Merespon Desakan Komunitas Internasional pada Indonesia Untuk Menghentikan Eksekusi Mati

Koalisi NGO Anti Hukuman Mati mendesak agar Pemerintah Indonesia menunda Rencana eksekusi hukuman mati tahap kedua yang akan dilaksanakan pada akhir bulan Februari 2015. Eksekusi terhadap terpidana mati ini (warga negara Indonesia, Australia, Brazil, Perancis, Ghana, Nigeria dan Filipina) tersebut bertentangan agenda reformasi hokum dan HAM dan prinsip-prinsip kemanusiaan yang selama ini dianut oleh Indonesia. Prinsip HAM menegaskan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mencabut hak hidup seseorang, termasuk Negara sekalipun.

Menanggapi pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, pada tanggal 13 Februari 2015 lalu, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon dan Pelapor Khusus PBB tentang Eksekusi Sewenang-wenang dan di Luar Hukum (Special Rapporteur on extrajudicial, summary or arbitrary executions), Christof Heyns, menyampaikan pernyataan terbuka yang mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghentikan eksekusi mati tahap kedua yang diperkirakan akan dilaksanakan pada bulan Februari 2015 mendatang. Pernyataan ini juga menghimbau agar hukuman mati yang masih berlaku di Indonesia harus tetap mematuhi kewajiban internasional, khususnya terkait dengan prinsip-prinsip fair trial dalam proses peradilan yang berlandaskan pada Konvensi Hak Sipil dan Hak Politik (ICCPR) di mana Indonesia telah meratifikasi ICCPR sejak tahun 2006.

Dalam kesempatan yang lain, Sekjen PBB Ban Ki Moon juga telah melayangkan surat kepada Presiden Jokowi untuk mengungkapkan keperihatinannya terhadap eksekusi terpidana mati baru-baru ini di Indonesia, karena pada hakikatnya PBB sangat menentang dan mengecam hukuman mati dalam segala keadaan, termasuk kejahatan narkoba, yang tidak termasuk ke dalam kejahatan paling serius (most serious crimes) di dalam Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Untuk itu pula, Koalisi NGO Anti-Hukuman Mati memandang bahwa hukuman mati bukanlah suatu hal yang sepele dalam pembangunan dan peradaban bangsa, karena hukuman mati pada dasarnya tidak berdiri sendiri, namun berkaitan dengan aspek-aspek pemidanaan lain, seperti prinsip fair trial. Secara politik, hukuman mati ini juga memberikan dampak pada martabat bangsa Indonesia di hadapan negara-negara lain karena hukuman mati telah menjadi salah satu standard norma yang mau tidak mau telah diakui secara global. Apalagi, pada siding Dewan HAM PBB yang akan dimulai tanggal 2 Maret mendatang di jenewa terdapat agenda “Panel Tingkat Tinggi Moratorium Hukumna Mati” , disamping itu pada tgl 22-26 April Mendatang Indonesia akan menjadi tuan rumah perayaan KTT Asia Afrika ke-60, permasalahan Demokrasi dan HAM termasuk , hukuman mati tentu akan menjadi pertanyaan dari negara-negara sahabat, baik yang secara langsung ataupun tidak warganegaranya dieksekusi.

Berdasarkan pada hal di atas, Koalisi NGO Anti Hukuman Mati mendesak:

  1. Pemerintah Indonesia meninjau kembali rencana eksekusi tahap kedua ini dengan mengevaluasi semua proses peradilan putusan mati yang telah ditetapkan, karena kami menemukan ada banyak kekurangan, baik secara formil atau materil, yang muncul dalam proses tersebut. Dengan tetap melanjutkan eksekusi, maka Pemerintah Indonesia telah melakukan eksekusi secara sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan standard konstitusional yang berlaku.
  2. Meningkatkan pengawasan lembaga permasayarakatan (Lapas) di Indonesia dengan memastikan bahwa penjara bersih dari adanya bisnis narkoba yang kerap kali terjadi akibat dari minimnya petugas Lapas dan menghukum semua pelaku dan oknum yang terlibat di dalam bisnis tersebut. Sebagaimana diketahui, salah satu terpidana mati masih dapat mengoperasikan narkoba dari dalam penjara bahkan mengajak terpidana lainnya telah membuktikan bahwa pemerintah Indonesia sendiri tidak serius memberantas narkoba.
  3. Meninjau kembali penerapan hukum positif di Indonesia yang memasukkan kejahatan narkoba sebagai bagian dari most serious crime sesuai dengan ketentuan tanggung jawab HAM internasional Indonesia sebagai Negara Pihak Kovenan HAM Internasional Hak Sipil dan Politik dan ketentuan UN Office on Drugs and Crime (UNODC).
  4. Melakukan moratorium hukuman mati, baik secara de facto dan de jure, termasuk di dalamnya untuk meratifikasi Protokol Tambahan Konvensi Sipil dan Politik tentang Penghapusan Hukuman Mati;
  5. Menghimbau Pemerintah Indonesia untuk menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas dalam semua proses pengadilan yang melibatkan terpidana mati, termasuk memberantas mafia narkoba di dalam penjara, serta membatalkan rencana untuk memindahkan terpidana mati Bali Nine ke penjara Nusakambangan, karena masih belum bersihnya Nusakambangan dari praktik mafia narkoba.

HRWG, ICJR, ELSAM, Imparsial, Setara Institute, ILRC


Tags assigned to this article:
hukum pidanahukuman matiKUHP

Related Articles

Lagi, Tersangka Meninggal Dunia Karena Penyiksaan Polisi

RF, terduga pelaku pencurian di Ketapang, Kalimantan Barat, diantar pulang oleh petugas kepolisian ke rumah orangtuanya dalam keadaan meninggal dunia

[MEDIA RILIS ICJR dan ELSAM] Pak Manre, Seorang Nelayan Yang Memperjuangkan Isu Lingkungan Tidak Tepat Diproses Pidana

Seorang nelayan bernama Pak Manre ditahan oleh Polisi Perairan (Polair) Polda Sulawesi Selatan dengan alasan malakukan tindak pidana perusakan mata

Aliansi PKTA Pertanyakan Putusan Cepat Pengadilan Banding Kasus Anak AG

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada 27 April 2023 tetap memutuskan sanksi hukuman kepada anak berkonflik dengan hukum AG yang

Verified by MonsterInsights