Kami yang bertanda tangan di bawah ini, organisasi HAM dan yang peduli dengan pembela HAM, mengutuk rencana pelaksanaan eksekusi pidana mati dalam waktu dekat terhadap Kho Jabing di Singapura dan setidaknya terhadap 15 terpidana mati di Indonesia, termasuk 4 dari Tiongkok, 2 dari Nigeria, 2 dari Zimbabwe, 1 dari Senegal, 1 dari Pakistan dan 5 Warga Negara Indonesia (“WNI”). Kami menyerukan kepada pemerintah di kedua negara untuk menghentikan pelaksanaan eksekusi.
Pada 12 Mei 2016, keluarga Kho Jabing, warga negara Malaysia yang dipidana mati di Singapura, menerima surat dari Penjara Singapura yang memberitahukan bahwa Kho Jabing akan dieksekusi pada 20 Mei 2016. Kho Jabing didakwa atas kasus pembunuhan di tahun 2011. Hal yang perlu menjadi sorotan dalam hal ini adalah kenyataan bahwa tidak dicapainya kebulatan suara untuk menjatuhi pidana mati kepada Kho Jabing, yang justru menunjukkan adanya keraguan atas kepatutan bagi Kho Jabing untuk menerima hukuman tersebut.
Terkait dengan rencana eksekusi yang akan berlangsung di Indonesia, Indonesia akan melanggar kewajiban internasional mereka berdasarkan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (“ICCPR”) dengan mengeksekusi terpidana mati tersebut.
Negara-negara anggota Asosiasi Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (“ASEAN”), termasuk Singapura dan Indonesia, telah menekankan secara terus menerus pentingnya aturan hukum dan perlindungan hak-hak asasi. Oleh karenanya, hukuman mati merupakan suatu bentuk penyimpangan atas hal-hal yang telah didukung selama ini.
Di bulan Desember 2014, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi sebuah resolusi yang menyerukan kepada semua negara untuk menetapkan moratorium terhadap pelaksanaan hukuman mati, dengan tujuan untuk menghapuskan praktik tersebut. 117 negara anggota tercatat mendukung terbentuknya Resolusi ini. Akan tetapi, patut disesalkan bahwa Indonesia memilih abstain dan Singapura memutuskan menolak Resolusi tersebut. Negara-negara anggota ASEAN seharusnya menggunakan kesempatan yang diberikan dalam Resolusi ini untuk bersekutu dengan pergerakan global terhadap penghapusan hukuman mati.
Singapura baru-baru ini menjalani Universal Periodic Review kedua pada bulan Januari 2016. Kontinuitas terhadap pelaksanaan hukuman mati menjadi salah satu sorotan yang ditinjau, dengan Singapura menerima lebih dari 30 rekomendasi terkait hukuman mati, termasuk rekomendasi untuk menghapuskan hukuman mati.
Di tahun 2015, Indonesia, negara anggota Dewan HAM PBB sampai tahun 2017, telah mengeksekusi 14 terpidana mati untuk kasus narkotika ditengah pertentangan keras dari dunia internasional. Rencana pelaksanaan eksekusi tentu akan menciderai catatan HAM Indonesia dan mengikis kedudukan Indonesia dalam komunitas internasional.
Pidana mati tidak mendapatkan tempatnya pada Abad ke-21. Tidak hanya karena adanya kemungkinan kesalahan eksekusi, hal tersebut juga menghilangkan kehidupan dan martabat terpidana, dan menciptakan kelompok korban baru. Kami sangat mendorong pemerintah Singapura dan Indonesia untuk menghentikan eksekusi mendatang, dengan segera menerapkan moratorium hukuman mati, dan mengambil langkah-langkah yang pada akhirnya bermakna bagi penghapusan hukuman mati.
Anti-Death Penalty Network Asia (ADPAN), Center for Prisoner’s Rights Japan (CPR), Community Action Network (CAN, Singapura), Free Community Church (Singapura), Function 8 (Singapura), International Commission of Jurists (ICJ), Journey of Hope, LBH Masyarakat (Indonesia), MADPET (Malaysians Against Death Penalty and Torture), Maruah (Singapura), Murder Victims’ Families for Human Rights (MVFHR), Ocean, Reprieve Australia, Sayoni (Singapura), Singapore Anti-Death Penalty Campaign (SADPC), Suara Rakyat Malaysia (SUARAM), Taiwan Alliance to End the Death Penalty (TAEDP), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS, Indonesia), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK, Indonesia), The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR, Indonesia), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM, Indonesia), Persatuan Kebangsaan Hak Asasi Manusia, Malaysia (HAKAM), Think Centre Singapore, We Believe in Second Chances (WBSC, Singapura)