ICJR Kirimkan Amicus Curiae Dalam Kasus Florence Sihombing
Senin, 30 Maret 2015, ICJR telah mengirimkan Amicus Curiae (Dokumen Sahabat Pengadilan) ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Amicus Curiae ini dikirim untuk memberikan komentar tertulis pada kasus Florence Sihombing (Flo), dengan perkara nomor 382/Pid.Sus/2014/PN.Yyk. Sebelumnya, seperti diketahui, Jaksa dalam kasus Flo menuntut dirinya dengan menggunakan pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (1) UU ITE dengan tuntutan pidana 6 bulan penjara masa percobaan 12 bulan dengan denda Rp 10 juta atau susider 3 bulan kurungan.
Dalam Amicus Curiae tersebut, ICJR menekankan beberapa hal terkait kasus Flo. Diantaranya adalah praktik penggunaan hukum pidana dalam kasus-kasus penghinaan. Dari hasil pengamatan ICJR, kasus-kasus penghinaan menggunakan pasal pidana yang dikandung dalam UU ITE meningkat pesat semenjak 2014. Penggunaan pasal 27 ayat (3) UU ITE menembus lebih dari 80 kasus sejak UU ITE disahkan. Hasilnya beberapa kasus menimbulkan sorotan tajam dari publik sebab kebanyakan digunakan untuk menekan kritik dan ekspresi dari warga negara.
Dalam kasus, Flo, ICJR menilai jaksa salah dalam menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan dakwaan kedua Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Ada beberapa hal yang seharusnya menjadi perhatian jaksa sebelum menggunakan kedua pasal tersebut.
Pertama, Dalam Pasal 27 ayat (3), unsur penghinaan haruslah ditujukan pada kehormatan atau nama baik seseorang. Hal yang menarik adalah Flo dinyatakan melakukan penghinaan terhadap kota Yogyakarta, yang serta merta tidak memenuhi unsur kehormatan atau nama baik seseorang.
Kedua, Harus dipahami bahwa kata-kata yang dituliskan Flo harus dilihat sebagai efek dari kemarahannya atas fasilitas publik kota Yogyakarta. Keadaan ini tidak dapat diesebut penghinaan karena dibuat atas dasar emosional. Florence, sesuai dengan dakwaan JPU, berada dalam keadaan emosional, sehingga seluruh kata-kata yang dilontarkannya di path adalah bentuk kritik terhadap pelayanan publik SPBU tempatnya mengisi BBM. Maka haruslah dilihat korelasi antara keadaan emosi dengan niat melakukan penginaan yang tidak terpenuhi.
Ketiga, begitu juga dalam hal penyebaran kebencian, muatan kebencian haruslah ditujukan untuk mengganggu ketertiban umum. Penyebaran kebencian itu juga harus dilakukan dengan tujuan adanya perbuatan berlanjut untuk melakukan penghasutan agar terjadi gangguan pada ketertiban umum. Hal ini jauh dengan apa yang dilakukan Flo yang mengkritik fasilitas publik kota Yogyakarta, bukan jogja sebagai identitas Suku, Ras, maupun Antar Golongan. Flo hanya meluapkan emosi, tanpa ada maksud dan tujuan terjadi gangguan ketertiban umum.
Keempat, Pasal 27 ayat (3) UU ITE pada dasarnya mensyaratkan terkait perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya suatu informasi yang memiliki penghinaan. Dalam kasus Flo, dirinya bukanlah orang yang mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya suatu muatan informasi yang dianggap penghinaan terhadap kota Yogyakarta tersebut. Kasus Flo baru terangkat ketika ada salah seorang temannya menyebarkan postingan di media sosial path pribadi milikinya.
Atas dasar tersebut, ICJR merekomendasikan dua hal, pertama, secara umum, ICJR mendorong agar tidak ada lagi penggunaan pasal-pasal pidana dalam kasus penghinaan, atau setidaknya tidak digunakan lagi pasal 27 ayat (3) UU ITE. Kedua, secara khusus ICJR meminta mejelis hakim PN Yogyakarta untuk berhati-hati dalam menjatuhkan vonis kepada Flo, bagi ICJR, tidak ada pidana dalam perbuatan Flo, sehingga Flo seharusnya diputus bebas.
Unduh Amicus Curaie Disini
Artikel Terkait
- 01/04/2015 ICJR Kritik Putusan PN Bandung dalam Kasus Wisni dan Putusan PN Yogyakarta dalam Kasus Florence
- 25/06/2021 [Rilis Koalisi Serius] Pedoman Implementasi UU ITE Tidak Menyelesaikan Akar Masalah, Segera Revisi UU ITE
- 22/03/2021 Mengatur Ulang Kebijakan Pidana di Ruang Siber: Studi Tentang Penerapan UU ITE di Indonesia
- 22/10/2019 PR Besar Menteri Komunikasi dan Informatika untuk Melindungi Demokrasi
- 05/08/2019 ICJR Tunggu Langkah Konkret Pemerintah Untuk Revisi UU ITE
Related Articles
Situation Report on Death Penalty Policies in Indonesia of 2021 “Double Uncertainty: Calling for the Assurance of Commutations in the Death Penalty Cases”
ICJR welcome the new chapter in 2022 by publishing an annual report on death penalty cases that have been collected
Update Panja R KUHP: Dorong Kehadiran Anggota DPR dalam Pembahasan
Sejak 26 oktober 2015 dan dilanjutkan pada 17 sd 25 November 2015 Panja R KUHP telah membahas secara marathon R
[Rilis Media Koalisi PEKAD] Tunda Pembahasan RUU Bermasalah di DPR: Negara Harus Fokus pada Perlindungan Kelompok Rentan dalam Penanganan Covid-19!
Informasi dari rapat paripurna DPR 2 April 2020 yang digelar terbuka mengejutkan masyarakat sipil. Hal itu sehubungan dengan kabar bahwa