Siaran Pers Bersama: Menolak Eksekusi Mati Terhadap Tuti Tursilawati
Senin 29 Oktober 2018 sekitar jam 09.00 pagi waktu Arab Saudi, telah terjadi pelaksanaan eksekusi hukuman mati terhadap Tuti Tursilawati, Pekerja Migran Indonesia asal Majalengka, Jawa Barat. Ia bekerja di Arab Saudi sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) sejak tahun 2009. Pada tahun 2010, ia mengalami kekerasan seksual hingga pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah majikan, WN Arab Saudi. Sebagai perempuan yang membela martabat dan harga dirinya, ia melakukan pembelaan dengan memukul hingga mengakibatkan pelaku meninggal dunia. Kemudian, ia kabur ke Kota Mekkah.
Saat di perjalanan, ia diperkosa oleh 9 orang pemuda Arab Saudi. Tuti adalah korban kekerasan seksual yang malah dikriminalisasi terlebih dikenai hukuman mati oleh Pemerintah Arab Saudi. Proses hukum pun harus ia lalui selama kurang lebih 8 tahun.
Berbagai upaya untuk meringankan hukuman telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Sayangnya tanpa membuahkan hasil baik bagi Tuti dan keluarganya. Hal itu menunjukan proses hukum yang tidak adil, pengabaian pada prinsip-prinsip fair trial serta pengabaian pada hak-hak terdakwa yang menghadapi ancaman hukuman maksimal.
Menurut keterangan dari pihak Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, otoritas Kerajaan Arab Saudi tidak memberitahu secara resmi mengenai eksekusi tersebut (menyampaikan mandatory consular notification) kepada Perwakilan Republik Indonesia.
Eksekusi mati terhadap Tuti Tursilawati tanpa memberikan notifikasi resmi kepada Pemerintah Indonesia adalah tindakan yang tidak mematuhi tata krama diplomasi internasional. Selain itu, eksekusi mati terhadap Tuti Tursilawati, Pekerja Migran Indonesia korban kekerasan seksual, adalah tindakan yang tidak menjunjung tinggi penghormatan Hak Asasi Manusia serta merendahkan martabat perempuan.
Atas terjadinya eksekusi mati terhadap Tuti Tursilawati, kami organisasi-organisasi yang bekerja untuk pembelaan hak asasi manusia dan buruh migran menyatakan sikap:
1. Mengecam dan mengutuk eksekusi hukuman mati terhadap Tuti Tursilawati, Pekerja Migran Indonesia korban kekerasan seksual, merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling dasar: yaitu hak atas hidup serta merendahkan martabat perempuan
2. Menuntut Pemerintah Indonesia untuk mempersona non gratakan Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia
3. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang uji coba pengiriman 30.000 Pekerja Migran Indonesia ke Arab Saudi
4. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengerahkan sumberdaya politik dan diplomasi untuk mengupayakan pembebasan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di seluruh dunia dan melakukan moratorium pelaksanaan hukuman mati di Indonesia sebagai komitmen moral menentang hukuman mati terhadap siapapun
5. Segera menuntaskan reformasi tata kelola migrasi melalui pembentukan aturan turunan UU No. 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Jakarta, 2 Oktober 2018
Migrant CARE, Kapal Perempuan, Jaringan Buruh Migran, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Human Rights Working Group, KontraS, Amnesty International Indonesia, Mahasiswa UI, JPIC Gembala Baik, Indonesia migrant union/kspsi/(APILN);i.palar(isa), IKa (Indonesia untuk Kemanusiaan), YAPESDI (Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia), K.SBSI, Labor Institute Indonesia, Jala PRT, SPRT Sapulidi, Peace Leader Indonesia, ICJR, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Garda BMI, Popular Youth, Akademi Kerakyatan, Perkumpulan Suara Kita, Sekolah Perempuan DKI Jakarta, KSPSI, FTKI Sarbumusi, Permampu, WALHI, HWDI, LPBH FAS, Institut Perempuan Bandung, Gusdurian.
Artikel Terkait
- 21/06/2011 Ruyati dan Bantuan Hukum untuk Buruh Migran
- 30/10/2018 Eksekusi Tanpa Notifikasi: Protes Keras Tidak Cukup!
- 27/07/2018 ICJR Tunggu Bukti Komitmen Pemerintah Soal Indonesian Way Pidana Mati
- 08/10/2017 Menyiasati Eksekusi dalam Ketidakpastian: Melihat Kebijakan Hukuman Mati 2017 di Indonesia
- 25/02/2017 Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Soal Grasi harus jadi patokan, Rencana Pengajuan Fatwa ke Mahkamah Agung Jangan Mengacaukan Hak Terpidana Mati berdasarkan Putusan MK
Related Articles
ICJR Nilai Hasil Akhir Pembahasan RUU Perubahan UU ITE Masih Berpotensi Besar Mengancam Kebebasan Ekspresi
“Revisi pasal 27 (3) UU ITE tidak akan mengubah paradigma, UU ITE masih tetap mengancam kebebasan Ekspresi dan Demokrasi ”
ICJR Luncurkan Studi Kelembagaan Organisasi Advokat di Indonesia untuk Mendorong Revisi UU Advokat agar Menerapkan Standarisasi, Memperkuat Akuntabilitas dan Nilai-Nilai Ideal Profesi Advokat
ICJR pada Kamis 27 Juli 2023 secara resmi meluncurkan hasil kajian yang berjudul “Menerapkan Standarisasi, Memperkuat Akuntabilitas dan Nilai-Nilai Ideal
PT Medan Tolak Banding Kasus Meiliana, ICJR: Pengadilan Tinggi Tidak Cermat Buktikan Unsur dalam Perkara!
Pengadilan Tinggi Medan melalui putusan Nomor 784/Pid/2018/PT MDN menolak permohonan banding Meiliana pada Kamis, 25 Oktober 2018. Majelis Hakim PT