Tahun 2024 merupakan tahun kedua dalam persiapan implementasi KUHP 2023 yang disahkan pada Januari 2023 dan akan diberlakukan pada Januari 2026. Pengaturan tentang pidana mati dalam KUHP 2023 selalu digaungkan sebagai kebaruan hukum yang disebutkan sebagai salah satu aspek progresif dalam KUHP 2023. Dalam KUHP 2023, pidana mati tidak lagi sebagai pidana pokok, namun sebagai pidana alternatif yang harus diancam dengan pidana lain, dan pembahasan KUHP 2023 juga menyepakati bahwa pidana mati tidak dapat dilaksanakan dengan eksekusi secara langsung, namun harus dengan masa percobaan 10 tahun, dan terdapat kemungkinan perubahan hukum (komutasi) berupa pidana seumur hidup. Semangat yang dihadirkan oleh pembahasan dan pengesahan KUHP 2023 adalah untuk melangkah maju ke arah penghapusan pidana mati di Indonesia. Pembuat kebijakan saat itu mengambil “jalan tengah” untuk menengahi antara golongan yang masih mendukung pidana mati dengan yang menolak pidana mati.
Sayangnya, laporan ini menunjukkan bahwa langkah ke arah yang makin dekat penghapusan pidana mati tak sepenuhnya diresapi oleh seluruh pemangku kepentingan dalam sistem peradilan pidana sepanjang 2024 ini. Hal ini ditandai dengan terus meningkatkan jumlah kasus, sulitnya membangun sistem yang menjamin komutasi secara otomatis pada proses persiapan implementasi KUHP 2023, hingga terus meningkatnya jumlah orang dalam deret tunggu terpidana mati. Namun, harapan melangkah ke arah penghapusan pidana mati tetap selalu ada setiap tahunnya.
Dalam laporan tahun 2024 ini, ICJR memaparkan keberhasilan litigasi strategis kami mencegah dieksekusimatinya seorang perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga yang harus dituduh melakukan tindak pidana ketika ia masih berusia kurang dari 18 tahun. Harapan itu juga ada dengan adanya semangat pemerintahan baru yang melakukan pemulangan terpidana mati perempuan MJ ke negara asalnya dan menyatakan tidak akan melakukan eksekusi pidana mati. Sikap dan pernyataan ini harus terus dikawal untuk tidak hanya menjadi narasi populis semata.
Untuk itu, sekali lagi, dan akan selamanya, ICJR melaporkan pelaksanaan pidana di Indonesia. Ini untuk sekali lagi memberikan alasan baru bahwa di dunia ini, pidana mati tidak diperlukan.
Maidina Rahmawati
Plt Direktur Eksekutif ICJR
Baca laporan di sini