Kapolri Persoalkan Prolegnas Mengancam Kewenangan Polisi, ICJR Ingatkan Bahwa Sistem Peradilan Pidana Bukan Hanya Polri

Pada 31 Januari 2025, Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dalam rapat pimpinan Polri menyampaikan bahwa saat ini Polri harus hati-hati, karena ada produk-produk prolegnas di Senayan (re: DPR) yang dapat mengganggu beberapa kewenangan insitusi Polri.

ICJR mempertanyakan dasar pernyataan mengenai Prolegnas mengancam kewenangan Polri tersebut, RUU mana yang dimaksud Kapolri. Merujuk pada daftar prolegnas 2025 – 2029, ICJR telah memetakan terdapat 21 RUU yang berkaitan dengan penguatan dan perbaikan sistem peradilan pidana. Tiga diantara Prolgenas tersebut yaitu Revisi UU Advokat, Revisi UU Narkotika dan Rancangan KUHAP.

Dalam tiga RUU yang berkaitan dengan perbaikan pelaksanaan sistem peradilan pidana tersebut tentu menyangkut fungsi penyidik. Namun, sebagai catatan, penyidik tidak hanya datang dari Kepolisian, terdapat penyidik Jaksa, KPK, dan Penyidik PNS.

Namun hal yang terpenting, ketiga RUU ini tidak hanya mengatur aspek kewenangan, tetapi juga dalam aspek sistem, sehingga peradilan pidana menjadi makin profesional dan akuntabel, yang jelas tidak terbatas pada kewenangan penyidik saja apalagi hanya Polri.

Catatan ICJR terhadap ketiga RUU yang mungkin dikhawatirkan Kapolri yakni:

Pertama, Revisi UU Advokat. UU 18 tahun 2003 tentang Advokat sudah 21 tahun tidak direvisi. UU No. 18 tahun 2003 memiliki semangat single bar namun saat ini kondisi sudah berkembang menjadi multibar. Dampak multibar tersebut paling besar pada sistem penegakan etik yang tidak terstandard di masing-masing Organisasi Advokat, karena tidak ada fungsi regulator dari negara mengenai standar etik advokat. Revisi UU Advokat diperlukan untuk membentuk Dewan Advokat Nasional yang mengatur standardisasi profesi advokat; Kode Etik Advokat dan penegakannya serta akreditasi dan verifikasi organisasi advokat.  Dengan revisi UU Advokat, setiap warga negara yang berhadapan dengan hukum dapat lebih terjamin haknya, karena mendapatkan kualitas pendampingan hukum serta pembelaan yang kompeten dan profesional.

Kedua, Revisi UU Narkotika. UU Narkotika saat ini memiliki banyak permasalahan, terutama dalam membedakan antara pengguna dan pengedar narkotika yang berakibat pada ketidakadilan dalam penegakan hukumnya. Selain itu, UU ini juga minim akuntabilitas, terutama dalam mekanisme controlled delivery dan undercover buying yang hingga saat ini kewenangannya tidak dijelaskan secara rinci batasannya dalam UU Narkotika. Dalam titik ekstrim, hal ini berdampak pada terbukanya peluang penyalahgunaan kekuasaan karena seseorang dapat dijebak (entrapment) melakukan suatu tindak pidana, penjebakan dilarang dalam hukum acara pidana. Bahkan, Mahkamah Agung telah mengkritisi berbagai aspek permasalahan UU ini melalui sejumlah putusannya.

Ketiga, Rancangan Kitab Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Seperti yang disampaikan oleh Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR RI, KUHAP sudah berusia 44 tahun. KUHAP saat ini yang disahkan pada 1981 diundangkan ketika Indonesia belum meratifikasi sejumlah Instrumen Hukum Internasional dengan hak asasi manusia setiap orang yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana baik tersangka, terdakwa, terpidana maupun saksi dan korban.

Ketua Komisi III DPR juga menyatakan bahwa saat ini terdapat kecenderungan dimana berbagai institusi aparat penegak hukum memiliki aturan internal yang tidak sinkron satu sama lain berkaitan dengan materi hukum acara pidana yang belum direspon oleh KUHAP. Tidak hanya Kepolisian, institusi lain seperti Kejaksaan, bahkan Mahkamah Agung pun merespon kekurangan hukum acara pidana dengan menerbitkan aturan internal. Misalnya, berkaitan dengan keadilan restoratif, yang mana terdapat 3 aturan dari 3 institusi tersebut, dengan cakupan keadilan restoratif yang berbeda, dan pelaksanaannya tidak saling mengawasi.

RKUHAP ditujukan untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih terpadu, namun harus tetap akuntabel. Polri pun dengan fungsi penyidikannya memang harus diperkuat untuk bekerja secara lebih profesional, guna menghindari praktik pemerasan, penangkapan, dan penahanan sewenang-wenang yang tidak akuntabel. Begitu juga dengan Kejaksaan, fungsi pengawasan mereka harus dijalankan dengan baik untuk memastikan pendampingan hukum dan perlindungan hak-hak terdakwa termasuk juga korban dijalankan dalam proses penuntutan dan persidangan.

Sehingga, kami tekankan perbaikan dalam RKUHAP ditujukan untuk perbaikan sistem peradilan pidana, bukan untuk mempertahankan kewenangan-kewenangan tertentu.

Penting untuk kembali menekankan bahwa terbitnya Prolegnas dan adanya berbagai rancangan UU bukan hanya mengenai kewenangan Polri, tetapi hal pentingnya adalah perbaikan sistem peradilan pidana dan sistem hukum di Indonesia secara keseluruhan.

ICJR meminta agar Kapolri tidak mempersulit kerja pembuatan UU di DPR yang dapat berakibat pada terhambatnya proses baik pembentukan aturan yang sedang diinisasi oleh Pemerintah dan DPR. ICJR cukup mengapresiasi Pemerintah dan DPR khususnya komisi 3 yang telah memasukkan RUU penting tersebut dalam prolegnas dan mendorong agar segera dibahas.

Seperti yang disampaikan Presiden, bahwa Polri harus mendengarkan tuntutan rakyat. Presiden menyampaikan rakyat yang memberi kekuasaan kepada Polisi, sehingga suara rakyat untuk menuntut Polisi akuntabel harus direspon dengan tepat oleh Polri.

Perbaikan UU bukan soal mempertahankan kewenangan, tapi menghadirkan sistem hukum yang lebih profesional dan akuntabel. Hal itu yang seharusnya diperjuangkan bersama termasuk oleh Polri.

 

Jakarta, 5 Februari 2025

Hormat Kami

ICJR

Related Posts

  • 15 for Justice
  • Advokasi RUU
  • Alert
  • Dokumen Hukum
  • English
  • ICLU
  • Law Strip
  • Media Center
  • Mitra Reformasi
  • Publikasi
  • Special Project
  • Uncategorized
    •   Back
    • Reformasi Defamasi
    • #diktum
    • Anotasi Putusan
    • Penyiksaan
    • Strategic Litigation
    • RKUHAP
    • Putusan Penting
    • advokasi RUU
    • Advokasi RUU
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    • Weekly Updates
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Kabar ICJR
    • ICJR di Media
    •   Back
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Peraturan
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Weekly Updates
Load More

End of Content.

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia

Scroll to Top