ICJR: Problem Pasal 111 dan 112 UU Narkotika terhadap Pengguna narkotika, Harus Menjadi Perhatian Serius

ICJR: Problem Pasal 111 dan 112 UU Narkotika terhadap Pengguna narkotika,  Harus Menjadi Perhatian Serius

Isu penggunaan Pasal 111 dan 112 UU Narkotika terhadap pengguna narkotika kembali mengemuka akhir-akhir ini. Beberapa kasus yang diangkat media terkait putusan bebas pengguna narkotika, salah satunya Syafrizal Abu Bakar oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusannya No. 1174 K/Pid.Sus/2012, menimbulkan perhatian mengenai apakah yang menjadi permasalahan terkait pasal 111 dan 112 UU Narkotika? Dan bagaimana kaitannya dengan profasionalisme Jaksa dalam melakukan penuntutan?

Dalam Putusan MA  No. 1174 K/Pid.Sus/2012, Syafrizal Abu Bakar didakwa dengan dakwaan alternatif, Dakwaan Kesatu yaitu Pasal 114 ayat (1) UU narkotika yang berbunyi : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

Dan dakwaan Kedua Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika yang berbunyi : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”

Jaksa dalam kasus tersebut kemudian menuntut Syafrizal dengan menggunakan Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika, karena dirinya dianggap tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman berupa satu paket Narkotika jenis Daun Ganja kering. Putusan PN Kuala Tangkal kemudian memutuskan Syafrizal direhabilitasi medis, tidak puas, Jaksa kemudian banding. Putusan PT Jambi akhirnya memidana Syahrizal dengan dasar Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika, namun tetap memerintahkan Syahfrizal untuk dirahabilitasi.

Hal menarik kemudian muncul dalam putusan MA, MA akhirnya membebaskan Syafrizal karena dianggap tidak memenuhi unsur Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika dengan alasan bahwa Syafrizal merupakan pengguna dan pecandu narkotika yang dibuktikan dengan keterangan dokter,  tes urine dan fakta bahwa dirinya sudah sering kali menggunakan narkotika jenis ganja. Dan lagi menurut Hakim MA, Syafrizal membeli narkotika untuk tujuan tertentu yaitu menggunakannya untuk kepentingan pribadi, dengan begitu Syafrizal memenuhi unsur pasal 127 ayat (1) UU Narkotika yang mengatur mengenai penyalahgunaan narkotika golongan I bukannya Pasal  111 ayat (1) UU Narkotika.

Supriyadi W. Eddyono, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengatakan bahwa isu ini bukanlah hal yang baru, sebab sudah ada dalam beberapa putusan MA yang menyoal praktik penggunaan pasal 111 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika. Memang Pasal 111 dan Pasal 112 UU narkotika memiliki rumusan pidana yang sama, pembedanya hanya dijenis narkotika, Pasal 111 terhadap jenis tanaman, sedangkan pasal 112 terhadap narkotika bukan tanaman .

Supriyadi menjelaskan bahwa memang ada kecenderungan Jaksa, dalam praktik lebih suka  menggunakan Pasal 111 dan 112 UU Narkotika  bagi pengguna narkotika. Secara tehknis pun menggunakan pasal 111 dan 112 UU Narkotika lebih mudah untuk dibuktikan ketimbang pada pasal 127 UU Narkotika. Pasal 127 yang mengamanatkan pembuktian seseorang  sebagai pengguna narkotika dan mempertimbangkan hal-hal lain diluar sekedar menguasai narkotika tersebut. “Belum lagi ancaman pidana Pasal 111 dan 112 UU Narkotika yang minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun berbanding jauh dengan pasal 127 UU Narkotika yang hanya dikenai pidana paling lama 4 tahun untuk narkotika golongan I” jelas Supriyadi. “terkadang Jaksa mengetahui bahwa orang tersebut adalah pengguna narkotika, namun Jaksa tidak menyertakan Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika agar pemidanaan langsung masuk ke Pasal 111 ayat (1) ataupun Pasal 112 ayat (2) UU narkotika, dibeberapa putusan MA, hal ini dikritik oleh Hakim” tambahnya.

Supriyadi menambahkan bahwa, Rumusan “memiliki, menyimpan dan menguasai” tersebut menjadikan Pasal 111 dan 112 UU Narkotika sempat disebut oleh Hakim MA sebagai pasal “Keranjang”. “Karena itulah Hakim MA menyebutkan bahwa penggunaan pasal 111 dan 112 harus dilekatkan pada tujuan maupun niat untuk apa narkotika tersebut, karena secara logika, setiap orang yang menggunakan narkotika pasti “memiliki, menyimpan dan menguasai.

“Dan di beberapa putusan, MA sudah menggaris bawahi praktik penggunaan pasal 111 dan 112 ini, sehingga sudah seharusnya jaksa lebih berhati – hati” sebut Supriyadi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan ICJR bekerjasama dengan Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan (LeIP), implementasi Putusan MA terhadap penggunan Narkotika selama Tahun 2012, dari 37 sampel putusan, Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika menempati posisi yang paling banyak digunakan sebagai dasar penuntutan dengan persentase lebih dari 20 Putusan, disusul Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika, dan berbanding dengan itu pasal 127 UU Narkotika menempati urutan paling bawah. “dari data yang ada terlihat bahwa memang pasal 111 dan 112 adalah yang paling sering digunakan bahkan terhadap pengguna narkotika” sebut Supriyadi.

