image001

[Rilis ICJR dan Rumah Cemara Memperingati “Nelson Mandela Day”] Jangan Lupakan Pemasyarakatan dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

It is said that no one truly knows a nation until one has been inside its jails.

A nation should not be judged by how it treats its highest citizens, but its lowest ones. 

– Nelson Mandela

Setiap tahun di tanggal 18 Juli diperingati sebagai Nelson Mandela Day, yang oleh PBB ditetapkan pula sebagai hari untuk mempromosikan kondisi pemenjaraan yang manusiawi dan mengingatkan masyarakat bahwa penghuni Rutan/Lapas adalah bagian dari masyarakat, serta untuk memberikan penghargaan terhadap pekerja Rutan/Lapas yang melakukan tugasnya. Dalam memperingati Nelson Mandela Day, ICJR kembali menyoroti kondisi Rutan/Lapas yang hingga hari ini masih jauh dari manusiawi dan mengingatkan bahwa Sistem Peradilan Pidana harus segera berbenah dengan tanpa meninggalkan pemasyarakatan.

Dalam riset ICJR berjudul “RKUHP Mengancam Lapas: Analisis Situasi Pemenuhan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan Dampak RKUHP Terhadap Penanggulangan HIV-AIDS dalam Lapas”, ICJR mencoba untuk melihat kondisi pemenuhan hak dasar WBP di Rutan/Lapas secara umum dan juga pemenuhan hak yang berkaitan dengan kebijakan penanggulangan HIV-AIDS. Riset yang dilakukan di 8 UPT Pemasyarakatan di DKI Jakarta ini mencoba menggali apakah Rutan/Lapas sudah memiliki kemampuan yang cukup untuk dapat mencegah terjadinya transmisi HIV-AIDS di Rutan/Lapas jika RKUHP yang mengkriminalisasi perilaku-perilaku berisiko terkait transmisi HIV disahkan. Kriminalisasi tersebut termasuk kriminalisasi hubungan seks konsensual yang akan menyasar baik bagi hubungan hetero atau homoseksual serta pekerja seks, dan kriminalisasi pengguna narkotika khususnya pengguna narkotika suntik. Catatan tambahan, kondisi itu akan diperparah dengan dipidananya promosi alat kontrasepsi secara terbuka.

Secara umum ditemukan potret pemenuhan hak-hak dasar WBP di 8 UPT Pemasyarakatan seluruh DKI Jakarta yang masih jauh dari apa yang disyaratkan. Hal ini, tentu saja tidak bisa dipisahkan dari fenomena overcrowding yang masih menghantui Rutan dan Lapas di seluruh Indonesia. Hak dasar atas akomodasi yang layak misalnya, tidak terpenuhi karena ditemukan WBP harus berbagi dengan 10 hingga 11 orang dalam ruang yang hanya sebesar 3×4 meter. Diskriminasi pun kerap terjadi karena penempatan WBP dipisahkan berdasarkan tindak pidana di beberapa UPT, sehingga blok untuk WBP yang terlibat kasus narkotika selalu lebih sempit dibandingkan tindak pidana lain, mengingat WBP kasus narkotika per per Juni 2020 menempati setidaknya 56,62% dari keseluruhan jumlah WBP. Tidak hanya itu, kebutuhan dasar yang paling penting lainnya seperti air minum pun ditemukan diberikan terbatas dengan menggunakan galon atau teko yang harus dibagi dengan rekan satu sel dengan jam pengambilan yang dibatasi hanya pada waktu makan. Riset ini bahkan menunjukkan adanya temuan dimana WBP hanya diberikan air hangat di dalam 1 termos untuk dibagi 10 orang dalam 1 sel setiap kali jatah makan. Temuan ini hanyalah sebagian kecil dari temuan lain berkaitan dengan hak-hak dasar WBP. 

Selain itu, terhadap hak WBP perempuan, ICJR menemukan secara umum hak dasar WBP perempuan situasi minim pemenuhannya sama dengan WBP laki-laki. Namun, temuan mengenai hak khusus seperti hak untuk memperoleh pembalut gratis yang dijamin oleh PP 32 Tahun 1999 dan Keputusan Dirjenpas No. 981 Tahun 2018, sama sekali tidak ditemukan di lapangan. WBP harus memenuhi sendiri kebutuhannya tersebut, dengan biaya pribadi. Menjadi mengkhawatirkan, ketika WBP tidak memiliki keluarga sehingga mengharuskan dirinya untuk bekerja secara mandiri di dalam Rutan/Lapas atau meminta kepada rekan WBP lain. Padahal, kebutuhan pembalut adalah kebutuhan dasar untuk perempuan dalam setting penjara yang secara alami mengalami menstruasi. 

