SS Vs. Negara Republik Indonesia

by ICJR | 14/12/2011 1:20 pm

Ringkasan Kasus Posisi

Putusan Mahkamah Agung No. 545 K/Pid.Sus /2011[1], adalah putusan atas nama Terdakwa SS (30 tahun), bekerja sebagai karyawan dan bertempat tingal di Kecamatan Kali Deres Jakarta Barat atau di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.  Terdakwa pada Senin 14 Desember 2009, sekitar pukul 21.00 WIB bertempat di ruang rapat PT.MTJ di Lantai 8 Gedung AG, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Terdakwa diinterogasi oleh OTR dan saksi JWM dari Polda Maluku dalam kasus kepemilikan senjata api illegal di Tual Maluku, saat itu terdakwa terlihat sangat mencurigakan. Kemudian dilakukan pengeledahan terhadap terdakwa, atas perintah dari JWM kemudian terdakwa mengeluarkan dompet dari saku celananya setalah dibuka dan dikeluarkan isinya satu persatu, dan pada saat terdakwa mengeluarkan kartu NPWP atas nama Terdakwa dan kartu bertuliskan “Berbakti Untuk Jambi” didalam sebuah pelastik bening, diantara kedua kartu tersebut terselip lipatan uang kertas pecahan Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) dengan nomor seri 391912 ditemukan serbuk berwarna putih kebiruan, dan dari hasil introgasi tersebut diakui oleh terdakwa sebagai miliknya.

Dari keterangan terdakwa barang tersebut adalah Ineks berupa 1 (satu) butir ecstasy yang didapat dari YM saat berada di room Karaoke Sand. Dan satu butir ecstasy tersebut kemudian terdakwa gerus dengan menggunakan botol di kamar mandi karaoke Sand dan terdakwa bungkus dengan uang lembaran lima puluh ribuan dengan cara dilipat dan kemudian diselipkan diantara kartu NPWP dan kartu bertuliskan Berbakti Untuk Jambi lalu dimasukkan kedalam sebuah plastik dan ditaruh didalam dompetnya disaku celana yang sedang dipakai terdakwa. Hal itu terdakwa lakukan dengan maksud agar mudah dibawa dan tidak ketahuan jika Razia.

Kemudian Terdakwa ditangkap dan di serahkan ke bagian Narkotika Polda Metro Jaya Drs. ApS, M.Si untuk diperiksa lebih lanjut dengan barang bukti. Setelah dilakukan pemeriksaan di Pusat Laboratorium Forensik terhadap barang bukti serbuk warna putih kebiruan dengan berat netto 0,1467 gram dengan No.LAB : 3051/KNF/2009 tertanggal 5 Januari 2010, menyimpulkan bahwa barang bukti tersebut mengandung MDMA dan terdaftar dalam golongan I Nomor Urut 37 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Jaksa Penuntut Umum mendakwa SS dengan dakwaan Subsidairitas, Dakwaan Primair, terdakwa telah melanggar ketentuan pasal 112 ayat (1) Undang-Undang  No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Terdakwa tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman. Dakwaan Subsidair, Terdakwa melanggar ketentuan pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika,  terdakwa menyalah gunakan Narkotika golongan I bagi diri sendiri dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika :

  1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, menyidiakan narkotika golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000.00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000.00 (delapan miliar rupiah).

Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika :

  1. Setiap penyalah Guna : a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Putusan Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa surat dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum. Sementara Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan mengadili sendiri dengan amar putusan sebagai berikut :

  1. Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan melawan hukum memiliki dan menyimpan Narkotika golongan I bukan tanaman”;
  2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 800.000.000; (delapan ratus juta rupiah).

