ICJR: ini merupakan putusan yang cukup bersejarah, ini putusan pertama terhadap korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK yang di hukum untuk membayarkan pidana uang pengganti kepada Negara
Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 27 November 2017, menorehkan catatan baru dalam penanganan kasus korupsi. Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membebankan kewajiban membayar uang pengganti kepada korporasi, yaitu PT. Duta Graha Indah (DGI) yang telah berubah nama menjadi PT. Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE). Hal ini sebagaimana vonis putusan yang dibacakan atas kasus korupsi dengan terdakwa Dudung Purwadi selaku Mantan Direktur Utama PT. Duta Graha Indah (DGI).
Dalam persidangan, Majelis Hakim membacakan putusan pembayaran uang pengganti kepada PT. DGI atau PT. KNE sebesar Rp. 14,400,000,000 untuk proyek pembangunan RS Pendidikan Khusus Universitas Udayana tahun 2009 dan 2010 serta sebesar Rp. 33,400,000,000 untuk proyek pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatera selatan.
Institute for Criminal Jutice Reform (ICJR) mengapresiasi putusan ini. Menurut ICJR, ini merupakan putusan yang cukup bersejarah, ini merupakan putusan pertama terhadap korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK yang di hukum untuk membayarkan pidana uang pengganti kepada negara. Sebelumnya telah ada putusan terhadap korporasi dalam kasus tindak pidana korupsi namun diajukan bukan oleh KPK, melainkan oleh Kejaksaan yakni dalam kasus PT. Giri Jaladhi Wana.
Menurut pandangan ICJR, perlu dicatat mengenai alasan hakim yang memutuskan uang pengganti diwajibkan dibayar oleh korporasi PT. NKE.Hakim menilai bahwa selama persidangan berlangsung Dudung Purwadi tidak terbukti melakukan tindakan memperkaya diri sendiri, namun dirinya terbukti memperkaya orang lain dan korporasi. Majelis hakim juga menilai bahwa, besaran uang pengganti harus dihitung dengan uang-uang yang telah diserahkan atau dititipkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendukung atas putusan tersebut guna menjadi rujukan maupun preseden bagi kasus korupsi lainnya yang melibatkan korporasi serta langkah yang efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Dalam UU Pemberantasan Tipikor (UU Nomor 31 tahun 1999 jo. UU Nomor 20 tahun 2001) tidak memuat pengertian secara definitif mengenai uang pengganti. Namun, dalam pasal 18 ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor, secara tersirat dapat diartikan bahwa uang pengganti adalah pidana tambahan selain pidana tambahan yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Catatan penting atas putusan ini adalah bahwa putusan atas kewajiban membayar uang pengganti yang dibebankan kepada korporasi sesuai dengan PERMA No. 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Selain itu putusan tersebut juga telah sesuai dengan PERMA No. 5 tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi, terutama sebagaimana tercantum dalam pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa korporasi dapat dikenakan pidana tambahan pembayaran uang pengganti.
Dengan hadirnya putusan tersebut, agar dapat menjadi rujukan bagi KPK untuk segera mengambil langkah cepat dan responsif bagi kasus pidana korupsi lainnya yang melibatkan korporasi. Diharapkan dengan hadirnya putusan ini KPK tidak ragu-ragu lagi dalam menuntut korporasi sebagai terdakwa korupsi di Indonesia.