Kepres Grasi terkait hukuman mati harusnya menjadi informasi publik yang terbuka, ICJR kecewa atas kebijakan Kementerian Sekretariat Negara
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) akhirnya secara resmi mengajukan gugatan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik atas penolakan pemberian Salinan Keputusan Presiden tentang Permohonan Grasi bagi 28 orang Terpidana Mati yang dilakukan oleh Kementerian Sekretariat Negara kepada Komisi Informasi Pusat. Gugatan ini resmi di daftarkan ICJR pada Kamis 3 Desember 2015 yang lalu.
Dari 28 orang Terpidana mati tersebut, diantaranya terdapat 23 orang Terpidana mati yang ditolak permohonan Grasinya, sementara 5 orang Terpidana mati lainnya dikabulkan oleh Presiden. Sayangnya, tidak ada informasi yang memadai tentang alasan kenapa Presiden menerima atau menolak Grasi yang diajukan para Terpidana Mati. Padahal, informasi yang ingin diakses pada dasarnya adalah informasi yang terkait dengan syarat-syarat, ketentuan prosedural dan pertimbangan Presiden mengenai permohonan Grasi.
Menurut ICJR, publik di Indonesia harus dapat mengakses dokumen penolakan grasi tersebut. Karena keterbukaan atas syarat dan prosedur maupun pertimbangan pemberian Grasi merupakan bentuk akuntabilitas suatu Badan Publik berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) selaku Badan Publik yang berada dalam unsur eksekutif dibawah Presiden berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah sepatutnya dapat membuka dan mempublikasikan setiap Keputusan Presiden Grasi terhadap Terpidana mati kepada masyarakat Indonesia, yang justru tidak dilakukan oleh Kemensetneg.
Sebelumnya ICJR pada tanggal 1 September 2015 telah mengirimkan permintaan informasi kepada Presiden untuk meminta informasi mengenai Keppres Grasi tersebut. Namun permintaan informasi dari ICJR itu ditolak oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemensetneg dengan alasan informasi tersebut merupakan informasi yang dikecualikan, yang apabila dibuka dapat mengungkap akta otentik yang bersifat pribadi seseorang sebagaimana tercantum dalam Pasal 17 huruf g Undang-undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
ICJR kembali melayangkan keberatan terhadap jawaban tersebut pada 1 Oktober 2015. Menurut ICJR, Pasal 97 dan Pasal 100 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Lebih lanjut, suatu Keputusan Presiden bukan merupakan suatu “akta otentik yang bersifat pribadi seseorang”. Kebijakan Kemensetneg yang mengkualifikasikan salinan dokumen Keputusan Presiden tentang Grasi Terpidana Mati sebagai akta otentik tidak jelas dasar hukumnya.
Unduh Permohonan Sengketa Informasi Disini
Unduh Kesimpulan Permohonan Sengketa Informasi Disini
Unduh Putusan No 058/XII/KIP/PS-A-M-A/2015 Disini