Proses persidangan terhadap seluruh terpidana mati wajib untuk dievaluasi berdasarkan pada prinsip-prinsip fair trail, karena ditengarai proses persidangan tersebut jauh dari prinsip-prinsip tersebut. Hal ini tergambar dari pemenuhan hak-hak tersangka, hak-hak terdakwa, profesionalitas penegak hukum, sampai indepensi proses sidang itu sendiri. Jika ditemukan berbagai kesalahan, maka hentikan hukuman mati tersebut.
Kami yakin bahwa proses putusan hukuman mati tidak berdasarkan pada prinsip-prinsip fair trial. Maka dari itu, kami masyarakat sipil Indonesia mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghentikan rencana eksekusi mati tahap kedua yang telah direncanakan terhadap 11 terpidana mati. Hal ini tidak hanya terkait dengan akuntabilitas proses hukum terhadap para terpidana, namun juga menyangkut keadaban dan kemajuan Indonesia yang menjalankan Konstitusi dan penghormatan HAM.
Hukuman mati yang menyangkut hak atas hidup dan nyawa seseorang tidak dapta dijadikan barang “gadai” oleh pemerintah untuk menunjukkan ketegasannya dalam menjalankan hukum. Sebaliknya, eksekusi hukuman mati yang dilakuan di atas sistem dan prosedur hukum yang masih carut-marut justru menunjukkan kesewenang-wenangan pemerintah, karena bentuk hukuman mati tidak dapat dievaluasi atau diperbaiki ketika terjadi kesalahan atau kekeliruan pada proses penetapan statusnya.
Hal ini tidak berarti menghilangkan kewajiban negara untuk menghukum para pelaku kejahatan, termasuk kejahatan narkoba, dengan hukuman yang seberat-beratnya. Sebaliknya, hukuman mati ternyata tidak cukup memadai untuk menghentikan kejahatan-kejahatan serupa di Indonesia, bahkan bisnis narkoba ini dapat dijalankan dari dalam penjara, yang juga menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan akuntabilitas lembaga pemasyarakatan kita. Kegagalan negara untuk memastikan penjara bersih dari praktik suap-menyuap dan bisnis narkoba seharusnya tidak dijadikan “tumbal” untuk menghilangkan nyawa manusia dengan mengeksekusi para terpidana mati.
Ada catatan proses peradilan yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia sebelum melaksanakan eksekusi mati, yaitu bahwa semua proses dan prosedur hukum dapat dipastikan benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pada kenyataannya, kami menemukan masih adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip fair trial dalam proses peradilan yang memutus 135 terpidana mati, sehingga secara keras kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali semua proses hukum yang telah dijalankan dan menghentikan eksekusi mati yang telah direncanakan.
Kami memandang, moratorium hukuman mati tidak terkait dengan desakan negara-negara sahabat, walaupun secara praktik eksekusi mati memberikan dampak buruk pada hubungan luar negeri Indonesia, baik secara bilateral atau multilateral. Untuk itu, pemerintah Indonesia juga seharusnya memperhatikan dampak hukum mati terhadap reputasi Indonesia di level internasional yang selama ini telah terbangun. Dengan label sebagai the new emerging power dan telah berhasil menjamin pelaksanaan demokrasi dan HAM lebih dari satu dekade, Indonesia seharusnya dapat mempertahankan reputasi tersebut dan menjaganya untuk kepentingan bangsa Indonesia seluas-luasnya. Sebaliknya, melanjutkan hukuman mati justru menghilangkan citra dan memperlemah peranan Indonesia sebagai negara yang selama ini dapat menjadi jembatan antara nilai-nilai peradaban Timur dan Barat.
Atas dasar ini, kami mendesak pemerintah Indonesia untuk:
- Meninjau ulang semua putusan mati yang telah ditetapkan oleh semua jenjang badan peradilan berdasarkan pada prinsip-prinsip fair trial dan menghentikan semua rencana eksekusi terpidana mati.
- Memperbaiki sistem dan pengawasan lembaga pemasyarakatan, dengan memastikan penjara bersih dari bisnis narkoba, menghukum semua pelaku dan oknum yang terlibat.
- Mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan moratorium hukuman mati, baik secara de facto atau de jure, termasuk di dalamnya untuk meratifikasi Protokol Tambahan Kovenan Sipil dan Politik tentang Penghapusan Hukuman Mati.
Jakarta, 3 Februari 2015
Human Rights Working Group (HRWG), Imparsial, Setara Institute, LBH Masyarakat, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Law Servise (ILS)