ICJR menyayangkan putusan pidana bersalah yang dijatuhkan kepada Jrx atas cuitannya yang mempertanyakan keahlian IDI dan mengkritisi kebijakan pemerintah mengenai kewajiban Rapid Test.
Majelis Hakim menyatakan Jerinx bersalah berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Dengan itu, maka Majelis Hakim menyepakati bahwa Jerinx tidak bersalah sesuai dakwaan pertama yaitu Pasal 27 ayat (3) atas perbuatan menghina IDI. Namun, Majelis Hakim justru memutus Jerinx bersalah menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian terhadap golongan dokter. Hal ini jelas merupakan kontradiksi, di satu sisi Majelis Hakim menyatakan tidak ada penghinaan terhadap IDI sebagai organisasi, namun Majelis Hakim sepakat adanya penyebaran kebencian antar golongan termasuk profesi dokter yang diwakili oleh IDI. Perlu diingatkan kembali bahwa pernyataan Jerinx ditujukan kepada IDI sebagai organisasi, yang memiliki dimensi kepentingan publik, jelas harus dipisahkan dengan perasaan personal dokter.
Terlalu Jauh untuk Menyatakan Organisasi Profesi sebagai “antargolongan” yang dilindungi oleh Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Menyamakan profesi dengan suku, agama dan Ras jelas merendahkan standar yang ingin dituju oleh pasal 28 ayat (2) UU ITE dan Pasal 156 KUHP. Terlebih lagi, yang dikritik oleh terdakwa adalah IDI sebuah lembaga berbadan hukum yang tidak secara serta merta sama dengan golongan dokter pada umumnya. Putusan Hakim ini jelas berbahaya bagi iklim demokrasi di Indonesia. Dengan kondisi ini, maka setiap lembaga profesi bisa melaporkan adanya penyebaran kebencian untuk mewakili profesi tertentu, lebih berbahaya, Hakim dalam kasus ini menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras.
Download Putusan 828/Pid.Sus/2020/Pn. Dps atas nama terdakwa Jerinx di sini