Dianggap Hambat Proses Hukum
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) secara resmi mengajukan gugatan terhadap Undang Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka hanya menggugat pasal 245, karena pasal itu dianggap menghambat proses penegakan hukum.
Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi E Eddyono menyatakan, dirinya mengajukan dua gugatan yakni atas nama pribadi dan lembaga yakni ICJR. Dalam permohonanya, ICJR diwakili Anggara Suwahju dan Wahyu Wagiman sebagai Ketua dan Sekretaris Badan Pengurus. Selain itu, dia menunjuk Ifdhal Kasim, Wahyudi Djafar, Erasmus Napitupulu, Robert Sidauruk dan beberapa pengacara publik lainnya sebagai kuasa hukum dalam permohonan tersebut.
Supriyadi menyatakan, kehadiran Pasal 245 UU MD3 telah merugikan dirinya. Lebih lagi, sebagai pembayar pajak (tax payer). Menurutnya, kehadiran pasal 245 UU MD3 telah mengintervensi dan menghambat proses penegakan hukum, sehingga secara langsung membebani pembiayaan yang bersumber dari APBN, yang juga berasal dari pajak yang dibayarkannya.
“Sebagai pembayar pajak dan lembaga yang memiliki konsern terhadap isu hukum, kehadiran Undang Undang MD3 telah merugikan dan melanggar hak konstitusional saya sebagai pribadi,” tegasnya.
Supriyadi mengatakan, alasannya mengajukan dua tuntutan adalah sebagai langkah antisipasi, jika tuntutannya sebagai pribadi di tolak MK, karena alasan legal standing. Sebab gugatan melalui ICJR lebih kuat.
“Masalahnya secara pribadi saya juga merasa dirugikan dengan keberadaan undang-undang ini,” tandasnya.
Kuasa Hukum Pemohon UU UU MD3 Ifdhal Kasim dalam siaran persnya menyebutkan, ada tiga alasan utama diajukannya PUU UU MD3 terhadap UUD 1945. Pertama, pasal 245 UU MD3 bertentangan dengan prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka (Independent of judiciary).
Pasal 245 UU MD3 dianggap telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat tiga UUD 1945 dan Pasal 24 ayat satu UUD 1945. Ketentuan mengenai Pasal 245 UU MD3 dapatdiklasifikasikan sebagai bentuk pembatasan, dan intervensi yang dilakukan oleh lembaga di luar sistem peradilan pidana, yaitu Mahkamah Kehormatan Dewan DPR.
Selain itu, kata dia, Pasal 245 bertentangan dengan prinsip persamaan dihadapan hukum dan dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat satu dan Pasal 28D ayat satu UUD 1945 yang menjamin persamaan dimuka hukum. Sebab, anggota DPR sebagai subjek hukum, terlepas jabatannya sebagai anggota DPR harus diberlakukan sama dihadapan hukum.
“Ketentuan dalam Pasal 245 telah memberikan keistimewaan terhadap anggota DPR yang sedang menjalani proses hukum tanpa rasionalitas hukum yang tepat,” sebutnya. ***
Sumber : http://www.rmol.co/read/2014/08/06/166476/Aktivis-Keluhkan-Buruknya-Sistem-Pengaman-Bandara-