Tahun 2023 menandakan 16 tahun pasca pengundangan UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Jika kita melihat dalam penjelasan umum UU tersebut, bahwa salah satu alasan pengesahan UU Ini adalah sebagai komitmen untuk perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah, Memberantas dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia. Dalam hal ini menjadi penting kemudian untuk melihat secara seksama apakah komitmen tersebut telah dilaksanakan sepenuhnya.
Penelitian ini mengambil inisiatif untuk melakukan evaluasi terhadap kerangka hukum UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, mengaitkannnya dengan Protokol Palermo dan protokol internasinal lainnya yang terkait yang menjelaskan tentang bentuk-bentuk eksploitasi tndak pidana perdagangan orang. Tidak hanya menguji dalam kerangka hukum, namun penelitian ini juga mengambil peran melihat apakah catatan permasalahan kerangka hukum yang didapatkan dalam studi normatif tersebut terjadi juga dalam penerapan putusan pengadilan sampai dengan tingkat Mahkamah Agung yang memiliki peran menguji penerapan hukum.
Kesimpulan dan rekomendasi penelitian ini memberikan jawaban bahwa perlu ada perbaikan kerangka hukum mengenai tindak pidana perdagangan orang, khususnya revisi UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dikarenakan ditemukan “catatan mendasar” dalam perumusan norma, sehingga tujuan untuk selaras dengan komitmen pada Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah, Memberantas dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) menjadi belum terlaksana.
Jika dilihat lebih mendalam, sebagian kecil dari temuan penelitian ini juga sejalan dengan hasil penilaian Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat terhadap negara-negara di dunia, salah satunya Indonesia mengenai Perdagangan Orang. Bertahun-tahun Indonesia menduduki tier 2 atau daftar pengawasan tingkat 2 yang menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, tetapi sedang membuat upaya yang signifikan untuk memenuhinya.
ICJR berharap bahwa penelitian ini akan memberikan sumbangsih yang bermanfaat bagi perbaikan kerangka hukum dan penerapan kebijakan pemberantasan perdagangan orang, tidak hanya terbatas pada UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, namun juga bentuk eksploitasi lain yang merupakan eksploitasi tindak pidana perdagangan orang. ICJR juga berharap bahwa penelitian ini akan ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lain yang melengkapi evaluasi penerapan kebijakan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang di Indonesia.
Selamat Membaca!