Rencana pemerintah menerapkan penyanderaan (Gizjeling) bagi para penunggak pajak akhirnya dilaksanakan. Jumat tanggal 30 januari 2015 kemarin Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melakukan paksa badan atau penyanderaan (gijzeling) terhadap terhadap SC, perwakilan dari PT DGP yang sudah menunggak pajak lebih dari 5 tahun dan nilainya mencapai Rp 6 miliar, Pemerintah juga masih akan menyasar penunggak pajak lainnya. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan akan makin banyak penunggak pajak yang disandera (gijzeling) di penjara, mengingat pemerintah akan terus bersikap tegas
ICJR mengingatkan agar pemerintah dalam hal ini menteri keuangan dan Direktorat jendral Pajak harus hati hati dalam menerapkan paksa badan atau penyanderaan ini, walaupun perundang-undangan Indonesia telah memberikan kewenangan atas upaya ini. ICJR melihat saat ini ada tiga problem yang harus diperhatikan.
Pertama adalah tempat penyanderaan, para tersandera berbeda dari tahanan, namun karena tidak adanya tempat khusus maka pemerintah menempatkan tersandera di Rumah Tahanan Negara (Rutan). ICJR mengingatkan bahwa kondisi Rutan di Indonesia mengalami over kapasitas, sehingga dengan menambahkan tersandera pajak ke dalam Rutan, justru akan meperparah kondisi rutan dan para tersandera. Intinya ICJR meminta Dirjend Pajak yang memiliki fokus perhatian agar tempat tersandera pajak secara fisik harus dipisahkan dengan para tahanan. Intinya penyanderaan jangan memperparah kondisi Rutan sebagai tempat penitipan sandera.
Kedua, mekanisme menguji kebijakan paksa badan harus segera dipersiapkan atau tersandera harus dapat menguji penetapan tersebut secara efisien tanpa ada penundaan. ICJR mengingatkan bahwa penyanderaan dalam kasus ini berada dalam lingkup rezim hukum pajak berdasarkan UU No 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). Karena itu Surat Perintah Penyanderaan yang dibuat oleh Menteri Keuangan (dalam hal penagihan pajak nasional) harus dapat di uji dengan layak, dan fair. ICJR merasa bahwa pengujian terhadap pelaksanaan sandera yang dilakukan dengan gugatan pengadilan negeri tidak efisien dan kurang memberikan kepastian bagi para tersandera. Disamping gugatan membutuhkan jangka waktu yang cukup lama, apalagi yang digugat hanya terbatas hanya kepada kesalahan penyanderaan yang memili potensi dapat merugikan tersandera.
Ketiga, Penyanderaan ini tidak boleh diskriminatif, ICJR mengingatkan juga bahwa dalam pelaksanaan penyanderaan ini jangan sampai dilakukan secara diskriminatif, mengingat para penunggak pajak di Indonesia sudah cukup banyak, jangan sampai pelaksanaannya dilakukan secara secara subjektif atau karena memiliki kedekatan personal dengan para pejabat DirJen Pajak .