Selasa, 29 Maret 2022, ICJR mengirimkan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara pelecehan seksual di Fisip UNRI) sebagai bentuk dukungan agar Majelis Hakim dalam perkara tersebut dapat memutuskan perkara ini dengan memerhatikan kepentingan korban.
Sebagaimana diketahui, kasus pelecehan seksual ini terjadi di lingkungan kampus UNRI, dimana Terdakwa adalah dosen pembimbing dari Korban. Penuntut Umum di dalam kasus ini mendakwa Terdakwa dengan Dakwaan Primair Pasal 289 KUHP, Subsidair Pasal 294 ayat (2) ke-2 KUHP dan Lebih Subsidair Pasal 281 ke-2 KUHP. Tidak hanya itu, Penuntut Umum juga menuntut pembayaran restitusi kepada Terdakwa sebesar Rp10.772.000.
ICJR memberikan beberapa rekomendasi bagi Majelis Hakim dalam memeriksa perkara ini, untuk dapat mengikuti Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum yang tertuang di dalam PERMA 3/2017. Dalam PERMA ini, Majelis Hakim diharapkan dapat menggunakan kacamata gender untuk melakukan analisis terhadap seluruh fakta hukum yang ditemukan di dalam persidangan dan mengambil langkah-langkah progresif untuk melindungi korban dan menjamin pemulihannya.
ICJR berharap Majelis Hakim di dalam perkara ini melakukan interpretasi dan menggali fakta-fakta yang ada sesuai dengan konteks adanya relasi kuasa di dalam hubungan Terdakwa dan Korban, yang timbul dari konstruksi sosial tentang relasi dosen dan mahasiswa.
Tidak hanya itu, upaya-upaya untuk menggali riwayat seksualitas korban dan pemberitaan yang berusaha memojokkan dan menyalahkan korban di dalam kasus ini diharapkan tidak dipertimbangkan dan lebih lanjut ditolak oleh Majelis Hakim, sesuai dengan Pasal 5 dan Pasal 7 PERMA 3/2017 yang tidak diperbolehkan adanya narasi menyalahkan, membenarkan adanya diskriminasi, serta mengeluarkan pernyataan yang mengandung stereotip gender kepada Korban.
Rekomendasi lainnya juga, ICJR mendorong Majelis Hakim perlu untuk memastikan dijatuhkannya perintah pembayaran restitusi bagi Terdakwa, sebagai bentuk tanggung jawabnya karena telah menimbulkan kerugian bagi Korban. Kerugian ini timbul dari trauma yang harus diderita oleh korban karena pengalaman kekerasannya. Majelis Hakim juga perlu memastikan pembayaran restitusi secara langsung, tidak membuka peluang adanya pidana pengganti, mengingat profile terdakwa jelas memiliki sumber daya untuk membayarkan restitusi.
Lebih lanjut, Majelis Hakim juga diharapkan dapat mengambil langkah progresif untuk memastikan pemulihan Korban sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 8 ayat (3) PERMA 3/2017, yakni dengan memerintahkan adanya jaminan agar pendidikan korban tidak terdampak atas adanya perkara ini bahwa akses pendidikan korban harus diberikan hingga korban lulus, dan juga jaminan terhadap perlindungan identitas korban yang harus dirahasia sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung (KKMA) No.144/ KMA/SK/VIII/2007.
ICJR berharap Majelis Hakim dapat memutus sesuai dengan amanatnya untuk menjalankan PERMA 3/2017.
Jakarta, 29 Maret 2022
Hormat Kami,
ICJR
CP: Genoveva Alicia (Peneliti ICJR)
Unduh Amicus Curiae di sini