau harta yang tidak dapat dijelaskan sumbernya merupakan konsep dasar dari illicit enrichment atau pengayaan ilegal. Jika seorang pejabat publik memiliki harta yang melebihi dari pendapatan seharusnya dan tidak dapat dijelaskan asal dari harta tersebut, maka patut diduga harta tersebut adalah hasil dari suatu tindak pidana, misalnya suap atau gratifikasi. Sebetulnya, KPK sudah memiliki instrumen LHKPN yang dapat dijadikan sebagai dasar pengenaan pengayaan ilegal. Agar tidak hanya sebagai pemenuhan administratif belaka, LHKPN dapat digunakan untuk melihat kenaikan harta dari seorang pejabat. Unexplained wealth penting untuk diatur dalam RUU Perampasan Aset, sebab akan mempermudah pembuktian dugaan korupsi.

  1. Threshold jumlah aset yang dapat dirampas

Berdasarkan Pasal 6 RUU Perampasan Aset per April 2023, aset yang dapat dirampas bernilai paling sedikit Rp100.000.000 dan diancam dengan 4 tahun atau lebih. Batas ini penting untuk dibahas kembali untuk menyesuaikan dengan, misalnya, kondisi inflasi, nilai ekonomis, dan lain sebagainya.

  1. Mekanisme upaya paksa dan pengawasan terhadap upaya paksa

RUU Perampasan Aset sangat berkaitan dengan upaya paksa. Meskipun RUU Perampasan Aset tidak mengandalkan pemidanaan terhadap pelakunya, namun terhadap aset yang diduga hasil tindak pidana penyidik dapat melakukan pemblokiran maupun penyitaan. Kedua hal ini merupakan salah satu bentuk upaya paksa yang akan membatasi hak seseorang. Oleh sebab itu, mekanisme upaya paksa dalam RUU Perampasan Aset wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian, agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Mekanisme pengawasan juga harus diperhatikan. Misalnya dengan menggunakan sistem hakim komisaris atau hakim pemeriksa pendahuluan agar memastikan pelindungan hak warga negara.

  1. Sistem pembuktian dalam RUU Perampasan Aset

Model pembuktian yang dikenal dalam non-conviction based asset forfeiture adalah pembuktian yang diadopsi dari hukum acara perdata. Maka, perlu ditegaskan bahwa RUU Perampasan Aset mengadopsi sistem pembuktian terbalik. Karena bebannya bertumpu pada harta tersangka atau terdakwa, maka perlu ada mekanisme untuk memastikan jika secara nyata harta tersebut merupakan kepunyaan sah milik tersangka atau terdakwa.

Isu-isu tersebut tidak hanya terbatas pada substansi yang ada di dalam RUU Perampasan Aset, namun juga diatur dalam RKUHAP. Maka, RUU Perampasan Aset dan RKUHAP harus bersinergi dan selaras dengan tujuan pemulihan aset tindak pidana, bukan hanya sekadar ada atau malah menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Jakarta, 10 September 2025

 

Hormat Kami,

  1. Indonesia Corruption Watch
  2. Auriga Nusantara
  3. Institute for Criminal Justice Reform
  4. IM57+Institute
  5. Kaoem Telapak
  6. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
  7. Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Related Posts

  • 15 for Justice
  • Advokasi RUU
  • Dokumen Hukum
  • English
  • ICLU
  • Kegiatan
  • Law Strip
  • Media Center
  • Mitra Reformasi
  • Pengadaan
  • Publikasi
  • Rilis Pers
  • Special Project
    •   Back
    • Reformasi Defamasi
    • #diktum
    • Anotasi Putusan
    • Penyiksaan
    • Strategic Litigation
    • RKUHAP
    • Putusan Penting
    • advokasi RUU
    • Advokasi RUU
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    • Weekly Updates
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Kabar ICJR
    • ICJR di Media
    •   Back
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Peraturan
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Weekly Updates
Load More

End of Content.

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia

Scroll to Top