Pola Pemidanaan R KUHP masih berpotensi besar menambah beban penjara yang sudah akut
Pemerintah diminta oleh Panitia Kerja (Panja RKUHP) soal mereformulasi beberapa tindak pidana terkait dan sinkronisasi pasal-pasal yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi, merumuskan delik pokok (core crime) tindak pidana dalam Buku Kedua RKUHP serta merumuskan pedoman kebijakan pemidanaan terkait ancaman pidana (sentencing guideline) agar dibuatmatriks distribusi ancaman hukuman pidana dalam RKUHP. Salah satunya mengenai pembobotan pemidanaan dalam bentuk ringan, serius, dan sangat serius.Sampai saat ini pembahasan soal ancaman hukuman pidana dalam R KUHP belum di putuskan menunggu hasil penelitian Pemerintah.
Rancangan KUHP yang saat ini dalam Pembahasan di DPR diklaim telah mengusung konsep pemidanaan baru yang lebih mengandalkan model alternative pemenjaraan. Dalam konsep ini, diandaikan bahwa hakim diberikan kemungkinan untuk menjatuhkan jenis sanksi pidana yang lebih mendorong alternatif pidana kemerdekaan (alternative to imprisonment) dalam kerangka tujuan pemidanaan.
Namun ternyata dalam temuan terlihat bahwa distribusi ancaman pidana di R KUHP ke arah alternative pemenjaraan yang lebih memadai belumlah maksimal. Ancaman pidana penjara dalam R KUHP Dibanding dengan KUHP terlihat masih sama, yakni mayoritas penggunaan pidana penjara yang cukup tinggi. Selain itu R KUHP juga terlampau sedikit dalam mengadopsi alternatif lain di luar pidana perampasan kemerdekaan.
- Dari 555 pasal yang mengatur tentang pidana dalam Buku II R KUHP terdapat 1251 perbuatan yang diancam pidana
- Dari 1251 perbuatan yang diancam pidana dalam R KUHP, terlihat jumlah perbuatan yang diancam dengan pidana penjara menduduki porsi paling tinggi (1154), diikuti dengan pidana denda (882). Pola ini mengindikasikan penggunaan pidana penjara masih merupakan pilihan utama untuk mengontrol perbuatan pidana
- Jumlah penggunaan ancaman pidana mati dalam R KUHP berjumlah 37 kali
- Dalam R KUHP pidana penjara umumnya tidak diletakkan secara tunggal. Namun berdasarkan pemetaan ditemukan bahwa proporsi perbuatan pidana yang dipidana dengan dengan model tunggal berupa pidana penjara ternyata lebih dari 50% dibanding perbuatan pidana yang diancam pidana dengan model kumulatif dan alternatif
- Perbuatan yang diancam pidana seumur hidup ada 7 kali
- R KUHP mengatur setidaknya ada 13 kelompok pidana Minimum-maksimum yang diancamkan
- R KUHP masih didominasi pidana penjara, bahkan ada peningkatan pidana penjara dalam R KUHP ketimbang KUHP yang saat ini.
- Dari 2711 total ancaman pidana pokok, hanya 59 perbuatan yang diancam dengan Pidana Kerja Sosial (Hanya menyumbang 2,17% dari total ancaman pidana pokok dalam Buku II RKUHP). Dan ditambah dengan jumlah ketentuan pidana penjara yang kemungkinan dapat di pidana di bawah 6 bulan. Implikasi dari temuan ini adalah alternative pidana jenis ini agak sulit secara signifikan berpengaruh terhadap pengurangan jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan.
- Dalam konteks penetapan pidana maksimum, ada cukup banyak rentang yang dikelompokkan oleh R KUHP. R KUHP mengatus setidaknya ada 13 kelompok pidana maksimum yang diancamkan dalam R KUHP. Dengan menggunakan pembobotan kejahatan seperti yang dianut dalam R KUHP, maka jenis perbuatan kejahatan yang dianggap ringan justru sangat sedikit, sementara yang dianggap serius menempati posisi pertama dengan 621 perbuatan yang diikuti dengan kejahatan yang serius dengan 532 perbuatan[1]
Dari gambaran pola pemidanaan yang dianut dalam Buku II R KUHP dapat dilihat dengan jelas ancaman pidana penjara dalam R KUHP Dibanding dengan KUHP terlihat masih sama, yakni mayoritas penggunaan pidana penjara yang cukup tinggi.
R KUHP juga terlampau sedikit dalam mengadopsi alternatif lain di luar pidana perampasan kemerdekaan. Dengan sedikitnya kemungkinan untuk mengembangkan pidana alternative di luar pidana perampasan kemerdekaan, maka persoalan overcrowding dari rutan dan lapas di Indonesia masih akan menghantui Negara selama beberapa tahun ke depan.
Pembobotan pemidanaan dalam bentuk ringan, serius, dan sangat serius pada dasarnya bertolak belakang dengan upaya pengembangan alternative lain di luar pidana perampasan kemerdekaan.Karena pada akhirnya jumlah perbuatan yang diancam dengan pidana karena dianggap kejahatan serius dan sangat serius menjadi terlampau besar jumlahnya. Karena itu perlu dipikirkan ulang kembali dengan melihat tren putusan Pengadilan sebagai dasar pembentukan kebijakan terutama dalam hal pemidanaan.