Alasan-alasan Kasasi Terdakwa

Ada beberapa alasan yang diajukan terdakwa dalam permohonan kasisnya, pada pokoknya sebagai berikut :

  1. Bahwa judex Facti dalam pertimbangan putusan membatalkan putusan Pengadilan Jakarta Selatan dengan merujuk pada gugatan Pra Peradilan yang diajukan pemohon kasasi. Atas pertimbangan tersebut, pemohon penyampaikan beberapa hal, yaitu : (a) Bahwa Pra Peradilan yang diajukan pemohoan kasasi terkait dengan penangkapan dan Penahanan yang  kami nilai tidak sah. Maka tidak tepat bila Pengadilan Tinggi menyimpulkan bahwa ditolaknya permohonan Pra Peradilan menjadi sah BAP Pengeledahan Badan/pakaian. (b) Putusan Pra Peradilan tidak pernah dilampirkan dalam berkas perkara, sehingga keliru bila hakim banding mempertimbangkan putusan Pra Peradilan padahal putusan itu tidak pernah dijadikan barang bukti. (c) Bahwa Berita Acara Pengeledahan ditanda tangani AKP Kismadi. Padahal dari keterangan saksi Bripka Obet Tutuarima di persidangan, dialah yang melakukan pengeledahan bukan Kismadi. Dan saat pengeledahan Kismadi tidak ada ditempat pengeledahan, dan itu bertentangan dengan pasal 75 ayat (2) dan (3), dan pasal  KUHAP, dan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 808 K/Pid/1984.
  2. Pengadilan Tinggi Jakarta dalam putusannya sama sekali tidak mempertimbambangkan ketentuan hukum tentang pembuktian yakni keterangan Ahli.
  3. Pengadilan Tinggi Jakarta telah melampau kewenangannya dengan mengadili perkara a quo. Dan Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yaitu :

Putusan Mahkamah Agung

Dalam putusannya Mahkamah Agung  mengabulkan Permohonan Kasasi Terdakwa dan mebatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Beberapa pertimbanganya, antara lain :

Anotasi Hukum

Dalam kasus ini ada beberapa hal penting yang perlu menjadi catatan, diantaranya :

Pengambilan Keterangan Tersangka

Keterangan yang diproleh dari tersangka dalam proses pemeriksaan tindak pidana menjadi penting terkait dengan peristiwa peristiwa yang dialaminya, oleh karena itu penyidik tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma dan asas yang ada, tersangka harus ditempatkan pada posisi sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang sama.

Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka/terdakwa dengan cara interogasi dan mengintimidasi tersangka dengan melakukan tindakan kekerasan dengan cara memukul, menganiaya hingga mengakibatkan luka terhadap diri terdakwa sesungguhnya sangat bertentangan dengan norma-norma hukum yang ada, pasal 52 KUHAP dengan tegas menyatakan kebebasan tersangka /terdakwa dalam memberikan keterangan dalam proses pemeriksaan penyidikan. Dalam penjelasan pasal 52 KUHAP juga menegaskan bahwa “supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang dari pada yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib di cegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa”. Dan pasal ini juga erat kaitannya denga keberadaan pasal 117 KUHAP yang berbunyi “(1) keterangan tersangka dan /atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari apapun dan /atau dalam bentuk apapun”. Maka, keterangan tersangka yang diberikan kepada penyidik dalam pemeriksaan penyidikan yang dimuat dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) yang berisi keterangan pengakuan tersangka atas tindak pidana yang sangkakan yang dilakukan dengan cara memaksa dan melakukan tindakan kekerasan menjadi tidak sah dan bertentangan dengan Undang-Undang.

Pasal 52 KUHAP Menyatakan :

“Dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim”.

Pasal 117 ayat (1) KUHAP :

“1. Keterangan tersangka dan /atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari apapun dan /atau dalam bentuk apapun”.

Seharusnya tersangka dalam proses pemeriksaan penyidikan didampingi seorang atau lebih penasihat hukum guna pembela dan melindungi hak-haknya sebagai tersangka, dan hak tersebut dijamin dalam pasal 54 KUHAP. Proses pemeriksaan tersangka dalam kasus ini sangat bertentangan dengan ketentuan yang ada, tidak adanya penasihat hukum buat tersangka hingga proses pemeriksaan dilakukan dengan cara tidak wajar, dilakukan pemeriksaan pada waktu dini hari dan dengan cara memaksa dengan melakukan tindakan kekerasan.

Pasal 54 KUHAP yang menyatakan :

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini..”