Untuk itu Supriyadi menyatakan bahwa perlu mendorong pemerintah untuk merevisi pasal pemidanaan dalam UU Narkotika, khususnya pengaturan pasal 111 dan 112 UU Narkotika, selain untuk mengembalikan ke pendekatan utama UU narkotika dibentuk yaitu aspek kesehatan masyarakat, hal yang lebih krusial adalah memberika keadilan bagi orang yang sedang berhadapan dengan proses hukum terkait penggunaan narkotika.

Berikut beberapa pertimbangan dari Putusan MA menyoal Pasal 111 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika :

No. Nomor Putusan Bunyi Pertimbangan
1. Putusan MA No. 1071 K/Pid.Sus/2012 Bahwa ketentuan Pasal 112 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 merupakan ketentuan keranjang sampah atau pasal karet. Perbuatan para pengguna atau percandu yang menguasai atau memiliki narkotika untuk tujuan dikonsumsi atau dipakai sendiri tidak akan terlepas dari jeratan Pasal 112 tersebut, padahal pemikiran semacam ini adalah keliru dalam menerapkan hukum sebab tidak mempertimbangkan keadaan atau hal-hal yang mendasar Terdakwa menguasai atau memiliki barang tersebut sesuai dengan niat atau maksud Terdakwa” 

“memang benar para pengguna sebelum menggunakan harus terlebih dahulu membeli kemudian menyimpan atau menguasai, memiliki, membawa narkotika tersebut sehingga tidak selamanya harus diterapkan ketentuan Pasal 112 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, melainkan harus dipertimbangkan apa yang menjadi niat atau tujuan Terdakwa memiliki atau menguasai narkotika tersebut”.

 

“Bahwa niat atau maksud seseorang adalah merupakan bagian dari ajaran tentang kesalahan yang menyatakan bahwa ‘tiada pidana tanpa ada kesalahan’. Seseorang tidak dapat dihukum tanpa dibuktikan adanya kesalahan, sehingga menghukum seseorang yang tidak mempunyai niat untuk suatu kejahatan dimaksud, merupakan pelanggaran hukum yang sangat serius”

 

2. Putusan No. 2199 K/Pid.Sus/2012 Bahwa aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian pada umumnya tidak mendakwakan ketentuan Pasal 127 Undang-Undang No. 35 tahun 2009, walaupun kenyataan atau faktanya pelaku adalah pemakai/- pengguna. Upaya semacam ini tentu saja memaksa Hakim untuk menerapkan Dakwaan Tunggal Jaksa Penuntut Umum yang tidak sesuai dengan fakta hukum sebenarnya yang terungkap di persidangan. Proses pemeriksaan semacam itu, tentu akan menimbulkan pelanggaran hukum dan Ham serta ketidakadilan bagi Terdakwa 

Bahwa penguasaan dan kepemilikan Narkotika bentuk ganja untuk maksud dan tujuan dipakai sendiri tidak dapat menggunakan ketentuan Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang No. 35 tahun 2009. Sebab pasal tersebut digunakan untuk maksud dan tujuan dalam rangka peredaran gelap narkotika, misalnya kepemilikan atau penguasai Narkotika untuk penyediaan distribusi, dijualbelikan dan diperdagangkan dan sebagainya secara melawan hukum atau melawan hak”

 

3. putusan MA No. 919 K/Pid.Sus/2012 Seharusnya Jaksa Penuntut Umum yang memasang dakwaan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 didukung dengan tes urine Terdakwa, namun tidak dilakukan dengan tujuan sesuai dalam memorinya agar Judex Facti tidak menerapkan ketentuan pasal tersebut, meskipun faktanya terbukti bahwa Terdakwa adalah penyalahguna”. 
4. putusan MA No. 1375 K/PID.SUS/2012 “tetapi bagaimana perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan tersebut dilakukan oleh Para Terdakwa lebih merupakan asumsi dari Jaksa Penuntut Umum bahwa sebelum Para Terdakwa ditemukan sedang menghisap ganja pastilah didahului oleh perbuatan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum



Related Articles

The Minister of Interior Affairs Claimed Could Not Perform “Executive Review” to Qanun No. 6 of 2014 on Jinayat

“ICJR regrets the government’s failed attempt to executive review” On 27 September 2014 Aceh’s House of Representatives passed Aceh Qanun

Pentingnya Pemantauan Tempat Penahanan Hingga Dampak Buruk Kegagalan Kebijakan Narkotika

Menurut beberapa pemberitaan di media pada 1 November 2021, V dan Y yang merupakan mantan warga binaan pemasyarakatan Lapas Narkotika

ICJR Kecam Tindakan Sewenang-wenang Polisi Terhadap Waria di Aceh

Tindakan sewenang-wenang Aparat Penegak Hukum di Aceh Kapolri Harus Segera Mengevaluasi Kinerja Kapolres Aceh Utara dan Kapolda Aceh Karena Lalai

Verified by MonsterInsights