Oleh karena itu ICJR meminta kepada Pemerintah agar secara cermat dan konsisten mengatur ulang soal pembobotan pidana dalam R KUHP. Salah langkah dalam mengatur hal ini mengakibatkan beban yang luar biasa bagi Negara untuk memastikan hak-hak narapidana dalam Lapas. Situasi overcrowding yang dialami oleh sebagian besar lapas akan sulit dihindarkan.
Potensi overkriminalisasi tidak hanya dapat dilihat dari pola pemidanaan yang masih mengedepankan pemenjaraan. Dalam RKUHP klasifikasi tindak pidana dan rumusan juga menjadi soal penting. Terdapat banyak tindak pidana yang berpotensi langsung menambah beban pemasyarakatan. Beberapa diantaranya bahkan sudah dinyatakan oleh MK bertentangan dengan Konstitusi.
RKUHP juga gagal dalam mengidentifikasi perbuatan mana saja yang “layak” dan tepat menggunakan ancaman pidana penjara untuk mencapai tujuan pemidanaannya. Dengan kata lain, apabila tindak pidana-tindak pidana berikut sampai lolos dan diperparah dengan ancaman pidana tinggi, maka overcrowded lapas akan bertambah parah.
Berikut adalah beberapa tindak pidana yang dianggap memiliki rumusan karet namun dengan ancaman pidana penjara :
Ketentuan / Pengaturan RKUHP | Isu Krusial | |
BUKU II | ||
1 | Penyebaran ajaran komunisme dan marxisme
Pasal 219 – 220 |
Menimbulkan banyak perdebatan dikarenakan pengaturannya dianggap samar, tidak jelas dan dapat dijadikan alat pelanggaran HAM dan bentuk pengekangan model baru. Hanya di tujukan kepada satu idelogi saja terbatas Leninisme dan marxisme. Ancaman pidana sampai 15 tahun penjara. |
2 | Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden
Pasal 263 |
Merupakan pasal yang dihidupkan kembali oleh perumus RUU KUHP, dianggap bentukan kemunduran demokrasi, pengekangan kebebasan berekspresi dan pembangkangan pada putusan MK. Ancaman pidana sampai 5 tahun penjara. |
3 | Tindak pidana Makar
Pasal 222 – 227 |
Istilah “Makar” (aanslag) telah mengalami pergeseran makna dari makna aslinya aanslag (penyerangan), mengakibatkan penggunaan pasal makar menjadi alat untuk mempidana dan mengekang warga Negara. Ancaman pidana sampai 20 tahun penjara. |
4 | Peniadaan dan penggantian ideologi Negara
Pasal 221 |
Pengaturan sangat lentur dan luas, dapat berakibat overkriminalisasi. ancaman pidana sampai 10 tahun penjara |
5 | Penghinaan terhadap pemerintah (hatzai artukellen)
Pasal 284 |
Juga merupakan pasal yang dihidupkan kembali oleh perumus RUU KUHP, dianggap bentukan kemunduran demokrasi, pengekangan kebebasan berekspresi dan pembangkangan pada putusan MK. Bisa menjadi jelmaan pasal subversif. Ancaman pidana sampai 3 tahun penjara. |
6 | Penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga Negara
Pasal 407-408 |
Berpotensi menjadi pasal karet dengan potensi pengekangan hak dan kebebasan warga negara yang sangat besar, juga dapat menjadi jelmaan pasal subversif. Ancaman pidana sampai 3 tahun penjara. |
7 | Zina
Pasal 484 |
Tindak pidana yang eksesif dan cenderung overkriminalsisasi. Salah satunya bagi zina yang dilakukan oleh orang yang tidak terikat suami istri. Ancaman pidana sampai 5 tahun (bisa ditahan) |
8 | Hidup bersama sebagai suami istri
Pasal 488 |
Tindak pidana yang eksesif dan cenderung overkriminalsisasi . ancaman pidana 1 (satu) tahun penjara. |
9 | Kejahatan Terhadap Agama dan Kehidupan beragama
Pasal 348 |
Pengaturan yang karet dan multi tafsir. Ancaman pidana sampai 5 tahun penjara. |
10 | Pornografi
Pasal 470-490 |
Lebih lentur dari UU pornografi, tidak ada batasan pornografi. Formulasi, rumusan dan kejelasan delik masih belum cukup, sangat rentan terjadi multi tafsir dan batasan penggunaan delik yang tidak jelas. Ancaman pidana mencapai maskimal 12 tahun penjara. |
11 | Penghinaan
Pasal 540 – 550 |
Ancaman pidana meningkat tajam, mencapai 5 tahun (bisa ditahan) |
[1] Dengan menggunakan berdasarkan ketentuan KUHAP, maka hal ini akan menimbulkan implikasi terkait jumlah perbuatan pidana yang memerlukan penasihat hukum. Di R KUHP (ancaman pidana 5 tahun penjara) menempati porsi yang cukup besar ketimbang dengan jumlah perbuatan pidana yang tidak memerlukan penasihat hukum (di bawah 5 tahun). Gambaran ini menunjukkan akan ada potensi besarnya dampak ekonomi dan sosial dari Negara untuk menyiapkan bantuan hukum yang bersifat probono kepada masyarakat