Pada Rabu, 18 Juni 2025 Komisi III DPR RI mengadakan Rapat Dengar Umum Pendapat (RDPU) mengenai RUU KUHAP. Dalam kesempatan tersebut Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman berpendapat bahwa RUU KUHAP sebagai RUU paling partisipatif dalam proses penyusunannya. Komisi III DPR RI mengklaim telah melakukan RDPU kurang lebih sebanyak 50 kali, termasuk dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP.
Kami menegaskan bahwa partisipasi publik yang bermakna bukan sekadar mendengarkan pendapat, meaningful participation dalam pengertiannya perlu dipertimbangkan juga pendapatnya dan mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan. Termasuk di dalamnya harus dipenuhi hak atas informasi dan ketersediaan dokumen yang dapat diakses publik. Pada proses pembentukkan ini, Koalisi harus mengingatkan dan mengajukan surat agar draf RUU KUHAP dapat diakses oleh publik.
Kami menilai bahwa klaim yang disampaikan adalah omong kosong belaka. Sebelumnya pada Februari 2025, Koalisi menerima undangan untuk melakukan RDPU di Komisi III DPR RI, namun undangan tersebut ditunda tanpa kejelasan hingga saat ini. Begitu pula undangan RDPU untuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ditunda tanpa kejelasan hingga saat ini.
Dengan demikian Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP belum pernah sekalipun melakukan RDPU seperti yang menjadi klaim Komisi III DPR RI. Koalisi KUHAP hanya menghadiri pertemuan informal (8/4/25) atas permintaan Ketua Komisi III, yang dilakukan tanpa disaksikan khalayak umum maupun anggota Komisi III DPR RI yang lainnya. Dalam pertemuan informal tersebut, Kami menekankan bahwa diskusi yang terbangun adalah diskusi informal dan bukan bagian dari proses pembahasan formal RUU KUHAP, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai klaim bahwa partisipasi publik bermakna telah dilakukan.
Selain itu, proses penyusunan hingga pembahasan ini sangat terburu-buru. Dalam konferensi pers yang dilakukan oleh Komisi III, RUU KUHAP harus segera diselesaikan dalam dua kali masa sidang dan berencana sah sebelum Januari 2026. Pada berbagai kesempatan Koalisi mengingatkan pentingnya materi muatan RKUHAP secara komprehensif menghormati dan memenuhi hak warga negara yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana dalam kapasitas sebagai pelapor/pengadu, saksi, korban, ahli, tersangka/terdakwa.
Sementara RKUHAP 2025 belum memenuhi hal tersebut, bahkan lebih buruk dari draf RKUHAP 2012. Mengingat kepentingan yang besar untuk pelindungan hak warga negara dari ancaman penyalahgunaan kekuasaan melalui hukum acara pidana, Koalisi menyusun draf tandingan dan menuntut pembahasan yang tidak terburu-buru, cermat dan partisipasi yang bermakna.
Saat ini, pada 24 Juni 2025 masa sidang telah dimulai dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP sudah rampung ditandatangani oleh Pemerintah. Namun hingga saat ini DIM tersebut belum dipublikasikan. Sehingga kembali hak atas informasi tidak dipenuhi oleh para pembentuk peraturan perundang-undangan.
Pada saat penyusunan DIM, Pemerintah mengundang Koalisi untuk melakukan audiensi dan memberikan masukan, namun perwakilan Koalisi tidak mendapatkan respon maupun jawaban terhadap masukan tersebut. Kami menilai tindakan tersebut adalah meaningful participation semu, tidak ada ruang untuk dipertimbangkan pendapatnya dan mendapatkan penjelas atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP sekali lagi mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian serius, memastikan bahwa setiap langkah dalam proses legislasi ini benar-benar mencerminkan kepentingan publik dan dilakukan dengan tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-buru.
Jakarta, 26 Juni 2025
Hormat Kami,
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP