Aliansi PKTA: Pemberitaan Berbasis Stigma terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Melanggar Prinsip Perlindungan Anak, Dewan Pers Harus Bergerak

Satu bulan terakhir, kasus penganiayaan berat yang melibatkan Anak sebagai salah satu pelaku, menyita perhatian publik Indonesia. Senin, 10 April 2023, akhirnya putusan untuk pelaku Anak tersebut diputus oleh Hakim Anak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Anak tersebut dinyatakan bersalah melanggar Pasal 355 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan dijatuhi pidana berupa penjara selama 3 tahun 6 bulan. Besarnya perhatian publik terhadap kasus ini, juga beriringan dengan masifnya pemberitaan dari berbagai macam media terhadap proses hukum perkara ini. Diantara pemberitaan tersebut, beberapa media luput dalam menyamarkan identitas Anak tersebut, bahkan juga menarasikan stigma yang akhirnya menimbulkan narasi publik yang sangat bertentangan dengan prinsip perlindungan anak. 

Aliansi PKTA turut berempati terhadap peristiwa yang terjadi kepada Korban dan keluarganya, dan secara tegas menolak dan tidak membenarkan adanya tindakan kekerasan sebagaimana yang terjadi di dalam kasus ini.

Namun, Kami menemukan adanya beberapa media yang memberitakan kasus ini, utamanya sidang putusan pada Senin (10/4) lalu, tanpa memperhatikan prinsip perlindungan anak dalam UU SPPA dan etika jurnalistik ketika memberitakan anak. Dalam sidang pembacaan putusan, Hakim Anak menyampaikan kronologi peristiwa yang berkaitan dengan riwayat seksual Anak tersebut yang seharusnya dapat dilihat sebagai kekerasan seksual, sebagai bagian dari informasi yang dimuat dalam putusan. Namun, yang menjadi keprihatinan utama kami adalah informasi riwayat seksual ini kemudian yang diangkat oleh beberapa media menjadi pemberitaan, bahkan dengan narasi yang menstigma dan tanpa menyamarkan identitas.

Pemberitaan-pemberitaan yang beredar tersebut telah melanggar prinsip perlindungan anak, utamanya anak yang terlibat dalam sistem peradilan pidana. Media harusnya berperan penting untuk menghadirkan rasionalisasi kepada kemarahan publik atas kasus ini, bahwa dengan adanya anak terlibat sekalipun sebagai pelaku tindak pidana, harus tetap dijamin hak atas perlindungannya, bukan malah media menjadi sumber munculnya stigma terhadap Anak. 

Tidak hanya terkait dengan sidang pembacaan putusan, sedari awal munculnya kasus ini, stigma terhadap Anak telah masif dilakukan media, mulai dari identitas Anak sudah diketahui publik, dan hal ini bukannya menjadi evaluasi, justru semakin diamplifikasi oleh media di dalam prosesnya. Identitas Anak disebut dalam beberapa bentuk kata ganti “mantan pacar” yang membuat tak ada upaya yang berarti untuk secara serius menyamarkan identitas Anak. Bahkan diantara narasinya tersebut, juga ada yang melecehkan berbasis gender Anak. 

Tidak dirahasiakannya identitas Anak ini, bertentangan dengan ketentuan di dalam Pasal 19 UU SPPA yang menyatakan adanya kewajiban merahasiakan identitas Anak. Pasal 61 bahkan menegaskan bahwa meskipun sidang pembacaan putusan dilakukan secara terbuka, namun, kerahasiaan identitas Anak tetap harus dijaga dengan tidak menunjukkan gambar dan hanya menggunakan inisial. Dalam Pasal 97 UU SPPA juga dimuat ancaman pidana terkait dengan pelanggaran kerahasiaan identitas Anak tersebut. Lebih lanjut dalam konteks jurnalistik, pemberitaan yang menyebutkan secara langsung identitas Anak dan tidak dengan itikad baik merahasiakan identitas ini, juga melanggar Peraturan Dewan PERS No. 1/PERATURAN-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, yang pada poin pertamanya menyatakan kewajiban Wartawan merahasiakan identitas Anak, khususnya Anak yang ada di dalam sistem peradilan pidana, termasuk ketika dirinya dijatuhi pidana. 

Berdasarkan hal ini, Kami menyerukan agar Dewan Pers segera mengambil langkah terhadap media yang secara terang-terangan melakukan stigma terhadap riwayat seksual Anak, yang seharusnya bisa dilihat sebagai dugaan terjadinya kekerasan. Dewan Pers dapat segera membuat sikap terkait dengan sikap media berkaitan dengan kasus ini, dan menindaklanjuti dengan memeriksa dan memberikan sanksi kepada media-media yang melakukan pelanggaran terhadap kerahasiaan identitas Anak, dan menyerukan kepada insan media bahwa hal ini tidak dapat dibenarkan. Atas hal tersebut, Aliansi PKTA akan mengirimkan surat aduan kepada Dewan Pers dan juga surat keluhan kepada media yang telah kami lihat melakukan pelanggaran tersebut. 

Kami juga mengingatkan kepada publik, untuk sama-sama kembali melihat prinsip perlindungan Anak, apalagi Anak perempuan dengan dimensi kerentanan berlapis. Kita patut prihatin dengan kekerasan yang terjadi, namun meneruskan stigma pada anak hanya menyelesaikan kekerasan dengan kekerasan lainnya.

Jakarta, 12 April 2023

Aliansi PKTA

 

Profil Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak

Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) adalah koalisi masyarakat sipil Indonesia yang anggotanya terdiri dari organisasi-organisasi yang memiliki kesamaan tujuan dalam memperjuangkan penghapusan kekerasan terhadap anak di Indonesia. Aliansi PKTA memiliki visi meningkatnya dampak dari peran organisasi masyarakat sipil dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/ SDGs) Target 16.2 dan target terkait lainnya untuk menghentikan perlakuan kejam, eksploitasi, perdagangan, dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak, melalui kolaborasi dan aksi bersama dalam kerangka kemitraan global, regional, nasional dan daerah.

 

Related Posts

  • 15 for Justice
  • Advokasi RUU
  • Alert
  • Dokumen Hukum
  • English
  • ICLU
  • Law Strip
  • Media Center
  • Mitra Reformasi
  • Publikasi
  • Special Project
  • Uncategorized
    •   Back
    • Reformasi Defamasi
    • #diktum
    • Anotasi Putusan
    • Penyiksaan
    • Strategic Litigation
    • RKUHAP
    • Putusan Penting
    • advokasi RUU
    • Advokasi RUU
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    • Weekly Updates
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Kabar ICJR
    • ICJR di Media
    •   Back
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Peraturan
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Weekly Updates
Load More

End of Content.

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia

Scroll to Top