Keluhan Bukan Kriminal: Amicus curiae (Sahabat Pengadilan) dalam Perkara Nomor 1612/PID.B/2018/PN.Mdn di Pengadilan Tinggi Medan
Kasus yang dialami Meliana bukanlah kasus pertama yang terjadi di Indonesia. Meliana bukan saja korban dari pengrusakan kediamannya, tapi dirinya juga menjadi korban dari aturan hukum pidana yang masih lentur dan multitafsir. Kasus ini akhirnya menggambarkan bahwa masih terdapat ketidakpastian hukum terkait pengaturan mengenai penodaan agama di Indonesia.
Dalam hukum pidana, pengaturan pidana semestinya ditujukan untuk melindungi kelompok minoritas dari kejahatan propaganda kebencian. Namun pengaturan ketentuan penodaan agama tidak ditujukan untuk kriminalisasi terhadap propaganda kebencian namun untuk melindungi kepentingan agama itu sendiri. Dalam praktiknya yang justru terjadi adalah pasal ini digunakan untuk menjadi alat berkonflik dan pengadilan dalam praktiknya sulit untuk menegakkan hukum secara bebas dan mandiri khususnya tidak terpengaruh oleh adanya tekanan massa.
Mungkin ini bukan kasus satu-satunya yang terjadi di Indonesia. Masih banyak kasus yang perlu diamati dan membutuhkan masukan serta saran dari pihak masyarakat, untuk memastikan bahwa tidak ada lagi penggunaan pasal yang lentur dan multitafsir demi terwujudnya prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia serta peradilan yang adil.
ICJR melalui amicus curiae ini, berharap Pengadilan Tinggi dapat bertindak secara teliti dan hati-hati dalam memeriksa perkara ini. Ke depan, kami berharap bahwa penggunaan pasal-pasal yang lentur maupun multitafsir serta melanggar hak asasi manusia yang terdapat dalam sistem hukum pidana Indonesia tidak lagi digunakan.
Unduh Disini
—
Kami memahami, tidak semua orang orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda – bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal – usul, dan kebangsaan.
Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel
Klik taut berikut ini
Artikel Terkait
- 08/04/2019 Mahkamah Agung Tolak Kasus Meiliana, Lagi-lagi Preseden Buruk bagi Kebebasan Berpendapat dan Kebebasan Beragama
- 26/10/2018 PT Medan Tolak Banding Kasus Meiliana, ICJR: Pengadilan Tinggi Tidak Cermat Buktikan Unsur dalam Perkara!
- 21/09/2018 Penodaan Agama dengan Tafsir Diskriminatif Menyerang Kelompok Rentan dan Harus Segera Dihapuskan
- 22/08/2018 Vonis 18 Bulan Penjara untuk Meiliana: Satu Lagi Preseden Buruk Pasal Penistaan Agama dan Rumusan RKUHP Justru Memperburuk
- 16/08/2018 Kasus Penodaan Agama di Tanjung Balai, Pasal Karet dan Diskriminatif Munculkan Korban Baru
Related Articles
Rekomendasi Untuk Kinerja LPSK Ke Depan
Tahun 2019 ini, Pimpinan LPSK baru periode 2019-2024 resmi dilantik dan telah melaksanakan sumpah/janji jabatan beserta serah terima jabatan pada
Melihat Rencana Kodifikasi dalam RKUHP: Tantangan Upaya Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mungkin satu-satunya Undang-Undang yang memiliki perdebatan panjang dalam proses pembentukannya. Jika dilihat dari awal,maka ide
Anti Kontrasepsi? Problematikanya dalam Rancangan KUHP
Konstruksi Pasal 481 RKUHP sesungguhnya tidak berbeda dengan Pasal 534 KUHP, yang pada intinya adalah melarang seseorang untuk mempertunjukkan secara