ICJR Kirimkan Amicus Curiae kepada Mahkamah Agung RI atas Perkara Peninjauan Kembali Atas Nama Pemohon Baiq Nuril Maknun

Senin, 25 Februari 2019, ICJR mengirimkan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) kepada Mahkamah Agung RI atas Perkara Peninjauan Kembali atas nama Pemohon Baiq Nuril Maknun.

Ibu Nuril diputus bersalah oleh Mahkamah Agung atas perbuatan “Tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan” dan menjatuhkan hukuman berupa pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Perkara yang menjerat Ibu Nuril bermula dari perlakuan pelecehan dari M yang merupakan Kepala Sekolah SMA tempat Ibu Nuril bekerja. Ibu Nuril beberapa kali ditelepon oleh M yang kemudian menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya. Merasa tidak nyaman dengan hal tersebut, Ibu Nuril kemudian merekam pembicaraannya dan menggunakan hasil rekaman tersebut untuk melaporkan tidak pantas dari M. Bukan atas kehendaknya, kemudian rekaman tersebut menyebar, sehingga M melaporkannya dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri Mataram, Ibu Nuril dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Namun atas putusan tersebut, Jaksa mengajukan kasasi dan Mahkamah Agung menyatakan sebaliknya dalam putusan kasasinya.

Atas kasus ini, ICJR mengirimkan amicus curiae (Sahabat Pengadilan) untuk membantu kinerja Hakim dalam memutus. “Amicus curiae” atau “Friends of the Court” merupakan praktik yang berasal dari tradisi hukum Romawi, yang kemudian berkembang dan dipraktikkan dalam tradisi common law. Melalui mekanisme Amicus Curiae ini, pengadilan diberikan izin untuk menerima-mengundang pihak ketiga guna menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum berkaitan dengan isu-isu yang belum familiar.

Terhadap kasus ini, ICJR berpandangan bahwa:

Pertama, Mahkamah Agung dalam mengadili perkara di tingkat kasasi telah melampaui kewenangannya sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Mahkamah Agung sebagai judex juris seharusnya tidak diperbolehkan untuk memeriksa fakta, apalagi menyusun sendiri fakta hukum yang berbeda dengan judex factie. Tidak hanya itu, Mahkamah Agung seharusnya dalam memeriksa perkara di tingkat kasasi tidak diperbolehkan untuk menjatuhkan putusan yang lebih berat dari pengadilan yang sebelumnya.

Kedua, dalam pemeriksaan di tingkat kasasi, Majelis Hakim gagal dalam melihat fakta bahwa bukan Ibu Nuril yang melakukan perbuatan transmisi/distribusi, melainkan orang lain, yang hal ini juga diakui oleh Mahkamah Agung. Tidak hanya itu, apabila Mahkamah Agung merujuk kepada perbuatan Ibu Nuril untuk memberikan handphone kepada Haji Imam Mudawin sebagai suatu perbuatan membuat dapat diakses, maka hal tersebut juga tidak tepat, sebab segala perbuatan dalam Pasal 27 (1) UU ITE tersebut harus dilakukan di dalam sistem elektronik, dan perbuatan menyerahkan handphone bukanlah perbuatan yang dilakukan di dalam sistem elektronik. Tidak hanya itu, Majelis Hakim juga gagal dalam melihat bahwa perekaman yang dilakukan oleh Ibu Nuril dilakukan untuk kepentingan perlindungan dirinya sebagai korban kekerasan seksual, yang selanjutnya rekaman tersebut disetujui untuk diberikan kepada orang lain karena peruntukkannya adalah guna barang bukti untuk pelaporan.

Ketiga, Mahkamah Agung dalam memeriksa perkara ini di tingkat kasasi justru gagal dalam menjawab pertanyaan hukum yang menjadi masalah dalam putusan judex factie, yakni terkait dengan alat bukti elektronik yang tidak dapat dijadikan dasar dalam membuat dakwaan dan dakwaan yang tidak dapat diterapkan kepada Ibu Nuril. Perkara ini seharusnya tidak layak untuk diperiksa, sebab alat bukti dalam perkara ini kurang memenuhi syarat aturan minimum alat bukti dalam KUHAP.

Atas dasar hal tersebut, ICJR lewat Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) ini bertindak untuk memberikan dukungan kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara Peninjauan Kembali Baiq Nuril Maknun agar dapat memutus kasus ini dengan hati-hati untuk memenuhi rasa keadilan bagi Ibu Nuril.

Kami memahami, tidak semua orang orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda – bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal – usul, dan kebangsaan.

Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel

Klik taut icjr.or.id/15untukkeadilan



Related Articles

ICJR Tunggu Langkah Konkret Pemerintah Untuk Revisi UU ITE

ICJR menunggu langkah konkret pemerintah atas komitmennya untuk melakukan revisi terhadap UU ITE. Namun, ICJR kembali mengingatkan Pemerintah terkait beberapa

KASUS TEDDY MINAHASA: SALAH SATU KUNCI REFORMASI POLISI DAN REFORMASI KEBIJAKAN NARKOTIKA

Perang terhadap narkotika dan kebijakan narkotika puntif di Indonesia telah usang, justru hanya menumbuhsuburkan aparat koruptif. Cita-cita utopis dunia tanpa

Soal Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peninjauan Kembali, ICJR Nilai Pemerintah Sengaja Menyabot Putusan Mahkamah Konstitusi

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik keras sikap pemerintah Jokowi yang masih berupaya menggagas Peraturan pemerintah yang membatasi peninjauan

Verified by MonsterInsights