Hari Anti Penyiksaan: Kondisi Fair Trial di Indonesia Belum Mampu Jamin Proses Hukum yang Bebas Penyiksaan
Memperingati Hari Anti Penyiksaan yang jatuh pada hari ini 26 Juni 2021, ICJR memberikan perhatian secara khusus pada penerapan prinsip fair trial (hak atas peradilan yang adil) dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Dengan situasi pemenuhan hak-hak fair trial yang saat ini masih belum optimal, maka peluang terjadinya praktik-praktik penyiksaan dalam proses peradilan akan selalu terbuka.
Mekanisme pembuktian dalam hukum acara pidana saat ini masih belum mampu menjamin pemenuhan hak-hak fair trial misalnya yang terkait dengan kesempatan untuk menguji bahan-bahan pembuktian. Selain itu, minimnya akses terhadap penasihat hukum yang berkualitas juga masih menjadi isu sentral dalam pemenuhan hak-hak fair trial. Pada akhirnya, praktik penyiksaan khususnya dalam fase penyidikan dapat terjadi ketika sistem pembuktian masih terlampau bergantung pada pengakuan tersangka ditambah praktik pemberian bantuan hukum yang efektif pun juga belum dapat diberikan sejak sedini mungkin dalam proses peradilan.
Sebelumnya pada April 2021, ICJR telah meluncurkan Laporan Penilaian Penerapan Prinsip Fair Trial khususnya pada masa pandemi Covid-19. Secara umum, total skor fair trial selama masa pandemi berada pada angka 55.31 dari total 100. Angka tersebut diambil dari proses penghitungan secara kuantitatif terhadap 4 aspek utama dengan total 20 variabel turunan dari prinsip fair trial yang disesuaikan dengan isu-isu spesifik mengenai penanganan pandemi Covid-19 dalam sistem peradilan pidana. Keempat aspek utama yang dibahas yakni: 1. Dampak Pandemi Covid-19 pada Pelaksanaan Fungsi Pengadilan; 2. Dampak Pandemi Covid-19 dalam Pelaksanaan Hak Atas Pembelaan Di Fase Penyidikan; 3. Kebijakan pada Masa Pandemi Covid-19 yang Berdampak pada Pemidanaan; 4. Dampak Covid-19 pada Orang yang Ditahan.
Laporan penilaian fair trial ini juga membahas mengenai beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan Pemerintah untuk merespon situasi pandemi, seperti mekanisme persidangan daring hingga pengeluaran tahanan dan narapidana. Namun, berdasarkan hasil analisis penyusun laporan, kebijakan-kebijakan tersebut belum mampu menjawab semua persoalan yang sebelumnya telah mengakar dalam sistem peradilan pidana. Sebaliknya, pemberlakukan beberapa kebijakan malah menimbulkan permasalahan baru dan dalam beberapa kasus juga berlaku secara berbeda-beda.
Dengan melihat situasi pemenuhan hak-hak fair trial dalam laporan ini diharapkan dapat mengangkat kembali diskursus mengenai pentingnya pemenuhan hak atas fair trial khususnya dalam rangka untuk mencegah terjadinya praktik-praktik penyiksaan. ICJR untuk itu terus mendorong agar Pemerintah dan DPR melakukan reformasi sistem peradilan pidana melalui revisi KUHAP maupun undang-undang terkait lainnya termasuk meratifikasi OPCAT sebagai komitmen yang lebih serius untuk mencegah praktik-praktik penyiksaan.
Laporan Penilaian Penerapan Prinsip Fair Trial Pada Masa Pandemi dapat diakses di sini.
Jakarta, 26 Juni 2021
Hormat Kami,
ICJR