ICJR memberi perhatian atas meninggalnya Brigadir J karena penembakan yang diduga dilakukan oleh sesama anggota polisi yaitu Bharada E di kediaman Kadiv Propam, Kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat sore tanggal 8 Juli 2022. Dan ICJR juga turut prihatin mendengar informasi mengenai adanya pelecehan terhadap istri Kadiv Propam yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya insiden penembakan. Pendampingan dan pemulihan terhadap korban pelecehan tersebut juga harus diutamakan.
Terhadap insiden penembakan yang melibatkan sesama anggota polisi ini, ICJR berpandangan sebagai berikut.
Pertama, ICJR menilai, tanpa pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan, maka ada potensi tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian dan bahkan hingga potensi penyiksaan. Berdasarkan keterangan keluarga korban Brigadir J, ditemukan luka di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. Informasi lain yang juga harus menjadi perhatian adalah keluarga korban sebelumnya bahkan sempat dilarang untuk melihat jenazah dan membuka pakaian jenazah. Pendalaman mengenai potensi penyiksaan atau tindakan sewenang-wenang yang dialami oleh Brigadir J harus menjadi catatan penyidik.
Kedua, dalam proses penyidikan kasus ini juga perlu menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalang-halangi proses penyidikan. Sebagaimana diungkap oleh pihak kepolisian, seluruh kamera CCTV yang ada di kediaman Kadiv Propam disebut sedang rusak pada waktu kejadian. Informasi lain menyatakan ada CCTV yang diganti di kompleks Polri Duren Tiga.
Oleh karena waktunya yang pas dan bersinggungan ini, perlu ada penelusuran lebih lanjut terkait klaim kerusakan CCTV, untuk memastikan ada tidaknya potensi untuk sengaja menghilangkan bukti rekaman CCTV atas kejadian ini. Pasal 221 KUHP mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.
Ketiga, untuk memastikan proses penyidikan yang independen dan transparan, Tim Gabungan Pencari Fakta harus dibentuk dan lembaga independen seperti Komnas HAM juga harus dilibatkan. Hal ini penting mengingat ada relasi kuasa dalam kasus ini, dimana kejadian ini melibatkan perwira tinggi kepolisian yang menjabat sebagai Kadiv Propam yang rumahnya menjadi TKP. Indikasi bahwa pengusutan kasus ini akan sulit berjalan dengan transparan sudah mulai terlihat dari ketika pihak kepolisian baru mengungkap peristiwa ini ke publik pada Senin 11 Juli 2022 ketika waktu kejadiannya sudah lewat 3 hari.
Terakhir, peristiwa ini kembali mengingatkan kita bahwa pengawasan internal dari lembaga kepolisian melalui Propam tidak bisa efektif. Pengawasan oleh Propam jelas tidak dapat berjalan untuk mengawasi penyidikan semacam kasus ini, yaitu kasus-kasus yang melibatkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh kepolisian.
Sehingga, ke depan harus ada mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan independen, baik dalam proses peradilan seperti adanya pengawasan yudisial (judicial scrutiny) dan pengawasan dari penuntut umum dalam fungsi penuntutan, atau pun fungsi pengawasan eksternal yang nampaknya tidak lagi bisa ditempelkan dalam mekanisme Propam Polri. Maka perlu ada perubahan KUHAP untuk memastikan pengawasan dalam sistem peradilan, serta perubahan UU Kepolisian untuk memastikan adanya pengawasan dan kontrol yang lebih efektif terhadap kewenangan dan perilaku kepolisian.
Jakarta, 13 Juli 2022
Hormat Kami
ICJR