Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik keras sikap pemerintah Jokowi yang masih berupaya menggagas Peraturan pemerintah yang membatasi peninjauan hanya satu kali saja. Bagi ICJR RPP versi pemerintah itu dengan sengaja telah menerobos putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terkait Peninjauan kembali kembali pidana dalam KUHAP. Ini merupakan sikap pemerintah yang bertolak belakang dan dengan sengaja menentang Putusan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi telah membatalkan pasal 268 ayat (3) KUHAP dan menyatakan PK Pidana tidak hanya dilakukan satu kali.
Dalam pantauan ICJR, RPP versi pemerintah tersebut dari segi subtansi sangat membatasi PK misalnya dalam RPP versi pemerintah dalam ketentuan pasal 2 ayat (2) dinyatakan dengan tegas bahwa “Permintaan Peninjauan kembali hanya dapat di lakukan satu kali”. Bahkan dalam Pasal 4 ayat (3) dinyatakan ketentuan bahwa: “permintaan Peninjauan kembali yang kedua dan seterusnya tidak dapat diajukan jika a. permohonan grasinya di tolak Presiden, b. permintaan Peninjauan kembali sebelumnya dicabut atau permintaan Peninjauan kembali sebelumnya di tolak oleh Mahkamah Agung”. Rumusan ini yang menurut ICJR sangat bertentangan dengan Putusan MK dan menimbulkan masalah baru dalam penegakan hukum pidana
Pemerintah harusnya menghormati Putusan MK sebagai Keputusan tertinggi mengenai ketentuan PK dalam KUHAP. Bahkan Jika pemerintah memang menganggap ada masalah dalam putusan MK sebaiknya Pemerintah tidak terburu-buru mengambil sikap untuk melakukan pembatasan PK dalam RPP. ICJR mendorong agar pemerintah sebaiknya mengubah ketentuan PK tersebut dalam RUU KUHAP.
ICJR menduga keberatan PK berkali-kali hanya sebatas untuk mempermudah eksekuti mati yang sedang di rencanakan oleh Pemerintahan Jokowi bagi terpidana mati. ICJR menolak tegas penggunaan pembatasan PK hanya demi kepentingan sesaat pemerintah saat ini.