Terkait kebijakan penanggulangan HIV-AIDS, berdasarkan riset ini dapat disimpulkan bahwa secara aturan tertulis, kebijakan yang ada sudah terlihat baik. Namun, implementasinya ternyata jauh dari harapan kebijakan. Penanggulangan HIV-AIDS di Rutan/Lapas masih dilaksanakan berbasis stigma dengan pendekatan hanya dititikberatkan pada pelarangan perilaku beresiko yang berlebihan seperti pelarangan berhubungan seks konsensual dan menggunakan narkotika, yang sejauh ini tidak efektif. Selain itu perawatan dan management ODHIV tidak sepenuhnya dijalankan. Misalnya saja, berkaitan dengan pencegahan HIV-AIDS melalui hubungan seksual, berdasarkan Pedoman Layanan Komprehensif HIV-AIDS & IMS di Lapas, Rutan dan Bapas yang disusun oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM RI, menjelaskan bahwa salah satu indikator kunci kinerja pengelolaan HIV, TB dan IMS HIV di lapas adalah dengan menyediakan dan mendistribusikan kondom, hal ini dilakukan untuk mengontrol dan sebisa mungkin mengawasi perilaku beresiko transmisi HIV-AIDS. Dalam praktik, kondom tidak ditemukan disediakan di 7 UPT, hanya 1 UPT yang menyediakan, penyediaan dilakukan dengan mekanisme pencatatan, yang dalam beberapa catatan mengakibatkan stigma dan pelanggaran hak atas privasi WBP. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan CD4 di Rutan/Lapas pun, sangat bergantung pada Suku Dinas Kesehatan Provinsi, yang pada saat riset ini dilakukan, sudah beberapa waktu tidak melakukan pemeriksaan CD4. 

Dari riset ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Rutan/Lapas masih belum memiliki kemampuan untuk secara umum memberikan pelayanan dan pembinaan bagi WBP, terlebih dalam kondisi untuk mencegah adanya transmisi HIV di dalam Rutan/Lapas. Dengan adanya RKUHP yang juga mengutamakan pendekatan kriminalisasi dengan pemenjaraan sebagai output-nya, maka akan menambah beban dan menyulitkan penanggulangan HIV-AIDS di Lapas.

Maka dari itu, berdasarkan riset ini ICJR dan Rumah Cemara memberikan beberapa rekomendasi terhadap Pemerintah dan DPR untuk:

  1. Dalam proses pembahasan RKUHP harus juga melihat Lapas sebagai korban dari sistem peradilan pidana yang punitif, bahwa pendekatan kriminalisasi perilaku beresiko ataupun mengkriminalisasi populasi kunci HIV membebani Lapas untuk melaksanakan pembinaan.

  2. Dalam pembahasan RKUHP harus menghapus pasal-pasal yang mengkriminalisasi perilaku beresiko HIV yang kontraproduktif dengan upaya penanggulangan HIV-AIDS di Rutan/Lapas

  3. Segera memperbaiki kebijakan dan implementasi pemenuhan kebutuhan dasar WBP. Termasuk memperbaiki implementasi penanggulangan HIV-AIDS di dalam Lapas. 

Unduh dokumen penelitian “RKUHP Mengancam Lapas: Analisis Situasi Pemenuhan Hak WBP dan Dampak RKUHP Terhadap Penanggulangan HIV-AIDS dalam Lapas” disini

Kami juga menyertakan publikasi infografis menggambarkan kondisi pemenuhan hak dasar WBP dan pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV-AIDs di Rutan dan Lapas hasil temuan lapangan kami di 8 UPT Pemasyarakatan di wilayah DKI Jakarta, di bawah ini.

    

 

Related Posts

  • 15 for Justice
  • Advokasi RUU
  • Alert
  • Dokumen Hukum
  • English
  • ICLU
  • Law Strip
  • Media Center
  • Mitra Reformasi
  • Publikasi
  • Special Project
  • Uncategorized
    •   Back
    • Reformasi Defamasi
    • #diktum
    • Anotasi Putusan
    • Penyiksaan
    • Strategic Litigation
    • RKUHAP
    • Putusan Penting
    • advokasi RUU
    • Advokasi RUU
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    • Weekly Updates
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Kabar ICJR
    • ICJR di Media
    •   Back
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Peraturan
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Weekly Updates
Load More

End of Content.

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia

Scroll to Top