image001

Pengaturan Penyadapan dengan Peraturan Pemerintah Inkonstitusional

Jakarta, MKOnline – Penyadapan (interception) merupakan bentuk pelanggaran terhadap rights of privacy yang bertentangan dengan UUD 1945. Rights of privacy merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dapat dibatasi (derogable rights), namun pembatasan atas rights of privacy ini hanya dapat dilakukan dengan UU, sebagaimana ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Demikian pendapat Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan uji materi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dibacakan pada Kamis (24/2/2011). Dalam amar putusannya, Mahkamah mengabulkan seluruh permohonan.

Permohonan Nomor 5/PUU-VIII/2010 mengenai uji materi UU ITE ini diajukan oleh Anggara, Supriyadi Widodo Eddyono, dan Wahyudi.

Pemohon meminta kepada Mahkamah agar mencabut Pasal 31 ayat (4) UU 11/2008 yang menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Pemohon mendalilkan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.

Ketentuan tata cara penyadapan menurut Pemohon tidak seharusnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah melainkan harus diatur melalui UU. Sebab pengaturan penyadapan dalam Peraturan Pemerintah tidak akan cukup menampung artikulasi pengaturan mengenai penyadapan.

Selain itu, dalil Pemohon, menyatakan penyadapan oleh aparat hukum atau institusi resmi negara tetap menjadi kontroversial karena merupakan praktik invasi atas hak-hak privasi warga negaranya yang mencakup privasi atas kehidupan pribadi, kehidupan keluarga maupun korespondensi. Ketidakjelasan pengaturan mengenai penyadapan, akan berpotensi pada penyalahgunaan yang berdampak pada pelanggaran HAM para Pemohon maupun masyarakat pada umumnya.

Mahkamah dalam pendapatnya mengatakan, dalam perkembangannya penyadapan seringkali digunakan untuk membantu proses hukum tertentu, seperti penyelidikan kasus-kasus kriminal dalam mengungkap aksi teror, korupsi, dan tindak pidana narkoba. Penyadapan yang diperbolehkan ini dikenal juga sebagai lawful interception (penyadapan yang legal/sah di mata hukum)

Kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan HAM namun di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regulation) mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai dengan UUD 1945.

Mahkamah menilai hingga saat ini belum ada pengaturan secara komprehensif mengenai penyadapan. Di beberapa negara pengaturan mengenai penyadapan diatur dalam KUHP, antara lain di Amerika Serikat, Belanda, dan Canada. Sedangkan di Indonesia, pengaturan mengenai penyadapan tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan. Tidak ada pengaturan yang baku mengenai penyadapan, sehingga memungkinkan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya. Sinkronisasi ini hanya dapat dilakukan oleh peraturan setingkat UU dan bukan dengan Peraturan Pemerintah.

Oleh karena itu, perlu adanya sebuah UU khusus yang mengatur penyadapan pada umumnya hingga tata cara penyadapan untuk masing-masing lembaga yang berwenang. UU ini amat dibutuhkan karena hingga saat ini masih belum ada pengaturan yang sinkron mengenai penyadapan sehingga berpotensi merugikan hak konstitutional warga negara pada umumnya.

Sedangkan Peraturan Pemerintah tidak dapat mengatur pembatasan HAM. Bentuk Peraturan Pemerintah hanya merupakan pengaturan administratif dan tidak memiliki kewenangan untuk menampung pembatasan atas HAM.

Alhasil dalam amar putusan, Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Mahkamah menyatakan Pasal 31 ayat (4) UU 11/2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Artikel ini dimuat di Mahkamah Konstitusi

 

 

 

 

Related Posts

  • 15 for Justice
  • Advokasi RUU
  • Alert
  • Dokumen Hukum
  • English
  • ICLU
  • Law Strip
  • Media Center
  • Mitra Reformasi
  • Publikasi
  • Special Project
  • Uncategorized
    •   Back
    • Reformasi Defamasi
    • #diktum
    • Anotasi Putusan
    • Penyiksaan
    • Strategic Litigation
    • RKUHAP
    • Putusan Penting
    • advokasi RUU
    • Advokasi RUU
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    • Weekly Updates
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Resources
    • Cases
    • Other Jurisdiction Cases
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Civil
    • Criminal
    • Media
    • National
    • Public
    • IT Related
    •   Back
    • Kabar ICJR
    • ICJR di Media
    •   Back
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Torture Cases
    • Torture Resources
    • Laws and Regulation
    • Law Enforcer
    • Survivor
    •   Back
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Peraturan
    • Peraturan Mengenai Trafficking
    • Perlindungan Saksi dan Korban
    • Rancangan KUHAP
    • Pemasyarakatan
    • Rancangan KUHP
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • RUU Polri
    • RUU TNI
    •   Back
    • Penetapan Presiden
    • Peraturan Menteri
    • Peraturan Pemerintah
    • Surat Edaran
    • Surat Keputusan Bersama
    • Keputusan DitJen PAS
    • Keputusan Menteri
    • Keputusan Presiden
    •   Back
    • Weekly Updates
Load More

End of Content.

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia

Scroll to Top