Hak atas Bantuan Hukum

Hak atas bantuan hukum merupakan hak konstitusional dan sangat fundamental. Dalam Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 bahkan dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Memang tidak ada Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang bantuan hukum akan tetapi kita bisa merujuk terhadap ketentuan pasal-pasal dibeberapa Undang-undang yang menjamin terhadap hak atas bantuan hukum. Misalnya dalam pasal 18 ayat (4) UU No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia dinyatakan bahwa “Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Proses pemeriksaan terhadap tersangka/terdakwa dengan cara-cara tidak benar dengan melakukan tindakan kekerasan ini merupakan suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia, hal tersebut  diindikasikan karena tersangka tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum, seharusnya tersangka mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dengan mendapatkan bantuan hukum sebagaimana dijamin juga dalam Pasal 37 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. ”setiap orang yang tersangkut perkara berhak mendapat bantuan hukum”.

Problem kitidakmampuan tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum karena tidak adanya biaya untuk memperolehnya mestinya disikapi oleh penegak hukum dengan menunjuk penasihat hukum untuk tersangka sebagaimana diatur dalam pasal 56 (1) KUHAP “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka”.dan juga dinyatakan dalam pasal 114 KUHAP “Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56”.

Berita Acara Pengeledahan

Terkait Berita Acara Pengeledahan dan pernyataan tanggal 15 Desember 2009 yang dibuat oleh pejabat lain yang tidak melakukan pengeledahan terhadap tersangka telah melanggar Undang-Undang pasal 75 ayat (2) dan (3), KUHAP, dalam ketentuan pasal ini menyebutkan seharusnya Berita Acara Pemeriksaan dan Berita Acara Pengeledahan harus dibuat dan ditandatangani oleh penyidik yang  melakukan pemeriksaan dan pengeledahan terhadap tersangka. Maka, pertimbangan Mahkamah Agung yang menilai bahwa Berita Acara Pemeriksaan terdakwa, Berita Acara Pengeledahan menjadi tidak sah dan cacat hukum, dan prtimbangan ini sesuai dengan pasal 75 ayat (2) dan (3) KUHAP.

Pasal 75 KUHAP menyatakan :

  1. Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang: a. pemeriksaan tersangka; b. penangkapan; c. penahanan; d. penggeledahan; e. pemasukan rumah; f. penyitaan benda; g. pemeriksaan surat; h. pemeriksaan saksi; i. pemeriksaan di tempat kejadian; j. pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; k. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini
  2. Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada ayat (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan;.
  3. Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2) ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalath tindakan tersebut pada ayat (1).

(Marto/ICJR)

Artikel Terkait

  • 02/08/2011 MES Vs Negara Republik Indonesia[2]
  • 11/01/2015 Report on Criminal Law Reform: Review and Recommendation[3]
  • 24/12/2013 ICJR Kecam Penurunan Anggaran Kesehatan untuk Narapidana[4]
  • 13/03/2012 ET vs. Negara Republik Indonesia[5]
  • 24/01/2012 Kebijakan Moratorium Remisi dan Pembebasan Bersyarat: Dampaknya Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia[6]
Endnotes:
  1. Putusan Mahkamah Agung No. 545 K/Pid.Sus /2011: http://icjrid.files.wordpress.com/2011/12/545_k_pid-sus_2011_disiksa.pdf
  2. MES Vs Negara Republik Indonesia: https://icjr.or.id/mes-vs-negara-republik-indonesia/
  3. Report on Criminal Law Reform: Review and Recommendation: https://icjr.or.id/report-on-criminal-law-reform-review-and-recommendation/
  4. ICJR Kecam Penurunan Anggaran Kesehatan untuk Narapidana: https://icjr.or.id/icjr-kecam-penurunan-anggaran-kesehatan-untuk-narapidana/
  5. ET vs. Negara Republik Indonesia: https://icjr.or.id/et-vs-negara-republik-indonesia/
  6. Kebijakan Moratorium Remisi dan Pembebasan Bersyarat: Dampaknya Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia: https://icjr.or.id/kebijakan-moratorium-remisi-dan-pembebasan-bersyarat-dampaknya-terhadap-perlindungan-hak-asasi-manusia/

Source URL: https://icjr.or.id/ss-vs-negara-republik-indonesia/