Dua Pelapor (Whistleblower) Korupsi yang dilindungi LPSK Justru Terancam Masuk Penjara

Pelapor (Whistleblower) merupakan salah satu pendukung penting dalam penegakan hukum pidana, khususnya dalam kasus-kasus kejahatan terorganisasi. Oleh karena itulah perlindungan terhadap mereka harus diberikan oleh Negara. Namun ternyata ancaman terhadap pelapor juga masih teytap terjadi, tidak hanya berupa ancaman fisik, ancaman hukum lewat pelaporan balik, namun juga psikologis dan administratif.

Institute for Criminal Justices Reform (ICJR) menilai saat ini masih lemahnya perlindungan terhadap whistleblower di Indonesia. ICJR masih saja menemukan beberapa pelapor kasus korupsi yang terancam serangan balik hukum pidana karena laporan mereka atas tindak pidana korupsi.

Saat ini ICJR masih memonitor sitruasi dua pelapor korupsi yang seharusnya berada dalam perlindungan lembaga Perlindungan saksi dan Korban (LPSK) namun bernasib naas, karena mereka terancam masuk ke dalam jeruji penjara.

Kasus yang Pertama adalah Stanley Ering, ia di penjara karena mengadukan dugaan korupsi di kasus Universitas Negeri Manado (unima) ke kejaksan Tinggi Sulawesi Utara dan KPK pada tahun 2011. Ia membuka kasus dugaan korupsi yang dilakukan Philotus (Rektor Unima). Philotus kemudian melaporkan balik Stanley ke Polda Sulut pada 17 februari 2011 dan kemudian di dakwa dengan pasal 311 KUHP. Pada Tanggal 8 Maret 2012 ia di putus bersalah dan Pada Tanggal 23 Juli 2013 Hakim Kasasi tetap menghukum Stanley 5 Bulan penjara. Saat ini ia sedang menunggu perintah eksekusi penjara dan kembali di tuduh melakukan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 (3) UU ITE.

Kasus yang kedua adalah Daud Ndakularak seorang pelapor Korupsi asal Waingapu, NTT. Daud Ndakularak, sejak tahun 2010 berdasarkan keputusan LPSK No:R-182/I.4/LPSK/03/2010 merupakan terlindung dalam posisinya sebagai pelapor tindak pidana kasus Korupsi di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia. Ia adalah pelapor yang beritikad baik  dalam perkara tindak pidana pengelolaan dana kas APBD Kabupaten Sumba Timur TA 2005-2006 yang proses  penyidikannya telah ditangani oleh kepolisian Resor Sumba Timur dan telah di putus oleh Pengadilan Tipikor Kupang. Namun naas, karena statusnya sebagai pelapor Korupsi, saudara Daud Ndakularak mendapatkan serangan pembalasan. Tindak Pidana Korupsi yang dilaporkannya justru membuat ia dijadikan tersangka Saat ini Daud sudah ditahan di Kupang sejak 14 Agustus 2017.

ICJR mengingatkan secara serius kepada LPSK agar segera mengaktifkan kembali perlindungan dan pendampingan dalam statusnya sebagai whistleblower baik kepada Stanley Ering dan Daud Ndakularak. Tidak ada alasan bagi LPSK untuk menunda-nunda perlindungan bagi kedua pelapor korupsi ini, karena mereka sebelumnya pernah berada dalam perlindungan LPSK. ICJR meminta agar LPSK segara melakukan langkah-langkah perlindungan dan memonitor pengadilan terhadap mereka. Termasuk untuk melakukan pengkajian atas seluruh pelapor yang pernah di lindungi untuk melihat apakah mereka mendapat serangan balik atas laporan yang mereka ungkap kan.

ICJR mendorong agar aparat hukum menghentikan serangan balik kepada pelapor-pelapor korupsi yang beritikad baik seperti Stanley Ering dan Daud Ndakularak. ICJR juga meminta agar Jaksa Agung segera mencermati dan menghentikan proses penuntutan terhadap mereka. Situasi ini menunjukkan kepada publik bahwa menjadi whistleblower atau pelapor di Indonesia dapat merugikan pribadi dan keluarga, karena sangat rentan atas pembalasan dan minim perlindungan Negara.  ICJR sangat khawatir kasus-kasus seperti ini akan menyurutkan langkah para calon whistleblower dan para pelapor, khususnya dalam kasus korupsi di Indonesia.



Related Articles

ICJR Pertanyakan RPP Pengetatan Peninjauan Kembali

“ICJR dorong pemerintah susun RUU Revisi KUHAP tentang Peninjauan Kembali” Rencana pemerintah untuk menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengetatan

ICJR: Peraturan Pembatasan Peninjauan Kembali melalui SEMA Tidak Tepat

Mahkamah Agung melupakan prinsip “Lex Specialis Derogat Legi Generali” dalam Pembentukan SEMA Pembatasan PK Mengakhiri 2014, Mahkamah Agung memberikan kado

Carut Marut Persoalan Pengelolaan Aset Kejahatan, Negara Bisa dirugikan Ratusan Miliar Pertahunnya

“Sudah saatnya Pemerintah Jokowi mengatur ulang  pengelolaan benda sitaan dan aset kejahatan dengan mendorong RUU Pengelolaan Aset kejahatan yang komprehensif”

Verified by MonsterInsights