Hukuman Tanpa Penjara: Pengaturan, Pelaksanaan, dan Proyeksi Alternatif Pemidanaan Non Pemenjaraan di Indonesia
Dalam konteks Indonesia, perancangan dan penerapan hukum pidana sangat erat kaitannya dengan pidana penjara. Dalam diskurus di publik termasuk di kalangan akademisi hukum, pidana penjara selalu dikaitkan dengan penjeraan terhadap – utamanya – pelaku kejahatan. Pidana penjara diharapkan tidak hanya membawa efek jera bagi para pelakunya namun juga efek gentar terhadap masyarakat secara luas untuk tidak terlibat dalam suatu kejahatan.
Akan tetapi perkembangan ilmu pengetahuan juga menunjukkan, bahwa hukuman penjara yang awalnya ditujukan untuk mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan namun dalam praktiknya justru membawa dampak yang destruktif bagi para penghuni penjara. Terdapat kecenderungan bahwa orang – orang yang telah menjalani hukuman penjara ternyata lebih sulit untuk menyesuaikan diri di masyarakat dan sekaligus memiliki kerentanan untuk mengulangi tindak pidana.
Karena itu, masyarakat internasional lalu mencoba mencari jalan bagaimana tujuan pemidanaan dapat tercapai tanpa menggunakan instrumen coercif seperti penjara. Pada 1990, PBB mengeluarkan UN Standart Minimum Rules for Non-Custodial Measures atau dikenal sebagai “Tokyo Rules”. Dalam Tokyo Rules disebutkan bahwa tujuan umum dari hukuman non penjara adalah menemukan alternatif hukuman yang efektif bagi pelaku kejahatan serta memberikan kemungkinan kepada penegak hukum untuk dapat mengubah pidana menjadi hukuman yang memperhatikan kebutuhan individual pelaku sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan.
Riset ini berupaya menyajikan bagaimana masa depan hukuman non penjara dapat diterapkan di Indonesia. Riset ini menjadi relevan, utamanya karena adanya pembahasan Rancangan KUHP yang digadang – gadang sebagai aturan hukum yang mengutamakan pemulihan keadilan (restorative justice) dalam pelaksanaan pidana di Indonesia.
Selamat membaca
—-
Kami memahami, tidak semua orang orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda – bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal – usul, dan kebangsaan.
Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel
Klik taut http://icjr.or.id/15untukkeadilan
Artikel Terkait
- 20/08/2019 Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dalam Ancaman RKUHP
- 27/07/2016 Parliamentary Brief #1: Tindak Pidana Penghinaan dalam Rancangan KUHP
- 29/01/2014 Penghinaan dalam Rancangan KUHP: Ancaman Lama terhadap Kebebasan Berekspresi
- 22/04/2013 KUHP: Bukan (Warisan) Kolonial
- 09/10/2020 Fenomena Deret Tunggu Terpidana Mati di Indonesia
Related Articles
Sengketa Pers Bukan Tindak Pidana: ICJR Mengirimkan Amicus Curiae Kasus Diananta di PN Kotabaru
Senin, 13 Juli 2020 ICJR mengirimkan Amicus Curiae (Sahabat Peradilan) terhadap perkara Nomor 123/Pid.Sus/2020/PN.KTB atas nama Terdakwa Diananta Putra Sumedi
Pamflet Cinta Buat Supi
Hari pertama di 2018 merupakan hari yang tidak akan kami lupakan bersama. Hari itu, di saat sebagian dari kita masih
10 Tahun LPSK dalam Wajah Hukum Indonesia: Rekomendasi untuk Para Pimpinan LPSK yang Akan Terpilih
Tahun 2018 ini merupakan tahun ke 10 (sepuluh) terbentuknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang merupakan harapan masyarakat dalam memberikan