ICJR Kirimkan Pendapat Hukum Kasus Penghinaan Motivator: Ada Unsur Kepentingan Umum yang Harus Diperhatikan

Wempy Dyocta Koto yang dikenal sebagi motivator telah melaporkan Ravio Patra ke Polda Metro jaya dengan dugaan pencemaran nama baik. Menggunakan Pasal 310 dan 311 KUHP jo. Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Laporan Polisi Nomor: SP.Dik/475/VIII/2017/Dit.Reskrimsus dilakukan pada 21 Juni 2017. Wempy melaporkan Ravio karena merasa nama baiknya dicemarkan atas tulisan Ravio di akun facebook miliknya yang coba menelusuri riwayat dan latar belakang dari sang motivator.

Atas pelaporan Wempy ke Polda Metro Jaya maka ICJR telah berinisiatif mengirimkan pendapat hukum tertulis kepada Penyidik di Polda Metro Jaya. Dalam pendapat hukum tersebut ICJR memberikan beberapa argumen atas kasus ini.

Pertama, Bahwa pada dasarnya Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dan tidak bisa dipisahkan dengan Pasal 310 jo. 311 KUHP. Dalam kaitannya kebebasan ekpresi, maka ada sebuah alasan pembenar untuk menyatakan pendapat yang tidak dapat dijerat dengan pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP yaitu  sepanjang untuk kepentingan umum.Kepentingan umum tidak hanya terjadi dalam konteks publik namun juga dalam konteks hubungan privat yang memiliki hubungan dengan banyak orang.

Kasus Prita Mulyasari misalnya melalui putusan MA No. 22/PK/Pid.Sus/2011 dan putusan MA No. 300 K/Pdt/2010, Prita Mulya Sari diputus tidak terbukti melakukan tindak pidana penghinaan sebagaimana didakwa dengan pasal 27 ayat (3) UU ITE. Prita dianggap semata-mata sebagai perbuatan untuk memberikan “peringatan” kepada publik agar tidak merasakan apa yang menjadi Komplain dari dirinya pada RS Omni Internasional. Kasus lain juga dapat ditemui dengan putusan MA No. 519 K/Pid/2011, pada intinya Mahkamah Agung menyatakan bahwa tindakan mengirimkan surat yang dianggap penghinaan dalam pengelolaan keuangan di suatu institusi privat tidak bisa dianggap penghinaan karena berhubungan dengan pelayanan yang lebih baik demi kepentingan public.

Dari dua Putusan pengadilan sampai dengan Mahkamah Agung di atas, dapat dilihat bahwa kepentingan umum meliputi suatu hubungan privat yang melibatkan banyak orang. Saudara Wempy merupakan seseorang yang menjual jasa motivasi yang dalam praktiknya memungut biaya dari masyarakat luas, sehingga dalam kacamata kepentingan umum, maka penting untuk memastikan bahwa saudara Wempy tidak melakukan tindakan atau perbuatan yang dapat merugikan masyarakat luas termasuk soal kredibilitas dan klaim riwayat hidupnya yang tentu saja menjadi modal penting dalam pemberian jasa ke masyarakat.

Kedua, dalam praktek di ruang sidang, kebenaran pernyataan dianggap sebagai salah satu alasan pembenar dalam kasus penghinaan. Kebenaran pernyataan menunjukkan bahwa tidak ada unsur penghinaan dalam kasus penghinaan. Karena pernyataan oleh saudara Ravio sesungguhnya cukup sistematis sehingga dapat ditelusuri fakta fakta yang diklaim kebenarannya. Selain itu dalam klarifikasi yang dilakukan oleh saudara Ravio sudah terlihat secara jelas bahwa bagian mana saja dari latar belakang dan atau riwayat hidup yang dituliskan oleh saudara Wempy yang dianggap tidak tepat. Bahwa perlu juga untuk menggarisbawahi, latar belakang dan riwayat hidup ini lah yang digunakan oleh Wempy untuk menjual jasa motivasi dan menghimpun dana dari publik baik dalam bentuk sumbangan atau kontribusi dalam mengikuti acara.

Melihat dari dua hal di atas, setidaknya dapat dilihat bahwa ada unsur kepentingan umum yang perlu untuk diperhatikan. Selain itu, tindakan Ravio dan Wempy yang saling memberikan klarifikasi sesungguhnya bisa dijadikan ukuran pernyataan kebenaran atas klaim terhadap pernyataan Ravio.

ICJR mendorong agar aparat penegak hukum tidak gegabah dalam melakukan proses terhadap kasus ini, karena berpotensi menimbulkan iklim ketakutan dalam berpendapat dan berekspresi atas dasar kepentingan umum dan kebenaran pernyataan dalam masyarakat Indonesia yang demokratis.

Unduh Disini


Tags assigned to this article:
defamasihukum pidanaKUHPRoviouu iteWempy

Related Articles

ICJR IJRS dan LeIP Sayangkan Pernyataan Menko Polhukam tentang Restorative Justice pada Kasus Perkosaan

Pada saat menjadi pembicara dalam acara Rapim Polri, Selasa (16/2/2021), Menteri Koordinator Bidang Polhukam mencontohkan penerpaan Restorative Justice dalam kasus

Series Respons ICJR terhadap Debat Capres Perdana: Gender dan Peradilan Pidana: Semua Solusi Sayangnya Belum Ada yang Menyertakan Analisis Gender

Dari berbagai isu yang muncul dalam Debat Capres pertama pada 12 Desember 2023, pandangan para capres terkait peradilan pidana masih

Justice Collaborator (JC) Layak Dapat Vonis Percobaan

–Vonis Ringan untuk Hendra sebagai JC, berdampak positif bagi pemberantasan korupsi – Perkara korupsi Videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha

Verified by MonsterInsights