image001

Apresiasi Proses yang Berjalan, Masih Terdapat Catatan Penting untuk Pembahasan Lanjutan

Senin, 4 April 2022, Pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS DPR akan kembali melanjutkan pembahasan RUU TPKS. Sebelumnya, pada Senin – Jumat, 28 Maret – 1 April 2022, pembahasan telah dilakukan hingga Pasal 73 RUU versi Baleg (DIM No. 584), hampir menyelesaikan semua pembahasan. Terdapat beberapa pending isu yakni mengenai perumusan unsur tindak pidana kekerasan berbasis gender online (KBGO), eksploitasi seksual, pemaparan tentang tindak pidana pemaksaan aborsi dan pengaturan rehabilitasi pelaku. 

ICJR mengapresiasi jalannya pembahasan RUU TPKS selama satu minggu ke belakang. Pembahasan berlangsung secara terbuka, dengan dimudahkannya akses informasi pembahasan baik secara fisik maupun online, sehingga membuat masyarakat sipil dapat memantau langsung ataupun melalui online proses pembahasan RUU. Pembahasan antara pemerintah dan DPR juga dilakukan dengan sangat substansial menjangkau bahasan-bahasan krusial dalam rumusan RUU TPKS. Kami juga mengapresiasi keterbukaan anggota DPR maupun perwakilan pemerintah terhadap masukan dari masyarakat sipil, baik masukan yang sebelumnya telah disampaikan, maupun komunikasi “real time” yang dilakukan pada saat pembahasan. Agaknya pembahasan seperti ini dapat dicontoh pada semua pembahasan RUU, guna benar-benar menjalankan prinsip negara demokrasi. 

ICJR menaruh apresiasi khusus terhadap komitmen DPR dan Pemerintah untuk mengakomodasi masukkan ICJR dan IJRS tentang perlunya mengakomodasi mekanisme “victim trust fund” atau Dana Bantuan Korban untuk mengefektifkan pemulihan hak korban yang komprehensif tanpa terganjar masalah penganggaran. Ke depannya, dengan amanat pembentukan Peraturan Pemerintah, ICJR dan IJRS juga merekomendasikan untuk terbukanya pembahasan PP tersebut. Kami juga berkomitmen untuk mengawal pembahasan dan memberikan masukan berkaitan dengan rumusan PP tersebut. 

Pembahasan RUU TPKS masih akan dilanjutkan pada Senin, 4 April 2022, terdapat sejumlah catatan baik formil maupun substansi yang ICJR kembali rekomendasikan: 

Pertama, terkait proses pembahasan, agaknya perlu juga diakomodasi oleh Baleg DPR RI untuk mempublikasikan catatan rapat setiap harinya untuk dapat diakses oleh masyarakat sipil sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip keterbukaan. Mekanisme sejenis ini tersedia misalnya dalam proses persidangan di MK di mana risalah sidang dapat diakses 24 jam pasca pelaksanaan sidang. Catatan rapat yang mudah diakses publik penting tidak hanya untuk tertib administrasi, namun juga secara substansial nantinya akan sangat diperlukan untuk secara komprehensif mengetahui original intent dari suatu rumusan perundang-undangan. 

Kedua, meskipun secara umum Pemerintah dan DPR membuka masukan dan mendengarkan banyak masukan publik, namun masih terdapat beberapa catatan di mana beberapa elemen masyarakat masih belum didengarkan masukannya. Benar, RUU TPKS merupakan salah satu RUU prioritas yang bahkan mendapatkan atensi utama dari Presiden dan banyak anggota DPR. Tetapi ICJR memandang, ke depan masih harus diperbanyak diskusi dan dengar pendapat umum yang melibatkan Panja DPR dan Pemerintah dengan masyarakat. Dalam catatan ICJR, RDPU hanya dilakukan 1 kali saja, hanya untuk 4 organisasi, RDPU ini masih perlu ditingkatkan.

Ketiga, penguatan perumusan KBGO dan aturan yang masih berbahaya bagi korban dengan tidak dicabutnya Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Mengenai perumusan kekerasan berbasis gender online yang akan dibahas 4 April 2022, ICJR menyuarakan unifikasi pengaturan tentang akses, penyebaran, transmisi konten pribadi seseorang di luar kehendak orang yang menjadi objek atau pun yang menerima konten. Sehingga, tiga larangan tersebut bisa dilarang dalam RUU TPKS, yaitu perbuatan merekam, mengakses, menyebar, mentransmisikan konten pribadi seseorang atau kepada orang yang tidak berkehendak menerima. Dengan unifikasi ini, ketentuan penutup dalam Pasal 71 RUU TPKS juga dapat menghapus Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang larangan penyebaran konten melanggar kesusilaan, karena pasal ini tidak lagi diperlukan dengan adanya ketentuan KUHP, UU Pornografi dan nantinya UU TPKS. 

Keempat, mengenai perumusan tindak pidana eksploitasi seksual yang perlu disinkronkan. Pemerintah dan DPR telah menyepakati masuknya rumusan tentang eksploitasi seksual dalam RUU TPKS. Sebelumnya, DIM pemerintah memasukkan tambahan perbuatan dalam bentuk pelecehan fisik persetubuhan dan perbuatan cabul atas dasar relasi kuasa dalam Pasal 6 huruf c DIM Pemerintah. ICJR merekomendasikan dengan dimasukkannya eksploitasi seksual, maka perbuatan yang dirumuskan Pasal 6 huruf c DIM (pelecehan fisik persetubuhan dan perbuatan cabul atas dasar relasi kuasa) Pemerintah tidak perlu dimasukkan, apalagi dikategorikan sebagai pelecehan seksual fisik. 

Kelima, dalam ketentuan peralihan, perlu memasukkan aturan mengenai pemberlakuan segera ketentuan hukum acara dan perlindungan korban. Perlu ditekankan untuk kasus-kasus kekerasan seksual yang telah dilaporkan dengan UU yang ada saat ini, ketentuan hukum acara dan hak korban mengikuti UU TPKS yang baru ini. Konsep sejenis diatur dalam Pasal 102 ketentuan peralihan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa pada saat UU tersebut telah berlaku, hukum acara perkara yang sudah masuk penyidikan akan diselesaikan dengan UU baru, namun tidak untuk perkara yang sudah masuk persidangan. Hal ini penting diakomodasi untuk menjamin kepentingan kemudahan korban, namun tidak untuk berlakunya delik/tindak pidana.

 

Jakarta, 4 April 2022

Hormat kami, 

ICJR

CP: Maidina Rahmawati (Peneliti ICJR)

 

Related Posts

  • 15 for Justice
  • Advokasi RUU
  • Alert
  • Dokumen Hukum
  • English
  • ICLU
  • Law Strip
  • Media Center
  • Mitra Reformasi
  • Publikasi
  • Special Project
  • Uncategorized
    •   Back
    • Reformasi Defamasi
    • #diktum
    • Anotasi Putusan
    • Penyiksaan
    • Strategic Litigation
    • RKUHAP
    • Putusan Penting
    • advokasi RUU
    • Advokasi RUU
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    • Weekly Updates
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Kabar ICJR
    • ICJR di Media
    •   Back
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Peraturan
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Weekly Updates
Load More

End of Content.

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia

Scroll to Top