PBB Ubah Sistem Penggolongan Narkotika yang Memperkuat Posisi Ganja Medis
Pada 2 Desember 2020, Komisi PBB untuk Narkotika yaitu CND (the UN Commission on Narcotic Drugs) menyelenggarakan pemungutan suara atau voting terhadap beberapa rekomendasi WHO terkait perubahan sistem penggolongan (scheduling) narkotika khususnya untuk ganja dan turunannya. Salah satu rekomendasi yang disetujui oleh mayoritas anggota yaitu dihapuskannya cannabis dan cannabis resin (ganja dan getahnya) dari Golongan IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961.
Sebelumnya, ganja dan turunannya ditempatkan pada Golongan I dan Golongan IV. Berdasarkan ketentuan Kovensi Tunggal Narkotika 1961, narkotika yang berada dalam Golongan IV hanya memiliki manfaat medis yang terbatas namun tingkat ketergantungan dan potensi penyalahgunaannya sangat tinggi sehingga termasuk dalam subyek kontrol yang paling ketat jika dibandingkan dengan narkotika Golongan I sampai Golongan III.
Dengan dikeluarkannya ganja dan getahnya dari Golongan IV, sebagaimana dijelaskan dalam uraian rekomendasi WHO, ganja tidak lagi dipersamakan dengan heroin atau opioid yang memiliki ancaman resiko tertinggi hingga menyebabkan kematian. Bahkan sebaliknya, manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari tanaman ganja semakin diakui yang dibuktikan dari hasil penelitian dan praktik-praktik pengobatan ganja medis di berbagai negara, baik dalam bentuk terapi, pengobatan gejala epilepsi, dan lain-lain. Langkah yang diambil PBB ini cukup berpengaruh terhadap posisi ganja dalam kebijakan narkotika secara internasional sehingga tidak lagi menjadi penghalang untuk perkembangan ilmu pengetahuan maupun untuk pemanfaatannya dalam dunia medis.
Atas dasar adanya perkembangan baik dari dunia internasional ini, Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan menyerukan agar Pemerintah Indonesia juga mulai terbuka dengan potensi pemanfaatan ganja medis di dalam negeri. Sebagai langkah konkrit, Pemerintah perlu menindaklanjutinya dengan menerbitkan regulasi yang memungkinkan ganja digunakan untuk kepentingan medis. Sebelumnya, Koalisi yang mendampingi tiga orang ibu dari anak-anak yang mengalami cerebral palsy pada 19 November 2020 juga telah mengajukan permohonan uji materil terhadap UU Narkotika ke Mahkamah Konstitusi yang melarang penggunaan Narkotika Golongan I untuk kepentingan kesehatan. Kesempatan ini harus dapat dijadikan momentum bagi Pemerintah untuk merombak kebijakan narkotika yang berbasiskan bukti (evidence-based policy). Adanya hasil voting lembaga PBB ini sudah dapat dijadikan sebagai legitimasi medis dan konsensus politis yang harus diikuti negara-negara anggotanya termasuk Pemerintah Indonesia selama ini yang mengklaim selalu merujuk pada ketentuan Konvensi Tunggal Narkotika 1961.
Artikel Terkait
- 21/09/2023 Laporan Kantor Komisaris HAM PBB tentang Kebijakan Narkotika: Acuan Kuat untuk Proses Revisi UU Narkotika di Indonesia
- 10/08/2021 Sidang Lanjutan Permohonan Uji Materil Pelarangan Narkotika Medis untuk Pelayanan Kesehatan: DPR Minta Pemerintah Tindak Lanjuti dengan Penelitian Ilmiah, Pemerintah Keukeuh Tolak Permohonan
- 21/04/2021 [Rilis Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan] Dalam Semangat Hari Kartini, Tiga Ibu Lanjutkan Perjuangan Uji Materil Larangan Narkotika Untuk Pelayanan Kesehatan di Mahkamah Konstitusi
- 08/07/2020 Koalisi Masyarakat Sipil Meminta Dasar Pemerintah Menolak Rekomendasi WHO terkait Ganja Medis untuk Dibuka ke Publik
- 15/06/2020 ICJR, IJRS, LBH Masyarakat dan LeIP Kirimkan Amicus Curiae ke Pengadilan Negeri Kupang untuk Perkara Reyndhart Rossy N. Siahaan dengan judul “Ganja Untuk Kesehatan Bukan Kejahatan”
Related Articles
Observing Crucial Criminal Articles in Book II of the Draft of the Indonesian Criminal Code
Currently, government and the House of Representatives is discussing the draft of the Indonesian Criminal Code (“R KUHP”), which started
ICJR Dukung Langkah MA Terkait Sumpah Advokat dan Dorong DPR Segera Bahas UU Advokat yang Baru
ICJR memandang perubahan dan pembaruan UU Advokat (multi bar) semakin diperlukan mengingat sulit untuk membentuk organisasi advokat yang tunggal (single
Polres Gowa Harus Hentikan Penyidikan dengan UU ITE terhadap Pasutri Korban Penganiyaan
Penyidik Kepolisian Resor (Polres) Gowa, Sulawesi Selatan, menetapkan pasangan suami istri, NH (26) dan RI (31) sebagai tersangka setelah adanya